Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menyingkap Identitas Mumi

Sarah Wisseman, arkeolog dari Universitas Illinois berhasil melacak identitas mumi. Dengan sinar x, ct scan dan komputer. Wajah asli mumi bisa dire- konstruksi.

17 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang arkeolog Universitas Illinois berhasil melacak identitas mumi. Sinar X, CT scan, dan komputer sangat berperan. Wajah asli mumi bisa direkonstruksi. SESOSOK jasad, berbentuk mumi, teronggok diam di sebuah sudut di museum World Heritage, Universitas Illinois, di Urbana, Amerika Serikat. Tak jelas betul raut wajah di balik bungkusan kain warna cokelat tanah itu. Tak jelas pula riwayatnya. Yang terlihat jelas hanya selapis kain bercampur lilin yang membatu, dengan ornamen berlanggam Mesir. Sarah Wisseman, arkeolog dari Universitas Illinois, mendapat tugas mencari identitas mumi berukuran 140 cm itu. Tak ada bekal catatan apa pun, kecuali keterangan, mumi itu didapat dari pedagang barang antik di Chicago. Si pedagang pun cuma tahu bahwa mumi itu sempat menghiasi satu museum keluarga di Illinois selama 60 tahun. Selebihnya, nol. Mula-mula Wisseman ingin membongkar pembungkusnya dan mengotopsinya. Tapi niat itu pagi-pagi diurungkan. Kalau bungkus itu dibongkar dikhawatirkan isinya akar hancur. Dia ingin menjaganya tetap utuh. "Agar bisa dipajang lagi di museum," ujarnya, seperti ditulis majalah Discover Juli lalu. Wisseman pun memilih mencoba menyingkap misteri mumi itu dengan alat-alat diagnostik kedokteran -- hal yang tak lazim ditempuh arkeolog. Maka, dengan mobil station wagon-nya, ia memboyong si mumi kecil ke sebuah klinik radiologi. Di situ, Wisseman memeriksa struktur tubuh mumi tersebut dengan sinar X. Dari foto-foto itu, dia melihat bahwa kedua tulang pipa di ujung kedua lutut mumi itu belum saling melekat. Artinya, "Ini mumi anak-anak," kata Wisseman. Kedua tulang itu akan melekat di saat usia anak berusia 14 sampai 16 tahun. Dengan sinar X pula Sarah Wisseman menemukan gigi susu si mumi, yang ada di depan gigi dewasa. Melihat posisi gigi itu, Wisseman yakin, si mumi dulunya bocah berumur 7-9 tahun. Tentang jenis kelaminnya, ia tak menemukan petunjuk pasti. Tulang pinggulnya belum memberikan ciri yang kuat, pria atau wanita. Penyebab kematiannya tak terungkap lewat foto ronsen itu. Wisseman justru memperoleh bukti bahwa tulang-belulang si mumi sehat. "Entah mengapa dia mati muda," katanya. Yang paling diyakininya adalah asal-usul bocah itu dari kelas bawah. Sebab, "Bocah itu mati tanpa membawa jimat," tutur Sarah Wisseman. Mumi dari keluarga bangsawan biasanya dibekali pelbagai macam jimat. Berdasarkan pemeriksaan terhadap pembungkus mumi serta ornamennya, Wisseman memperkirakan bocah itu hidup 2.000 tahun lalu, pada zaman Romawi. Pada masa itu, memumikan mayat tak lagi monopoli kaum bangsawan bagi bangsa Mesir. Semua orang punya hak jadi mumi. Yang membedakan hanya desain, ornamen, dan jimat-jimatnya. Perajinnya, konon, butuh waktu 70 hari untuk menggarap sebuah mumi. Perajin mumi biasanya telaten dan tegaan. Dia membedah tubuh jenazah. Paru-paru, hati, semua isi perut, bahkan kadang-kadang otak si mati, dikeluarkan. Tapi jantung tetap dibiarkan utuh di posisi semula, karena dianggap organ keramat, tempat bersemayamnya arwah. Organ-organ penting itu kemudian digarami, dibungkus kain, lalu dimasukkan ke rongga perut. Sering pula organ-organ dimasukkan ke dalam cawan keramik, lantas ditempatkan di antara kedua kaki si mumi. Kalau ini yang dilakukan, rongga perut si mati diisi dengan buah anggur madu, palem, bawang, pasir, bahkan lumpur. Berikutnya, tubuh si mati diolesi balsem (lilin) sampai rata. Dikeringkan, kemudian dibalut dengan kain, dan diolesi lagi dengan balsem. Berikutnya baru diberi ornamen. Sampai di sini, Wisseman belum mampu mengungkap jenis kelamin si mumi bocah itu kendati telah menggunakan foto sinar X. Dengan mobil ambulans, Wisseman membawa mumi kecil itu ke Joe Barkmeier, ahli radiologi. Barkmeier memeriksanya dengan CT scan -- alat diagnostik yang bisa menggambarkan potongan demi potongan organ tubuh dalam tiga dimensi. Wisseman pun memperoleh keterangan tambahan, tentang isi kepala mumi yang tak keruan bentuknya. Begitu pula dengan isi perut. Temuan lain adalah retak-retak di tulang belakang, yang diduga muncul ketika mumi kecil itu digarap. Tak puas dengan hasil itu, Wisseman menemui ahli lain, Dave Lawrance, yang punya CT scan lebih canggih dan didukung komputer berkapasitas besar. Hasilnya adalah gambar-gambar tiga dimensi yang tajam dan detail. Wisseman mendapat gambaran lengkap tentang kontur tulang kepala mumi dan bagian-bagian rangka lainnya. Tapi data itu tetap tak mengungkapkan jenis kelamin si mumi -- hal yang membuat Sarah Wisseman penasaran. Dia nyaris putus asa. Untung, Lawrance ingat nama Ray Evenhause, seorang ahli visualisasi biomedik. Data yang diperoleh bersama Lawrance diserahkan kepada Evenhause untuk diolah dengan komputernya. Mula-mula dibentuk tengkorak tiruan dari plastik. Kemudian, kulit kepala, pipi, dagu, dahi, dibuat sesuai dengan ukuran rata-rata bocah Mesir. Ukuran gigi dan gusi dimanfaatkan untuk merancang bentuk bibir serta mulut. Lubang tulang hidung dipakai untuk membangun hidung, lalu mata dan telinga digarap. Sesudah semua lengkap, Ray Evenhause membuat wajah tiruan dari tanah liat di atas tengkorak plastik itu. Hasilnya adalah wajah bocah Mesir dengan hidung mancung dan bermata lebar. Tapi Evenhause tak punya data untuk meramal warna kulit, mata, dan rambut. Tak jadi soal. Dan yang paling penting jenis kelaminnya? Itu pun soal mudah Evenhause punya program, untuk memproyeksikan gambar bocah ke wajah dewasanya. Program ini sering dibuatnya untuk mengenali jejak anak hilang. Program itu pun serta-merta menyulap wajah bocah mumi itu ke masa dewasanya. Hasilnya: Wisseman dan Evenhause sama-sama setuju menyebut si bocah mumi itu sebagai anak laki-laki. Lantas, mumi itu pun kembali ke museum universitas. Putut Trihusodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus