RUMAH Nyonya Fadlawati di kawasan Bendumungul, Bangil, Jawa Timur, awal November lalu tampak semarak. Umbul-umbul dan kertas hias warna-warni dipasang di berbagai sudut rumah. Kursi-kursi ditata rapi, termasuk kursi pengantin. Sementara sebuah kamar mempelai berlantai karpet dilengkapi dengan perabot seperti meja rias dan lemari yang masih gres. Nyonya Fadlawati mantu, begitulah. Tak lama kemudian, rombongan keluarga mempelai pria yang dipimpin Nyonya Patmah memasuki pekarangan rumah Nyonya Fadlawati, dengan iringan tiga mobil Colt. Suasana berubah riuh. Mula-mula kue tart yang dihias lilin sepasang pengantin diserahkan kepada keluarga mempelai wanita. Selanjutnya, pengantin pria yang didandani ala Eropa dipertemukan dengan pengantin wanita. Mereka tampak malu-malu, tak pernah senyum, apalagi bicara. Pasangan itu kemudian digiring ke kursi pengantin, diiringi tepuk tangan para tamu yang sebagian besar terdiri dari anak-anak. "Kok, diam saja sih pengantinnya," celetuk seorang anak. "Wah, malu, ya," sahut yang lain. Para undangan, baik anak kecil maupun dewasa, ikut cekikikan. Pesta pun dimulai, makan dan minum seperti biasa. Setelah usai, seperti lazimnya, Nyonya Patmah tak lupa menitipkan pesan-pesan pada besannya. "Titip, ya, anggap anak sendiri," katanya pada Nyonya Fadlawati. Rombongan Nyonya Patmah minta pamit. Tapi mendadak si kecil Vera, putri Nyonya Patmah, menangis keras. "Mama, mana bonekanya, kok nggak ikut pulang?" jerit anak berusia 9 tahun itu. Salah satu keluarga Nyonya Patmah buru-buru menyodorkan sebuah boneka. Tapi Vera menampik. "Emoh, saya pingin Berba saja," katanya, menyebut nama boneka kesayangannya. Wah, runyam. Bukankah Berba itu sudah menjadi pengantin pria dalam perkawinan boneka yang meriah ini? Dan Berba sudah bersanding dengan Berby. Vera rupanya tak tahu bagaimana adat orang (walau kali ini boneka) kawin. Karena ia terus menangis, sementara perkawinan itu tak mudah diceraikan -- walau kali ini cuma boneka -- akhirnya Vera sekalian dititipkan di rumah keluarga Nyonya Fadlawati. Baru esok harinya Vera pulang ke rumah ibunya di Desa Lawang, Malang, Jawa Timur, sembari menggendong Berba. Berba dan Berby cerai? "Itu kan perkawinan bohong-bohongan, untuk hiburan saja," ucap Nyonya Fadlawati kepada M. Baharun dari TEMPO. Perempuan berusia 35 tahun ini mengaku penggemar boneka sejak dulu. Nyonya Patmah juga punya hobi sama. Mereka sepakat mengawinkan boneka koleksinya dengan upacara yang menelan biaya lebih dari setengah juta rupiah. Namanya hobi, mau bilang apa? Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini