Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mega Tak Menggugat Hasil Pemilu
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi akhirnya menyatakan menerima kekalahan atas pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam pemilu presiden putaran kedua, 5 September lalu. Pasangan Mega?Hasyim juga memastikan tidak akan melakukan gugatan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi ataupun Mahkamah Agung.
?Janganlah langkah awal yang gemilang ini digerogoti oleh maksud-maksud yang justru akan mengubur demokrasi yang telah dibangun dengan cucuran air mata dan darah rakyat,? demikian penggalan pernyataan ketua tim kampanye Mega-Hasyim, Sutjipto, yang didampingi sejumlah anggota tim kampanye seperti Heri Akhmadi (sekretaris), Gayus Lumbuun dan Tri Media Panjaitan (tim advokasi untuk tim kampanye Mega-Hasyim), di ruang Fraksi PDI Perjuangan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Namun, menurut dia, demi tujuan korektif dan pendidikan masyarakat, pihaknya melakukan catatan khusus terhadap proses penghitungan suara. Dalam catatan timnya, pihaknya menyampaikan catatan keberatan atas hasil rekapitulasi penghitungan suara di 12 provinsi yang mengalami penggelembungan jumlah pemilih dan surat suara. Ke-12 provinsi itu adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat. ?Jika pun Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan kami, tetap saja hasil akhir penghitungan suara tidak akan berubah,? kata Heri Akhmadi.
Bom di Kedutaan Indonesia di Paris
Sebuah bom dengan kekuatan sedang meledak di depan Kedutaan Besar Indonesia di Paris, Prancis, Jumat lalu. Ledakan itu melukai 10 orang yang kebanyakan terkena pecahan kaca. ?Ini jelas sebuah perbuatan kriminal,? ujar Menteri Dalam Negeri Dominique de Villepin, yang segera mengunjungi lokasi di kawasan bagian barat Paris itu. ?Sejauh yang kami tahu, tak ada ancaman sebelumnya. Tapi kami sedang menyelidiki hal ini,? katanya.
Presiden Prancis Jacques Chirac, yang sedang berkunjung ke Vietnam, meyakinkan Jakarta bahwa Prancis akan membantu Jakarta untuk menyelidiki hal ini. ?Semua upaya akan dikerahkan untuk mengungkap peristiwa ini,? ujarnya. Menurut pihak kepolisian Paris, bom itu diletakkan di depan kedutaan. Namun, jenis dan tipe bahan peledak belum bisa ditentukan.
Susilo Bambang Yudhoyono, yang akan dilantik sebagai presiden baru Indonesia pada 20 Oktober 2004, mengimbau agar Prancis dan pemerintah Megawati Soekarnoputri mengambil tindakan yang dibutuhkan. Dengan adanya ledakan ini, pemerintah Indonesia meminta agar semua kedutaannya di luar negeri berada dalam keadaan siaga.
Bestari Divonis Dua Setengah Tahun Penjara
Pengadilan Negeri Tapaktuan, Aceh Selatan, menjatuhkan vonis 30 bulan penjara kepada aktivis lingkungan Bestari Raden, Sabtu dua pekan lalu. Ia dinyatakan terbukti ikut melakukan sweeping bersama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Aceh Selatan dan memprakarsai aksi demonstrasi yang berbuntut pembakaran di belakang gedung PT Medan Remaja Timber, sebuah perusahaan HPH di Aceh Selatan.
Majelis hakim yang dipimpin Supriyadi, S.H. menyatakan Bestari Raden ikut melakukan sweeping bersama GAM pada Selasa, 8 Oktober 2002, di Lhok Kruet dan Lamno, Kecamatan Aceh Barat. Vonis hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta Bestari Raden dihukum penjara lima tahun.
Bestari Raden ditangkap aparat Kodim 0108 pada 23 Maret 2004 karena masuk daftar pencarian orang sebagai Panglima GAM wilayah Tapaktuan. Padahal, saat itu Bestari sedang bertugas sebagai anggota tim terpadu dalam rangka peninjauan ruas jalan Proyek Ladia Galaska. Bestari Raden adalah mantan pegawai negeri sipil yang bergiat di bidang advokasi lingkungan. Sejak 1999, Bestari dikenal sebagai seorang aktivis lingkungan hidup, hak asasi manusia, masyarakat adat, dan gerakan sosial.
Laksamana ke Dewan Pers
Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi, mengadukan lima media massa ke kantor Dewan Pers, Kamis lalu. Kelima media itu adalah majalah Trust, harian Nusa, Reporter, Rakyat Merdeka, dan Indopos. Laporan Laks ini berkaitan dengan pemberitaan lima media massa tersebut yang dianggap merugikan nama baiknya. ?Saya menggunakan hak untuk melaporkan ketidakadilan,? katanya kepada anggota Dewan Pers.
Ketidakadilan yang dimaksud Laks adalah berita tentang ?kaburnya? dia ke luar negeri, yang ditulis kelima media itu, sebagai buntut batalnya Laks menghadiri rapat dengar pendapat dengan DPR yang akan membahas privatisasi Merpati. Saat itulah berkembang isu bahwa ia kabur ke luar negeri dengan membawa uang negara US$ 125 juta. Atas berita itu, Laks menuntut kelima media itu masing-masing Rp 100 miliar dan meminta Dewan Pers menanggapi tuntutan ini. ?Maksimal satu minggu setelah pengaduan,? katanya.
Laks datang dengan didampingi delapan orang pengacaranya, yang dipimpin Juniver Girsang. Rombongan diterima anggota Dewan Pers, yang dipimpin ketuanya, Ichlasul Amal. Dalam laporan kepada Dewan Pers, Laksamana mengatakan bahwa dirinya sebagai warga negara Indonesia punya kemerdekaan pers sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Anggota Dewan Pers, Leo Batubara, berjanji melakukan pemeriksaan terhadap kelima media itu dan memberikan keputusan selambat-lambatnya 15 Oktober 2004.
Hakim Ad Hoc Korupsi Dilantik
Presiden Megawati Soekarnoputri melantik sembilan hakim ad hoc tindak pidana korupsi di Istana Negara, Kamis silam. Setelah menjalani pelatihan, mulai 1 November mendatang mereka akan menempati pos masing-masing. Tiga orang hakim akan bertugas di Mahkamah Agung, tiga hakim lainnya bertugas di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi, dan tiga sisanya akan ditempatkan di Pengadilan Tingkat Pertama Tindak Pidana Korupsi.
Tiga hakim yang akan bertugas di Mahkamah Agung adalah M.S. Lumme, Hamrat Hamid, dan Krisna Harahap. Sedangkan tiga hakim yang akan ditempatkan di Pengadilan Tinggi Pidana Korupsi adalah M. As?adi Al Ma?ruf, Sudiro, dan Abdurrahman Hasan. Mereka yang ditempatkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah Dudu Duswara, Achmad Linoh, dan I Made Indra Kusuma.
Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiqurrachman Ruki, yang hadir pada pelantikan itu, komisi siap melimpahkan dua kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, dan kasus korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi-saksi di Komisi telah selesai. Kini Komisi tinggal menunggu kesiapan Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi. ?Mungkin baru awal November mereka mulai bekerja,? kata Ruki.
Murid Aa Gym Dibuang ke Sungai Citarum
Tiga mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Akademi Kebidanan Universitas Ahmad Yani dirampok dan dibuang ke Sungai Citarum, Jumat dini hari pekan lalu. Saat kejadian, mereka dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Dustira Cimahi setelah mengikuti pengajian di Masjid Daarut Tauhid di Kompleks Pesantren Daarut Tauhid milik K.H. Abdullah Gymnastiar. Ketiga mahasiswi itu adalah Indah Rahayu, 20 tahun, Desi Sri Mulyati, 19 tahun, dan Ratih Rismayanti, 19 tahun.
Di kawasan Tagog, Cimahi, mereka naik angkutan kota jurusan Cimahi-Leuwipanjang menuju Rumah Sakit Dustira, tempat kuliah ketiganya. Saat mereka naik angkutan itu, di dalamnya sudah ada enam penumpang laki-laki: dua duduk di depan, empat lainnya di belakang.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba empat penumpang itu menyerang para mahasiswi. Di bawah ancaman dan todongan pisau, tangan ketiga mahasiswi itu diikat, mulut mereka ditempeli lakban, dan wajah ditutup dengan jilbab yang mereka pakai. Lalu ketiganya dibawa berputar-putar menggunakan angkutan kota itu.
Sekitar satu jam kemudian, angkutan kota itu berhenti di jembatan Cisaat di kawasan Jalan Nanjung, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung, di atas Sungai Citarum. Dari atas jembatan setinggi kurang-lebih 20 meter tersebut, ketiganya dilempar ke sungai berwarna hitam pekat itu.
Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Abdullah Gymnastiar, yang akrab disapa Aa Gym, berharap petugas kepolisian dapat membekuk para pelaku. ?Tindakan ini biadab. Mereka (pelaku) tahu kalau di tas korban ada mukena dan Al-Quran, tapi mereka tetap berupaya membunuh para korban dengan cara melemparkan ke sungai yang penuh limbah itu,? ujar Gymnastiar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo