Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Salah Urus Donasi Berbuah Persepsi Negatif

Masalah yang melilit ACT menimbulkan persepsi negatif terhadap lembaga filantropi.

7 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Kantor Aksi Cepat Tanggap di, Makassar, Sulawesi Selatan, 6 Juli 2022. ANTARA/Abriawan Abhe

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Keputusan pemerintah terhadap ACT ikut mempengaruhi sikap para dermawan.

  • Banyak donatur yang bertanya-tanya di kanal pelayanan konsumen.

  • Sejumlah lembaga filantropi mendukung keputusan pemerintah.

JAKARTA – Kementerian Sosial telah mencabut izin organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk menerima donasi berupa uang dan barang. Langkah ini diambil setelah organisasi itu terindikasi menyalahgunakan dana donasi yang mereka terima. Sejumlah lembaga filantropi mendukung keputusan pemerintah tersebut selama didasarkan pada bukti-bukti yang benar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Supaya berbagai pihak dapat terus memberi kepercayaan (kepada lembaga filantropi)," kata pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nadhlatul Ulama (LPBI NU), M. Ali Yusuf, kemarin, 6 Juli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ali mengatakan ada sejumlah pelajaran yang bisa diambil dari masalah yang membelit ACT itu. Di antaranya tentang tata kelola kelembagaan yang profesional dan transparan dengan menjaga akuntabilitas. LPBI NU, kata Ali, akan memperkuat sistem serta mekanisme monitoring dan evaluasi. "Kami membuka layanan bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik, saran, dan informasi agar manfaat program benar-benar dirasakan," ujar dia.

Direktur Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa, Bambang Suherman, sependapat dengan Ali. Menurut Bambang, pemerintah memang memiliki kewenangan mencabut izin lembaga kemanusiaan yang menyalahi kode etik dalam menjalankan aktivitas kedermawanan. Langkah ini menjadi salah satu upaya agar lembaga sosial tidak melakukan kesalahan serupa. "Karena biar bagaimanapun, lembaga sosial memiliki peran signifikan dalam menyelesaikan masalah di masyarakat," tutur Bambang.

Petugas Dompet Dhuafa memasang fasilitas Disinfection Chamber (bilik disinfektan) di Kawasan Blok M, Jakarta, 24 Maret 2020. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Yayasan ACT mendapat sorotan setelah Tempo menurunkan laporan dengan tajuk "Kantong Bocor Dana Umat". Laporan itu memuat tulisan tentang dugaan penyelewengan dana donasi di organisasi tersebut. Presiden ACT Ibnu Khajar tidak membantah pemberitaan yang ditulis Tempo meski ia menganggap tidak semua isi tulisan itu benar.

Tiga hari setelah berita itu muncul, Kementerian Sosial menerbitkan surat keputusan bernomor 133/HUK/2022 tentang pencabutan izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang yang diberikan kepada ACT. Surat itu ditandatangani oleh Menteri Sosial ad interim, Muhadjir Effendi, pada 5 Juli 2022. "Jadi, kami mencabut dengan pertimbangan karena ada indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal, barulah kemudian akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Muhadjir dalam keterangan tertulis.

Menurut Muhadjir, indikasi pelanggaran itu salah satunya mengenai penggunaan sumbangan untuk dana operasional. Berdasarkan aturan, dana sumbangan yang terkumpul hanya bisa digunakan sebesar 10 persen untuk biaya operasional. "Dari hasil klarifikasi, ACT menggunakan rata-rata 13,7 persen," ujar Muhadjir.

Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (tengah) di kantor Kemensos, 5 Juli 2022. Dok Kemensos

Keputusan pemerintah terhadap ACT, kata Bambang, ikut mempengaruhi sikap para dermawan. Paling tidak, hal itu terlihat di Dompet Dhuafa. "Banyak donatur yang bertanya-tanya di kanal pelayanan konsumen," ucapnya. "Sebagian besar ingin mengetahui secara detail tata kelola Dompet Dhuafa."

Bambang menilai momentum ini menjadi kesempatan bagi pengurus Dompet Dhuafa untuk memberi pemahaman tentang lembaga zakat. "Pola regulasinya berbeda antara lembaga zakat dan lembaga kemanusiaan," kata dia.

Di lembaga zakat, kata Bambang, pengawasan dana donasi dilakukan secara berlapis. Untuk audit manajemen, pengawasannya dilakukan langsung oleh Kementerian Agama. Sedangkan monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional. Selain itu, ada audit syariah oleh Majelis Ulama Indonesia serta audit kantor akuntan publik oleh Dompet Dhuafa.

Wakil Presiden Bidang Komunikasi dan Pengembangan Jaringan Human Initiative, Romi Ardiansyah, prihatin akan masalah yang terjadi di ACT. Kasus tersebut turut menjadi ruang introspeksi bagi lembaga sosial agar senantiasa menjaga dan memperbaiki tata kelola kelembagaan.

Human Initiative, kata Romi, berupaya membangun sistem pengelolaan organisasi yang akuntabel dalam mengelola dana publik. Masyarakat turut dilibatkan untuk memberi masukan atas kualitas layanan program Human Initiative. Audit keuangan juga dilakukan secara berkala oleh unit internal, baik dari segi keuangan maupun kinerja dampak program.

Romi mengatakan kasus ACT pasti membangun persepsi publik terhadap lembaga sosial. Namun, selama pengelolaan tetap dilakukan sesuai dengan aturan main, ia yakin persepsi negatif bisa disingkirkan. "Apalagi kami yakin bahwa kerja-kerja kemanusiaan saat ini masih diperlukan," ujar Romi.

IMA DINI SHAFIRA | FIRYAAL TSAABITAH | EGI ADYATAMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus