Naskah Quran karya Ruzbihan pada abad ke-16 dipamerkan hanya satu malam di Jakarta. Koleksi kuno Quran di Indonesia ada pula yang indah. DECAK kagum sesekali terdengar di tengah kesenyapan ruang mewah Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Itu terjadi dalam pameran naskah Quran yang hanya berlangsung semalam, Selasa pekan lalu -- yang hanya memajang 25 copy lembaran kitab suci itu. Tapi yang terasa malam itu ialah suasana pameran lukisan ketimbang suasana religius. Dan Hajjah Dewi Motik Pramono, sang penyelenggara, memang tidak bermaksud menyelenggarakan pengajian. Tak pelak, karya Muhammad Ibn Na'im al-Tab'i ini memang merupakan karya tulis indah berhiaskan ornamen berupa lekuk-liku garis dan bebungaan dengan 28 macam warna -- termasuk warna-warni hurufnya. Kesan pertama menyaksikan karya abad ke-16 Masehi atau tahun 927 Hijri ini ialah bahwa Ruzbihan ini -- seniman dari Shiraz, Iran -- telah mengerjakan karyanya dengan penuh rasa cinta. Dan hasilnya, suatu karya yang rumit, detail, rapi. Pendeknya, cantik. Bila ragam hias Quran terbitan sekarang hanya tampil pada lembar-lembar pertama -- biasanya pada Surah al-Fatihah dan lembar pertama al-Baqarah -- pada Quran yang amat langka ini, ragam hiasnya memenuhi halaman demi halaman, dengan motif dan warna yang berbeda. Gaya penulisan indah (disebut khat) yang dipakai oleh Ruzbihan ini merupakan perpaduan antara gaya tsulutsi dan naskhi -- dua dari delapan gaya kaligrafi Arab. Salah satu contoh adalah gaya tsulutsi, gaya penulisan ayat Quran dengan benang emas pada kain kiswah (selimut penutup Ka'bah) yang berwarna hitam. Sedangkan model naskhi, merupakan standar huruf Arab yang biasa digunakan untuk karya ilmiah. Meskipun yang dipamerkan malam itu termasuk kitab Quran seutuhnya ukuran 45 x 30 senti setebal 890 halaman -- bukanlah lembar asli, karya itu sungguh mengundang rasa kagum. Naskah aslinya disimpan di perpustakaan Chester Beatty, Dublin, Inggris. Pada 1916, Alfred -- pemilik perpustakaan itu -- membeli naskah itu di balai lelang Christies, London. Kitab suci umat Islam itu mula-mula dihadiahkan oleh salah seorang penguasa Iran, pada zaman dinasti Safawi, kepada salah seorang Sultan dari dinasti Ottoman di Konstantinopel, dan disimpan di salah satu perpustakaan istana Topkapi. Dan, entah bagaimana, kemudian menjadi milik salah seorang duta besar Kerajaan Rusia di Konstantinopel. Baru 1988, mushaf alias manuskrip ini disahkan Akademi Riset Islam Universitas al-Azhar, Kairo, dan dari Dar al-Iftaa, Damaskus. Tapi tidak seperti halnya pencetakan Quran di dunia yang disahkan lembaga yang berwenang untuk itu -- di Indonesia oleh Lajnah Pentashih Mushaf al-Quran -- salinan Quran antik ini tidak menyertakan tanggal dan nomor pengesahan seperti lazimnya. Itu tak berarti salinan naskah Ruzbihan ini tidak sah. Sebab seperti kata Ahmad al-Samarai, dari Recite Publication Inc., London, semua duplikasi diberi nomor seri. "Jadi, kalau ada dua naskah yang bernomor sama, pasti satu di antaranya palsu. Dan kami akan menuntut pelaku pemalsuan itu," katanya. Recite Publication inilah yang memegang hak penggandaan Quran cantik itu. Namun, oleh al-Azhar, jumlah penggandaan itu untuk sekali penerbitan dibatasi hanya sebanyak 3.000 eksemplar, yang menurut Ahmad "untuk mempertahankan nilai dan eksklusivitasnya". Sebelum di Jakarta, Quran antik ini dipamerkan di Kuala Lumpur hanya selama dua jam, dan di kalangan sangat terbatas di Brunei Darussalam. Oktober nanti, salinan karya Ruzbihan itu kembali akan dipamerkan di Jakarta dalam Festival Istiqlal, menyusul kemudian pameran di beberapa kota besar di dunia. Bagi yang berminat bisa memilikinya dengan harga Rp 12,5 juta. Menurut Raja Ashman ibn Azlan Shah, harga itu termasuk murah. "Balai lelang Christies malah memperkirakan harganya sekitar 10.000 poundsterling," kata putra kedua Yang Dipertuan Agong Malaysia, yang ikut mensponsori pameran ini. Malam itu, dari 250 mushaf yang dijual, laku 20 buah. Pembelinya antara lain: Menteri Agama Munawir Sjadzali, pengusaha Sudwikatmono, Setiawan Djody, ahli kecantikan Martha Tilaar, Ny. Halimah Bambang Trihatmojo. Dan ternyata Quran tua koleksi Indonesia sendiri tak kalah indah. Misalnya peninggalan Almarhum Haji Masagung di perpustakaan Walisongo, Kwitang, Jakarta. Di sini ada 460 buah, yang umumnya anonim dan tidak bertahun. Usianya antara 200 dan 300 tahun. Beberapa koleksi Yayasan Pendidikan al-Quran milik Dr. H Ibnu Sutowo juga tak kalah cantik. Ada koleksi Walisongo yang berusia 70 tahun, milik H. Asmuni, Malang. Tulisannya rata seperti barang cetakan, setiap halaman juga penuh aneka ornamen warna warni. Menurut Thabrany Aziz, perawat koleksi Quran perpustakaan Walisongo yang membedakan Quran kuno asal Malang dengan karya Ruzbihan ialah: gaya tulisan Ruzbihan kurus dan jangkung sedangkan gaya Quran Malang tebal gemuk. Dan keindahan khat-nya, konon, tak kalah. Budiman S. Hartoyo, Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini