Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEGITU Achmad Hafiz Zawawi membuka rapat dengar pendapat itu, belasan anggota Komisi Perbankan langsung berlomba mengacungkan jari. Mereka seakan tak sabar memuntahkan "peluru" ke alamat Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang hadir di ruang Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis siang dua pekan lalu. Seperti diduga, dengar pendapat khusus membahas penyelamatan Bank Century pada November 2008 itu berlangsung panas.
Dari sejumlah anggota Dewan yang mendapat kesempatan pertama, Dradjad H. Wibowo, Harry Azhar Azis, Ade Komaruddin, Melchias Me keng, termasuk penanya yang paling vokal. Mereka mempertanyakan pembengkakan dana penyelamatan Bank Century menjadi Rp 6,7 triliun dari laporan sebelumnya hanya Rp 1,3 triliun.
Dradjad kaget atas pembengkakan suntik an modal Century yang sampai lima kali lipat. Dalam rapat pada 26 Februari 2009, katanya, "Kami cuma diberi tahu Lembaga Penjamin telah menalangi dana Rp 1,3 sampai 1,6 triliun." Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional ini heran dengan penjelasan bahwa penutupan Bank Century dinilai bisa berdampak sistemik. Padahal penutupan Bank Indover oleh Bank Indonesia pada tahun yang sama tak berdampak sistemik ke sistem perbankan nasional.
Harry Azhar menambahkan, dasar hukum Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyela matkan Century lemah sekali. Setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan ditolak DPR pada 18 Desember 2008, Komite Stabilitas tak berlaku lagi sehingga Lembaga Penjamin Simpanan seharusnya menghentikan suntikan modal. Tapi, faktanya, Lembaga Penjamin masih mengucurkan dana ke Bank Century. "Pemberian dana talangan ini ilegal," ujar Azhar.
Kewenangan Lembaga Penjamin mengucurkan dana Rp 6,7 triliun seharusnya dibicarakan dengan Dewan. Sebab di dalam institusi itu ada dana pemerintah Rp 4 triliun, yang notabene uang rakyat. "Sisa dana Lembaga Penjamin juga uang rakyat," kata Harry merujuk dana di Lembaga Penjamin Simpanan sebesar Rp 17 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Darmin Nasution, dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Firdaus Djaelani bergantian memaparkan kronologi penyelamatan Century- bank hasil merger Bank CIC Internasional, Bank Danpac, dan Bank Pikko. Menurut Sri, pada saat itu Komite Stabilitas Sistem Keuangan tidak mungkin menutup Bank Century karena ada 23 bank berpotensi kolaps bila Century ditutup. "Kemungkinan sistemiknya begitu nyata," ujarnya.
Jika pada saat itu Bank Century ditutup, kata Darmin, bisa memicu gelombang penarikan dana besar-besaran (rush) pada bank lain. Dan itu bisa mengganggu sistem pembayaran. "Juga bisa berdampak negatif terhadap pasar ke uangan."
Lantaran tak ada titik temu, pemimpin rapat Hafiz Zawawi menyatakan Dewan akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan menggelar audit investigatif. Sri Mulyani tak gentar dan mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit. Rapat yang sudah berlangsung hampir tujuh jam itu pun berakhir menjelang magrib.
Kamis malam 20 November 2008, pukul 21.30, Gubernur Bank Indonesia Boediono bersama dengan anggota dewan gubernur menyam bangi Lapangan Banteng kantor pusat Departemen Keuangan. Bank Indonesia meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan, yang diketuai Menteri Keuangan, memutuskan nasib Bank Century yang dilanda kesulitan likuiditas. Rasio kecukupan modalnya pun minus 3,53 persen.
Sebelumnya, pada 13 November 2008, dari kantornya di kawasan Kebon Sirih, Bank Indonesia telah melarang Bank Century ikut kliring. Bank sentral itu menyimpulkan Century harus segera diselamatkan. "Jika Century dibiarkan kolaps akan berdampak sistemik ke bank lain karena tekanan krisis global begitu kuat," demikian sumber Tempo di Jakarta.
Penentuan nasib bank yang dikendalikan PT Century Mega Investindo (milik Robert Tantular) dan First Gulf Asia Holdings Ltd. (Rafat Ali Rizvi dan Hesham al-Warraq) ternyata tak mulus. Sri Mulyani meragukan dampak sistemik bila Century ditutup. Fuad Rahmany, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, juga tak sepakat dengan bank sentral. "Bank Century hanya bank terbuka yang kecil," ujar sumber itu menirukan Fuad. Ketika dimintai konfirmasi, Fuad enggan menanggapi. "No comment," ujarnya kepada Tempo pekan lalu. Darmin, yang ketika itu masih menjabat Dirjen Pajak, pun tak kalah keras menentang pendapat Bank Indonesia.
Menurut sumber Tempo lain, pertemuan berlangsung panas dan sengit. Tak jarang keluar umpatan keras. "Lapangan Banteng menentang lantaran khawatir akan ada masalah di kemudian hari jika Century ditolong." Saking sedihnya, Deputi Gubernur BI Siti Ch. Fadjrijah tak kuasa memben dung ta ngis lantaran peserta rapat gencar menyoroti lemahnya pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank Century. Fadjrijah belum bisa dimintai tanggapan karena sampai saat ini masih dalam pemulihan setelah menjalani sebuah operasi.
Akhirnya, menjelang subuh yang artinya sudah masuk tanggal 21 November 2008-Sri Mulyani dan Boediono, dua anggota Komite Stabilitas, memutuskan penutupan Century akan berdampak sistemik. Rapat Komite Stabilitas yang telah berlangsung sepuluh jam itu ditutup sekitar pukul 07.00. Kemudian Sri Mulyani, Boediono, dan Lembaga Penjamin Simpanan menggelar rapat komite koordinasi untuk menyerahkan bank itu kepada Lembaga Penjamin. Setelah itu, Lembaga Penjamin membahas pelaksanaan suntikan modal ke Bank Century.
Dua hari setelah pertemuan sampai subuh itu, Lembaga Penjamin Simpanan menyuntikkan modal Rp 632 miliar. Tapi ternyata kebutuhan Century sudah berlipat menjadi Rp 2,7 triliun. Lembaga Penjamin menambah suntikan modal hingga tiga kali. Pada 5 Desember 2008, Century mendapat "infus" untuk menambah likuiditas Rp 2,2 triliun. Pada 3 Februari 2009, injeksi diberikan lagi Rp 1,55 triliun untuk tambahan modal. Dan pada 21 Juli lalu, sekali lagi Century disuntik tambahan modal Rp 630 miliar. Suntik an modal ini berjenjang lantaran hasil assessment dari Bank Indonesia keluar setahap demi setahap. "Di sinilah pang kal persoalan bermula," kata sumber Tempo di pemerintahan. "Akibatnya, penjelasan kebutuhan da na untuk Bank Century menjadi sepotong-sepotong dan tak utuh."
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Rochadi, menjelaskan bahwa dalam rapat Komite Stabilitas kebutuhan modal Century diperkirakan sekitar Rp 632 miliar. Tapi angka itu bisa berubah lantaran pemeriksaan dan audit investigasi belum rampung. Secara bertahap pemeriksa menemukan letter of credit (L/C) fiktif senilai US$ 197 juta, kredit macet senilai Rp 1 triliun, dan pemakaian dana sekitar US$ 18 juta yang diduga masuk kategori penggelapan. Surat-surat berharga Bank Century tak bernilai lagi. Menurut dia, kondisi inilah yang membuat rasio kecu kupan modal (CAR) Bank Century merosot perlahan-lahan. Laporan kebutuhan suntikan dananya kepada Lembaga Penjamin juga menjadi bertahap.
Terlepas dari informasi kebutuhan modal yang bertahap, menurut Darmin, tak ada persoalan hukum dalam penyelamatan Bank Century. Setelah Komite Stabilitas menyatakan Bank Century bersifat sistemik, rapat ditutup. Lalu digelarlah rapat komite koordinasi sesuai dengan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Kebetulan anggotanya sama, yakni Menteri Keuangan, Bank Indonesia, ditambah Lembaga Penjamin Simpanan dan Lembaga Pengawas Perbankan. "Jadi, yang bekerja sejak itu Lembaga Penjamin Simpanan," ujar Darmin, yang sekarang pindah ke Bank Indonesia.
Sumber Tempo di pemerintahan menambahkan, persoalan hukum Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan memang bisa diperdebatkan. Ini bermula dari keputusan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang tak pernah menyebutkan penolakan atas peraturan pemerintah pengganti undang-undang itu secara eksplisit. Sidang paripurna malah meminta pemerintah membuat rancangan undang-undang baru jaring pengaman sistem ke uangan. "Kalau Perpu jaring pengaman ditolak, seharusnya ada rancangan undang-undang pencabutan perpu," ujar sumber Tempo. Suntikan ke Bank Century dianggapnya sesuai dengan prosedur karena menggunakan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan.
Dradjad Wibowo tetap tak sependapat dengan argumen ini. Menurut dia, Lembaga Penjamin Simpanan bergerak atas perintah Komite Stabilitas Sistem Ke uangan. Lembaga Penjamin dijamin tidak akan berani mengeluarkan uang sepeser pun tanpa konsultasi dengan komite itu. Dradjad yakin payung hukum dan juga alasan penetapan stempel sistemik pada Century layak dipertanyakan.
Adapun Harry Azhar menduga Century tak ditutup karena ada nasabah besar yang dilindungi. Nasabah besar di Century kabarnya ada yang punya dana Rp 1-2 triliun, sedangkan Lembaga Penjamin Simpanan hanya menjamin dana nasabah sampai Rp 2 miliar. "Jika Century ditutup, nasabah besar tak bisa menarik uangnya. Kami minta Badan Pemeriksa Keuangan membongkarnya," katanya. Nasabah besar yang dimaksud Harry antara lain Budi Sampoerna, paman Putera Sampoerna mantan pemilik PT H.M. Sampoerna. Budi Sampoerna disinyalir punya dana Rp 1,8 triliun di Century.
Direktur Klaim dan Resolusi Lembaga Penjamin Simpanan Noor Cahyo membantah penyelamatan Century untuk melindungi nasabah besar. Budi Rochadi juga senada. "Ada penarikan atau tidak, untuk mencapai CAR 8 persen kebutuhan modal Century sekitar Rp 6,7 triliun," ujarnya. Tentang alasan sistemik, kata Budi, Bank Indonesia sudah membeberkannya dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada 20-21 November 2008. Saat itu kondisi perbankan nasional masih tertekan oleh krisis global. Banyak bank menengah-kecil mengalami problem likuiditas. Terjadi pula perpindahan dana dari bank kecil ke bank besar (flight to quality).
Menjelang penutupan Bank Century memang beredar rumor liar di masyarakat. Isinya mengerikan: banyak bank terancam kolaps. Ketika itu Erick Adriansjah, broker Bahana Securities, ditahan kepolisian karena menyebarkan e-mail yang berisi kabar ada beberapa bank yang kesulitan likuiditas.
Tak mengherankan, kata Budi, saat itu ada penarikan dana nasabah di 18 bank sekelas Century. Dana yang keluar dari bank-bank tersebut bertambah deras setiap harinya. Pada 10 November 2008, ada dana keluar senilai Rp 1,1 triliun dan terus berlanjut hingga menjelang penutupan Century. Total dana pihak ketiga di 18 tiga bank itu melorot lebih dari Rp 14 triliun. "Itu baru di 18 bank saja," katanya. Jika Bank Century ditutup, dampak ke bank lain bisa mengerikan. "Bisa memicu rush. Kerugiannya bisa melebihi suntik an ke Century sekarang. Itulah alasan sistemiknya," ujar Budi (lihat tabel).
Menurut Direktur Mandiri Sekuritas, Mirza Adityaswara, apa pun nama banknya bila dibiarkan kolaps saat itu akan memicu kekacauan di sektor perbankan nasional. Sebab pada November 2008 sedang terjadi kepanikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. "Jadi memang harus diselamatkan ketika itu," ujarnya. Pemerintah sebenarnya tahu Bank Century salah kelola. Tapi pemerintah tidak berani membiarkan Century tutup karena akan berdampak buruk kepada bank-bank lain. "Kalau mau ditutup seharusnya pada 2003, saat bank ini melanggar banyak hal," ujar Mirza.
Pengamat Perbankan Fauzi Ichsan sependapat dengan Mirza bahwa saat itu Century harus diselamatkan lantar an secara psikologis bisa menimbulkan kepanikan nasabah. "Tapi inti masalah bukan di situ," ujarnya. Problem sebenarnya, kata Fauzi, adalah ketidaktegasan pimpinan Bank Indonesia membiarkan pengelola Bank CIC, dan juga Bank Century melakukan banyak pelanggaran serta penggelapan dana. "Mengapa dibiarkan dari dulu?"
Budi menampik bahwa Bank Indonesia membiarkan pelanggaran di Bank Century. Sejak 2004 hingga 2008, katanya, bank sentral terus mengawasi bank ini. "Kami tiga kali meminta mereka menambah modal," katanya. Dua kali permintaan ini mereka penuhi (lihat time line Bermasalah Sejak Dulu). Bank Century memang sering masuk pengawasan intensif. Tapi pada saat kritis bank ini berhasil keluar lagi dan memperbaiki diri. Alhasil, Bank Indonesia tak punya alasan kuat untuk menutupnya, sampai akhirnya Bank Century benar-benar layak dinyatakan bank gagal pada November 2008.
Isu Bank Century terus menggelin ding. Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut berpendapat. Dia menyebutkan, ada perkara kriminal di Bank Century sehingga tidak layak diselamatkan. Kalla juga menuding pengawasan Bank Indonesia sangat lemah. Pernyataan Kalla ini semakin menguatkan aroma politik dalam isu Bank Century ini. Kebetulan anggota Dewan yang kritis, seperti Harry Azhar, Ade Komaruddin, dan Hafiz Zawawi, separtai dengan Kalla di Partai Golar. Dradjad juga merupakan tim sukses Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden lalu.
Menurut sumber Tempo, isu Bank Century diduga untuk menyodok Sri Mulyani dan juga Boediono menjelang pembentukan kabinet baru. Tujuannya agar bekas menteri perencanaan pembangunan ini tak punya kans lagi menjadi Menteri Keuangan. "Sri Mulyani ini pintar, tapi beberapa kebijakan tak cocok dengan anggota Dewan," ujarnya seraya menyebutkan jika motifnya bia sa mengapa baru diributkan saat ini. "Para analis pasar pun sudah tahu duit Rp 6,7 triliun sejak Februari 2009."
Baik Dradjad maupun Harry menampik tudingan ini. "Itu naif dan le bay (berlebihan). Soal posisi menteri itu urusan presiden," ujar Dradjad. "Kami tak ada kepentingan dengan itu. Kami hanya ingin menunjukkan uang itu adalah uang rakyat," kata Harry.
Sri Mulyani pun tak merasa diserang anggota Dewan. "Enggak tuh." Cuma dia cemas isu Century bisa berakibat buruk terhadap bank itu. "Kami khawatir usaha pemerintah menjadi sia-sia." Hingga Juli lalu Bank Century memang sudah untung Rp 139,9 miliar. Tapi isu panas atas penyehatan Century yang tak sesuai dengan fakta bukan mustahil bisa menjungkalkan kembali bank ini.
Jika Bank Century kembali kolaps, dikhawatirkan dana suntikan Rp 6,7 triliun tak bakal kembali. Padahal, kalau dibiarkan beroperasi normal, Century diperkirakan bisa mengeduk laba. Mulai akhir April lalu, Century juga sudah keluar dari klinik BI.
Padjar Iswara, R.R. Ariyani, Ismi Wahid, Munawwaroh, Iqbal Muhtarom, Bunga Manggiasih
Kebutuhan Dana Penyelamatan Bank Century
Neraca | Assessment | CAR (%) | Kebutuhan Modal* |
31/10/2008 | 20/11/2008 | -3,53 | 632 |
20/11/2008 | 23/11/2008 | -35,53 | 2.655 |
31/12/2008 | 27/01/2009 | -19,21 | 2.201 |
31/12/2008 | 31/03/2009 | -22,29 | 1.550** |
30/06/2009 | 24/07/2009 | 8 | 6.762 |
*Rp miliar, **audit KAP
Sumber : Bank Indonesia
Kepemilikan Saham PT Bank Century Tbk.
Setelah diambil alih LPS, semua saham dikuasai oleh LPS
Publik | 57,22% |
Antaboga Deltasekuritas | 7,44% |
PT Century Mega Investindo | 9,00% |
First Gulf Asia Holding Limited | 9,55% |
Clearstream Banking SA Luxembourg | 11,15% |
PT Century Super Investindo | 5,64% |
Sumber: laporan keuanganCentury
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo