Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI kalangan wartawan peliput kasus bom Bali, lima tahun silam, Urip Tri Gunawan tergolong jaksa populer. Kendati terkesan pendiam, Urip tak kikir jika dimintai komentar. Banyak pula yang memujinya ketika menuntut hukuman mati atas terdakwa pelaku bom jahanam itu. ”Tindak pidana korupsi itu juga sama seperti teroris, dilakukan secara terencana,” katanya suatu ketika kepada wartawan yang mewawancarainya, seusai persidangan.
Setelah masuk Kejaksaan Agung, Urip akhirnya memang banyak berhubungan dengan kasus korupsi. Tak dinyana, kasus ini pula yang membuat pria 42 tahun itu tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi di depan rumah Sjamsul Nursalim, Ahad pekan lalu. Di mobilnya ditemukan US$ 660 ribu (sekitar Rp 6 miliar), yang diterimanya dari Artalyta Suryani, yang diduga berkaitan dengan kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia untuk Bank Dagang Nasional yang ditanganinya.
Banyak sahabatnya terkejut mendengar Urip dibekuk. ”Dia itu bukan golongan jaksa yang aneh-aneh,” kata Muhammad Taufik, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradin) Surakarta, teman satu almamater Urip di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo. ”Selama ini kami kenal dia sebagai jaksa yang tekun dan lurus,” ujar Jaksa Ridwan Kadir, kolega Urip di Kejaksaan Negeri Denpasar.
Urip memulai kariernya sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 1991. Dari sini ia ditugaskan ke Kejaksaan Negeri Maliana, Timor Timur. Kariernya mulai moncer. Ia kemudian diangkat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kofalima. Ketika bertugas di Timor Timur, Urip pernah menangani seorang diri kasus kerusuhan Maliana, lantaran tak ada jaksa yang mau memegang kasus itu. Ia menjemput dan mengantar sendiri para terdakwa dari Kabupaten Atambua ke Kofalima, yang jaraknya sekitar 200 kilometer.
Tiga tahun bertugas di Timor Timur, pada 1998 penggemar olah raga renang ini diangkat menjadi Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Amlapura, Bali. Setahun menduduki jabatan itu, ia dipromosikan sebagai Kepala Seksi Penindakan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali.
Ketika ia bertugas di kejaksaan tinggi itulah bom Bali meletus. Urip ditunjuk memegang kasus ini, tugas yang ditanggapinya sebagai tantangan. ”Itu berarti saya harus mengasah diri,” ujar pria yang beristrikan jaksa ini. Sukses menangani kasus bom Bali, Urip—yang pada masa mahasiswa aktif mengelola majalah Fakultas Hukum UNS, Novum—dipindahkan ke Jakarta. Ia ditunjuk sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
Pada posisi itu ia pernah menjadi bawahan Muhammad Salim, yang kemudian jadi atasannya di Kejaksaan Agung. ”Ia salah satu jaksa yang pintar,” Salim bercerita. Pada Maret 2007, anak ketiga dari enam bersaudara ini diangkat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Bali.
Kendati dinilai berhasil menangani kasus korupsi yang melibatkan Ketua DPRD Klungkung, I Wayan Sutena, ia pernah dianggap gagal dalam mengusut kasus korupsi pengadaan kapal Dinas Kelautan Klungkung. Kasus korupsi lain yang pernah dipegangnya adalah kasus Yayasan Bali Dwipa. Kasus ini menyeret Nyoman Sugiri dan mantan Gubernur Bali, Ida Bagus Oka.
Di persidangan, hakim memvonis Sugiri bersalah dan Oka bebas. Lepasnya Oka dari jerat hukum sempat menimbulkan isu tak sedap untuk Urip. Ia dituduh menerima suap. ”Tuduhan itu keterlaluan,” katanya ketika itu.
Baru tiga bulan bertugas di Klungkung, Urip ditarik ke Gedung Bundar, menjabat Kepala Sub-Seksi Ekonomi Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Khusus. Ketika Kejaksaan Agung mengangkat kembali kasus BLBI, ia ditunjuk sebagai ketua tim kasus Bank Dagang Nasional Indonesia.
Sebagai jaksa dengan gaji pokok sekitar Rp 3,5 juta per bulan, kehidupan Urip terhitung makmur. Dari jaksa yang masih mengontrak rumah pada 2000-an, kini ia memiliki rumah lumayan bagus senilai sekitar Rp 500 juta di Jalan Tukad Batanghari XI C No. 30, Panjer, Denpasar. Rumah itu ditempati istrinya, yang hingga kini bertugas di Bali.
Di Ibu Kota, Urip juga punya satu rumah di kompleks Kemang Pratama, Bekasi. Ia punya tiga mobil: sedan Civic, jip Hardtop, dan Cherokee.
Ramidi, Jalil Hakim, Rofiqi Hasan (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo