MEROKOK, dan sehat. Ini pasti mengundang debat. Namun, tidak bagi Antong, 46 tahun, warga daerah Jalan Kapasan Kidul, Surabaya. Ayah empat anak ini, menurut ceritanya, sudah mengenal rokok sejak di kelas IV SD. Waktu itu ia tahu pula campuran tembakau agar terasa nikmat bila diisap. Antong anak nomor enam dari 13 bersaudara. Tiga di antaranya kini menetap di RRC. Bagi Antong, rokok justru merupakan jalan rezeki. Tapi harap jangan telanjur menduganya bahwa ia adalah saudagar rokok. Ia ini tulen konsumennya, dan tiap hari mampu menghabiskan rata- rata 27 bungkus. Ha? Hanya untuk kepas-kepus itu tiap hari tidak kurang Rp 20 ribu dari sakunya menguap jadi asap. Tak heran jika istrinya di rumah sering sewot hingga ia lebih suka menghindar. "Paling, kalau mau tidur, baru pulang," katanya kepada Zed Abidien dari TEMPO. Itu baru satu soal yang timbul akibat rokok. Namun, secara fisik Antong mengaku tak punya keluhan. "Sampai hari ini saya tidak pernah sakit," katanya sambil mengungkapkan bahwa tiga bulan sekali ia kontrol pada Letnan Kolonel Lukito, dokter yang berdinas di Polda Jawa Timur. Jumlah rokok yang sehari-hari diisapnya, jika dihitung, lebih dari 300 batang. Itu bukan hanya dari satu merek, tapi terdiri atas sembilan merek, yaitu Gudang Garam, Bentoel, Djarum, Dji Sam Soe, Marlboro, Wismilak, Lucky Strike, Ardath, dan Sampoerna. "Dulu saya mengisap lima macam rokok, rezeki rasanya kurang lancar. Lalu sejak tahun 1986 saya mengisap rokok sembilan macam," tuturnya. Sejak saat itu, menurut Antong, rezekinya menjadi lancar. Namun, yang kurang lancar adalah jawabannya tentang jenis usahanya. "Ya, cuma bantu-bantu orang, semacam jual jasa," kata perokok mahaberat ini. Akibat model pekerjaannya yang harus sabar menanti orang, Antong kian jauh dilibat kebutuhan akan rokok. Tak cukup dengan rokok, Antong juga doyan mengunyah permen. Tiap hari ia selalu membekali diri satu kilo permen. Jadi, rokok dan permen merupakan menu penting di dalam buntalan yang dibawanya ke mana-mana, bukan sekadar untuk diri sendiri tapi juga dibagi-baginya, terutama permen. Paling tidak, itu untuk anak-anaknya karena, meski ayah mereka pecandu rokok kelas superberat, hingga kini anak-anak itu belum satu pun yang mewarisi kebiasaan memanggang uang ini. Antong, mungkin, merupakan reklame yang baik sebagai model perokok ganjil. Ia kehilangan indera penciuman, dan lidahnya pun sudah tak peka lagi. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini