Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mutasi Lanjutan di Pejaten Timur
PEROMBAKAN itu memasuki babak kedua. Setelah Februari lalu sejumlah pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) dimutasi, lembaga telik sandi itu kembali meremajakan petingginya. Kali ini Deputi V Kepala BIN Bidang Penggalangan, Mayjen (Purn.) Muchdi Purwopranjono, dan Deputi VII Kepala BIN Bidang Teknologi, Laksda (Purn.) Prof Dr Bijah, yang tersingkir. ”Serah-terima Pak Muchdi hari Rabu lalu,” kata Wakil Kepala BIN As’ad Said, Jumat pekan lalu.
Sebagai pengganti Muchdi, di pos Deputi V/Penggalangan ditunjuk Mayjen Haryanto, yang sebelumnya bertugas di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas). Sedangkan Bijah akan diganti Brigjen Suwiryono, yang kini menjadi salah satu direktur di Badan Intelijen Strategis (Bais). ”Serah-terima jabatan Pak Bijah baru bulan depan karena masih ada beberapa hal yang perlu diselesaikan,” kata As’ad lagi. Kabarnya, posisi Bijah sebagai Direktur Akademi Intelijen yang baru dibentuk BIN masih akan dipertahankan.
Rencana pergantian pejabat BIN itu sebenarnya sudah lama terdengar. Berdasarkan informasi yang didapat Tempo, dua babak pergantian ini adalah bagian dari langkah de-Hendro-isasi yang tengah dilakukan Kepala BIN Mayjen Syamsir Siregar. Kedua pejabat itu memang diangkat oleh mantan Kepala BIN Letjen (Purn.) A.M. Hendropriyono. Selain Muchdi dan Bijah, pejabat eselon satu BIN yang sedang menunggu giliran adalah Deputi VI/Hubungan Antar-Lembaga Benny Rulyawan dan Sekretaris Utama BIN Soeparto. Bahkan As’ad pun disebut-sebut bakal digusur.
Namun, As’ad membantah semua rumor itu. Menurut dia, pergantian ini sangat wajar dan tidak ada kaitannya dengan de-Hendro-isasi. Alasannya semata-mata karena kedua pejabat itu sudah tiga tahun menjabat di pos eselon satu. Jika terlalu lama menjabat, dikhawatirkan kaderisasi organisasi akan terhambat. Kata As’ad, ”Tidak perlu didramatisir, pergantian ini tak ada kaitannya dengan isu (politik) apa pun.”
Hatta Radjasa tanpa Restu Amien
HATTA Radjasa harus melepas jabatan Menteri Perhubungan jika terpilih sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN). Peringatan itu disampaikan Ketua Umum PAN yang siap lengser, Amien Rais. ”Saya tidak akan memberikan restu sama sekali (jika Hatta merangkap jabatan),” kata Amien, Kamis pe-kan lalu.
Riak perdebatan ini menghangat bagai ancang-ancang bagi partai berlambang matahari itu, yang bakal menggelar kongres pekan ini di Semarang, Jawa Tengah. Menurut Amien, jika Hatta merangkap jabatan, waktu dan perhatiannya akan terpecah antara memimpin departemen dan mengurus partai. Selain itu, sebagai menteri, Hatta harus patuh pada pemerintah, padahal dia menjadi pimpinan partai yang berbeda sikap dengan presiden.
Hatta bukan tanpa pendukung. Sabri Saiman, salah seorang deklarator PAN, menegaskan Hatta akan mundur dari kabinet jika kongres memang melarang. Masalahnya, tidak ada yang bisa memastikan jika Hatta mundur saat ini dia pasti terpilih menjadi Ketua Umum PAN di kongres mendatang. ”Toh, rangkap jabatan tidak diatur dalam AD/ART partai. Jadi, kita tidak bisa menghambat kontribusi Pak Hatta di kabinet,” kata Sabri.
Di Sabah, Tiga WNI Diculik
TIGA WNI kru kapal Bonggaya 90 milik pengusaha Malaysia diculik di perairan dekat Sabah, Malaysia, sekitar pukul 11, Rabu pekan lalu. Mereka adalah kapten kapal Resmiadi dan dua anak buah kapal, masing-masing Erikson Hutagaol dan Yamin La-busu. Dua korban penculikan itu tinggal di Jalan Pitara, Depok, Jawa Barat, dan Jalan Raya Cilincing 49, Jakarta Utara. Seorang lagi tinggal di Jalan Beringin Blok H/15 di Sulawesi Selatan.
Kepala Kantor Penghubung Konsul Jenderal RI Kota Kinabalu, Tawau, Chairul Sulaeman Natadisastra, kepada Tempo Jumat pekan lalu mengatakan ketiganya diciduk lima orang tak dikenal yang menggunakan speed boat. Para penculik bersenjata AK-47, M-16, dan pistol. Penjahat itu juga mencuri seperangkat alat komunikasi Bonggaya. Kapal itu ketika disatroni dalam keadaan kosong setelah mengangkut kayu dari Malaysia ke Berau, Kalimantan Timur.
Penculik membawanya ketiganya berlayar ke arah Kepulauan Tawi-tawi di Filipina Selatan. Pemerintah Indonesia belum mendapat pesan apa pun dari penculik. Menurut Kepala Bidang Konsuler KBRI di Filipina, Rosana Suparmono, Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Efren Abu telah memerintahkan armada lautnya supaya mengejar kapal penculik itu. Hingga akhir pekan lalu, pencarian belum membuahkan hasil.
Komnas HAM Buka Kasus Talangsari
SETELAH sekian lama, kasus pelanggaran hak asasi manusia di Talangsari, Lampung Timur, Lampung, kembali dibuka. Tim dari Komisi Nasional HAM memulai investigasi lapangan, Ahad lalu. ”Dari sejumlah saksi korban, kami menilai memang ada pelanggaran HAM,” kata Ketua Tim Penyelidikan Kasus Ta-langsari, Eni Suprapto.
Peristiwa berdarah itu terjadi saat aparat keamanan menyerbu pondok pengajian di Desa Talangsari, yang mengakibatkan 246 korban meninggal. Pasca-kejadian, sejak 7 Februari 1989, puluhan warga dipenjara.
Pelaku penyerbuan itu adalah Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, Polisi Daerah Lampung, dan pemerintah Provinsi Lampung. Menurut Eni, kemungkinan mereka juga akan meminta keterangan Letjen (Purn.) A.M. Hendropriyono. Saat peristiwa itu, Hendro menjabat Komandan Korem 043 Garuda Hitam berpangkat kolonel dan memimpin penyerbuan.
Komnas HAM sebenarnya sudah membentuk tim ad hoc kasus Talangsari sejak empat tahun lalu. Tetapi upaya pembongkaran sisik-melik tragedi itu terhenti beberapa tahun. Banyak pihak menilai Komnas HAM takut mengusut karena ada intervensi pihak luar. Namun, Komnas HAM beralasan tertundanya pengusutan karena ada pergantian anggota. ”Bukan karena tekanan pihak mana pun, apalagi dari unsur kekuasaan,” kata Eni.
Hakim Menolak Gugatan PPM atas Tempo
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak semua gugatan Pemuda Panca Marga (PPM) terhadap majalah Tempo, Rabu pekan lalu. Hakim menilai penggunaan kata-kata dalam tulisan yang dipermasalahkan PPM masih dalam batas kewajaran dan tidak mengandung konotasi negatif.
PPM menggugat Tempo atas berita ”Kala Tentara Swasta Bergerak” pada edisi 8 Juni 2003. Tulisan berisi penyerbuan PPM terhadap kantor Kontras ini dianggap mencemarkan nama baik. PPM mempersoalkan penggunaan kata-kata seperti ”gerombolan”, ”kumpulan anak bekas tentara”, dan ”penyerbuan”.
Sebelum mengambil keputusan, majelis hakim mendengarkan keterangan Drs Maryanto dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Penggunaan tanda petik dalam judul pemberitaan Tempo menurut hakim adalah kiasan semata.
Hakim mendasarkan kesimpulan itu dengan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dan keterangan saksi ahli. Danu Asmara, kuasa hukum PPM, menyatakan banding atas vonis hakim tersebut.
Polisi Gerebek Penimbun Minyak Tanah
Direktorat Reserse Kriminalitas Polda Nusa Tenggara Barat menggerebek tiga tersangka pelaku penimbun minyak tanah di kawasan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Jumat pekan lalu.
Polisi menyita dua tangki minyak tanah yang masing-masing berkapasitas 5.000 liter. Itu belum termasuk 10 drum yang juga berisi minyak tanah.
Mereka yang diduga sebagai penimbun minyak antara lain I Made Sudirga, Wayan Sutina, dan I Nyoman Murniati. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, mereka belum ada yang ditahan.
”Nanti mungkin setelah ada pemeriksaan, baru diperlukan, ditahan atau tidak,” kata Ajun Komisaris Besar Polisi Agung Setia, Kepala Satuan Operasional II Direskrim Polda Nusa Tenggara Barat, yang ikut melakukan penggerebekan.
Agung mengungkapkan, satu minggu sebelumnya, polisi menyelidiki Toko Sumber Harta di salah satu pertokoan di Pasar Gunungsari, yang tercatat sebagai salah satu pengecer minyak tanah.
Setelah ditelusuri, ternyata toko tersebut menyimpan minyak tanah di dalam rumahnya. Ketika dicek, ditemukan dua tangki minyak tanah berikut 10 drum berisi bahan bakar sama. ”Jelas masuk kategori sebagai penimbun,” kata Agung. Menurut dia, sesuai dengan undang-undang, tersangka bisa dipenjara maksimal enam tahun atau denda material maksimal Rp 6 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo