Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Proyek sonder Hasil di Sudut Bogor

Tak ada kegiatan di lokasi proyek TPPAS Lulut-Nambo seluas 55 hektare.

9 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo di Bogor, Jawa Barat. Dok. Pemprov Jabar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • TPPAS Lulut-Nambo menggunakan teknologi mechanical biological treatment.

  • Proses pengolahan sampah akan menghasilkan bahan bakar turunan batu bara, yaitu refuse derived fuel.

  • Seluruh limbah dari pengolahan sampah di TPPAS Luna akan dikubur, didaur ulang, dan dibakar.

BOGOR – Panggilannya menggoda, Luna. Nama lengkapnya, Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Lulut-Nambo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proyek pembangunan tempat sampah itu tak kunjung menampakkan perkembangan besar sejak seremoni peletakan batu pertama, 21 Desember 2018. Satu-satunya tanda proyek tersebut berkesan masih ada hanyalah keberadaan dua unit alat berat yang terparkir di pintu utama lokasi, Kecamatan Citereup dan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh pemantauan dari sisi luar, Tempo tak mendapati kegiatan di lahan seluas 55 hektare di balik pagar berwarna hitam, putih, dan biru tersebut. Di pos jaga, ada petugas keamanan. Mereka melarang Tempo masuk ke lokasi tanpa izin Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik. "Lagi pula, sejak 2020, sudah tak ada aktivitas proyek di sini. Hanya ada kami (petugas keamanan) dan cleaning service," kata petugas keamanan yang mengaku bernama Ayonk itu kepada Tempo di lokasi, beberapa waktu lalu.

Rosadi, warga setempat, mengaku sempat menjadi pekerja konstruksi saat Luna mulai dipagari, sekitar dua tahun lalu. Menurut pria berusia 37 tahun itu, warga Citeureup mendengar rencana pembangunan TPPAS Lulut-Nambo saat Jawa Barat masih dipimpin Gubernur Ahmad Heryawan pada 2014. Namun rencana tersebut baru mulai terealisasi saat Gubernur Ridwan Kamil bersama konsorsium pemegang proyek PT Jabar Bersih Lestari (JBL) melaksanakan groundbreaking pada akhir 2018.

Menurut Rosadi, warga setempat sempat direkrut menjadi pekerja untuk sejumlah keperluan konstruksi mulai Juni 2019. "Belum sampai satu tahun, sudah berhenti pada Oktober," kata dia.

Rosadi tak mendapat penjelasan dari konsorsium JBL yang sempat dipimpin PT Panghegar Energy Indonesia (PEI) bersama perusahaan asal Korea Selatan dan Malaysia tersebut. Dari rumor yang beredar di antara pekerja, dia melanjutkan, proyek terhenti karena ada pembayaran pembebasan lahan yang bermasalah. "Tak tahu juga. Saya hanya kerja. Yang pasti, hingga kini kami semua masih dirumahkan," ujar Rosadi.

Warga melintas di Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 9 April 2018. ANTARA/Yulius Satria Wijaya.

TPPAS Lulut-Nambo memang sarat masalah. Proyek terhenti ketika PT Panghegar terganjal masalah pendanaan dengan rekanannya. Jawa Barat lalu mengeluarkan somasi kepada JBL dan memaksa PT Panghegar melepas dan menjual semua sahamnya di JBL kepada badan usaha milik daerah (BUMD) Jawa Barat, PT Jasa Sarana. "Karena (PEI) wanprestasi," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Prima Mayaningtias, kepada Tempo, dua hari lalu.

Luna tak seindah janji pemerintah Jawa Barat. Gubernur Ridwan Kamil menggadang-gadang proyek ini sebagai pilot project pengolahan sampah yang ramah lingkungan dan menguntungkan. Pembangunannya mengadopsi teknologi mechanical biological treatment (MBT), yang akan mengubah sampah perkotaan menjadi bahan bakar turunan batu bara dan kompos.

Kapasitas tempat pengolahan sampah ini diperkirakan mencapai 1.650-1.800 ton limbah perkotaan per hari. Sampah dengan kadar kelembapan 59,46 persen dan gross calorific value 1.678 kilokalori per kilogram ini akan dicacah. Proses selanjutnya adalah pre-treatment system dengan pemisahan sampah non-organik yang bisa didaur ulang. Limbah lainnya akan kembali masuk ke mesin pencacah untuk memperkecil ukurannya.

Setelah pengurangan kadar air yang berlangsung sekitar tiga pekan, sampah yang tersisa diolah menjadi bahan bakar turunan batu bara atau refuse derived fuel (RDF), sesuai dengan kebutuhan PT Indocement Tunggal Perkasa sebagai pengguna produk akhir. 

Fasilitas TPPAS Luna juga memperhatikan pengolahan limbah karena RDF yang dihasilkan dari proses ini hanya 35 persen dari total sampah. Sekitar 10 persen sampah yang tak terbakar, seperti tanah, pasir, dan kerikil, akan ditimbun dalam sanitary landfill. Sampah logam dan bahan recycle lain akan didaur ulang. Sedangkan limbah air akan masuk resirkulasi lindi yang menguapkan air ke udara, sehingga tak ada limbah yang mencemari lingkungan sekitar.

Prima menyatakan, meski terjadi perubahan struktur konsorsium pemenang tender dan perusahaan pendana, konsep proyek Luna sama dengan awalnya. "Tak ada kesepakatan yang diubah," kata dia.

FRANSISCO ROSARIANS | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | M.A. MURTADHO (BOGOR)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus