Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahkamah Konstitusi Menolak Permohonan Abilio
PUPUS sudah harapan Abilio Jose Osso Soares untuk menghirup kebebasan. Selasa pekan lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil Pasal 43 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diajukan mantan Gubernur Timor Timur itu. ”Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan pemohon,” kata Jimly Asshidiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi.
Abilio, yang diwakili 19 orang kuasa hukumnya, mengajukan uji materiil pada September 2004. Langkah itu ditempuh setelah Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc menyatakannya bersalah dalam peristiwa berdarah setelah jajak pendapat di Timor Timur, 1999. Dia menilai undang-undang tentang pengadilan hak asasi tidak bisa diberlakukan terhadap kasus Timor Timur yang terjadi sebelum peraturan itu diterapkan.
Namun, majelis hakim berpendapat Pasal 43 Undang-Undang Pengadilan HAM mengandung ketentuan hukum yang berlaku surut (retroaktif). Majelis juga menganggap pemberlakuan undang-undang secara retroaktif dalam pasal itu merupakan upaya pemerintah menuntaskan perkara pelanggaran berat hak asasi manusia secara terhormat, tanpa campur tangan dunia internasional.
Putusan Mahkamah sendiri tidaklah bulat. Tiga dari sembilan hakim memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam penyusunan alasan hukumnya. Ketiganya adalah Abdul Mufti, Achmad Roestandi, dan Laica Marzuki. Kuasa hukum Abilio, O.C. Kaligis, mengaku tidak kecewa dengan putusan itu. Menurut dia, adanya dissenting opinion membuktikan Abilio tidak kalah secara mutlak dalam penyelesaian kasusnya.
Lagi, Perkelahian di Sekolah Praja
AWALNYA cuma kaus olahraga yang tak dipakai sempurna. Selasa pekan silam, Simeon Salos, praja tingkat dua (praja madya) di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)—dulu Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN)—tak memasukkan kausnya ke celana training saat latihan jasmani. Seniornya, Hasyim Siregar, praja asal Sumatera Utara, menegur sang adik kelas agar menyempurnakan pakaian olahraganya. Tak suka dengan teguran itu, Simeon melawan. Bisa ditebak: keributan pecah antara kedua calon abdi negara itu.
Merasa belum puas, keributan memasuki ”sesi kedua” saat makan siang. Kali ini yang terjun gelanggang lebih banyak, yakni praja tingkat dua melawan praja tingkat empat (praja wasana). Gelas dan piring beterbangan mengiringi bentrok fisik itu. Para pengasuh yang berada di dalam ruangan tak kuasa membendung benturan. Insiden kian panas dengan terjadinya pelemparan batu di barak para praja. Akibat perkelahian ini, 12 orang luka-luka.
Kasus itu kini ditangani Polres Sumedang. Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf meminta aparat kepolisian membuat berita acara pemeriksaan atas peristiwa itu. Ma’ruf menyatakan kejadian serupa sering berulang lantaran jumlah pengasuh dan pendidik sangat sedikit. ”Pengawasan terhadap praja menjadi ku-rang,” katanya.
Pekan lalu, IPDN akhirnya mengambil tindakan tegas. Tiga praja—Simeon Salos (Papua), Andi Haswidy Rustam (Sulawesi Selatan), dan Hasyim Siregar(Sumatera Utara)—dipecat dalam sebuah apel luar biasa yang dipimpin Pelaksana Tugas Rektor IPDN, Sudarsono. Sementara itu, 1.156 lainnya dihukum secara kolektif dan dipulangkan ke daerah masing-masing.
Mantan Menteri Belum Laporkan Kekayaan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga pekan lalu masih menunggu laporan harta kekayaan mantan menteri Kabinet Gotong Royong. Beberapa mantan menteri yang belum menyerahkan laporannya adalah mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Dorodjatun Kuntjoro Jakti, mantan Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Manuel Kaisiepo, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Sri Redjeki Sumaryoto, mantan Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, dan mantan Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil.
Sebelumnya, KPK mengumumkan harta kekayaan mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar. Secara keseluruhan, KPK telah mengumumkan 30 laporan kekayaan mantan menteri Kabinet Gotong Royong. Sedangkan yang belum diumumkan ada enam menteri.
Pada waktu yang sama, KPK juga mengumumkan laporan kekayaan 328 orang anggota DPRD periode 2004 sampai 2009, sehingga total ada 550 orang anggota DPRD yang harta kekayaannya sudah diumumkan. Sisanya, 161 orang masih memperbaiki pengisian formulir, 30 orang tidak memenuhi persyaratan ketentuan pengisian karena tidak mengisi nilai kekayaan. Dua anggota DPR belum melaporkan daftar kekayaannya, yaitu Murdaya Poo (PDI Perjuangan) dan Sa’adun Syibromalisi (PPP).
Wakil Ketua KPK, Sjafrudin Rasu, menjelaskan bahwa semua harta kekayaan para pejabat yang sudah masuk ke KPK masih dalam tahap pengumuman. KPK belum melakukan investigasi untuk mengecek data itu. ”Sekarang kita sedang mengumpulkan informasi,” Sjafrudin menambahkan.
Rusuh Sidang Sangaji
BARA amarah kerumunan yang tidak terima atas kematian tokoh pemuda Maluku, Basri Sangaji, akhirnya meletup di gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu. Ratusan anak buah Sangaji terlibat bentrok fisik dengan kelompok Sammy Key, terdakwa kasus pembunuhan Basri. Tawur massal pecah. Akibatnya, persidangan yang mengajukan delapan terdakwa itu dihentikan dan ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Basri Sangaji terbunuh di kamar 301 Hotel Kebayoran, Jakarta Selatan, Oktober tahun lalu. Jaksa penuntut mendakwa Sevanya Rahakbau alias Lois, Erwin Labettubun, Koko Rahawarin, Rasyid Renrawarin, Yopi Ingrattubun, Sammy Charter Refra alias Sammy Key, Emang Refra alias Kupas, dan Rais Texas bertanggung jawab atas kejadian itu. Ini memang bukan perseteruan kemarin sore. Kedua kelompok itu dikenal punya pengaruh dalam komunitas pemuda Maluku di Jakarta dan saling bersaing.
Bentrokan terjadi ketika saksi korban Ali Sangaji sedang memberikan keterangan. Kericuhan sebenarnya berawal dari luar ruang sidang ketika teriakan pendukung Sammy Key dibalas cacian oleh massa Sangaji. Massa di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang saat itu sudah dipenuhi massa kedua kelompok, ikut terpancing. Sejurus kemudian ketegangan itu berkembang menjadi kerusuhan. Pendukung Sangaji yang berikat kepala putih dan kelompok Sammy dengan ikat kepala merah saling serang. Parang dan pedang saling berkelebat. Kayu, batu, dan benda-benda keras lain melayang. Sidang pun buyar.
Lagi, UU Pemda Dipersoalkan
BELUM lagi permohonan uji materiil terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 32/2004 diputus, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan uji materiil terhadap undang-undang mengenai pemerintahan daerah itu. Kali ini permohonan didaftarkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta, Biem Benjamin.
Dalam sidang pemeriksaan Selasa pekan silam, putra mendiang seniman Benjamin Sueb itu menyatakan sejumlah pasal dalam Undang-Undang No. 32/2004 bertentangan dengan UUD 1945. Dia menunjuk contoh pasal mengenai pendaftaran pasangan calon kepala daerah. Di sana tercantum pendaftaran pasangan calon hanya bisa dilakukan partai atau gabungan partai dengan minimum 15 persen jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari total suara sah dalam pemilu DPRD.
”Semua ketentuan itu bertentangan dengan konstitusi kita,” katanya dalam persidangan yang dipimpin hakim konstitusi, Maruarar Siahaan. Dia mohon MK membatalkan pasal-pasal itu dan menyatakan semuanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebelumnya, permohonan uji materiil Undang-Undang Pemerintah Daerah diajukan oleh koalisi para LSM dan anggota KPU daerah. Permohonan yang diajukan tahun lalu itu mempersoalkan KPU daerah—penyelenggara pemilihan kepala daerah—yang bertanggung jawab kepada DPRD setempat.
Dalam Buruan Operasi Tegas
RIBUAN tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Malaysia akhirnya tiba di Tanah Air. Di Surabaya, 2.626 pekerja tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Jumat pekan lalu. Dari atas kapal, mereka melambaikan tangan, bersorak-sorai, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Seorang perempuan muda bahkan berorasi. ”Kami tak ingin ke Malaysia lagi. Gaji kami tak dibayar,” katanya.
Sehari sebelumnya, kapal dari Port Klang, Selangor, Malaysia, merapat di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Kapal itu menurunkan 280 tenaga kerja tak resmi asal Jawa Tengah. Seorang TKI, Siti Janatin, langsung dikirim ke Unit Gawat Darurat RSUD Kariadi, Semarang, lantaran menderita stroke sejak berada di Malaysia.
Hingga Kamis pekan lalu, terdapat 6.400 pekerja ilegal di Malaysia yang dirazia karena tak memiliki dokumen resmi. Dari jumlah itu, kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris, 449 adalah tenaga kerja Indonesia.
Saat ini, kata Fahmi, Kedutaan Indonesia sudah membentuk tim untuk memberikan pembelaan terhadap mereka. Tim yang beranggotakan 26 orang itu disebar ke berbagai wilayah untuk ”memantau dan mendata bentuk pembelaan apa yang patut diberikan kepada mereka”. Tak semua TKI ilegal memilih mudik. Banyak yang bersembunyi dari kejaran polisi Malaysia. Sebagian malah bertahan di hutan. ”Tapi saya tidak tahu jumlahnya,” ujar Atase Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia, Abdul Malik.
Operasi Tegas, ujar Malik, sudah menjaring 294 TKI dari 496 tenaga kerja asing yang ditangkap di Malaysia. Mereka dipenjara di 15 penjara imigrasi di Malaysia, seperti di Johor, Serawak, Sabah, Penang, Selangor, Negeri Sembilan, Trengganu, Putra Jaya, dan Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo