Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU lembar rangkuman catatan keuangan 13 proyek PT Muara Wisesa Samudra diperlihatkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja pada 2 Mei lalu. Dalam catatan itu, biaya pekerjaan dikelompokkan ke pos kontribusi tambahan proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Anak usaha Agung Podomoro itu merupakan pemegang izin reklamasi Pulau G seluas 161 hektare atau dikenal sebagai Pluit City.
Didampingi pengacaranya, Adardam Achyar, Ariesman diperiksa sebagai tersangka dugaan suap dalam pembahasan rancangan peraturan daerah reklamasi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Selama delapan jam, dia dicecar dengan puluhan pertanyaan oleh seorang penyidik di salah satu ruangan lantai 8 gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Seorang sumber yang mengetahui pemeriksaan itu mengatakan catatan keuangan Muara Wisesa diperoleh penyidik saat menggeledah ruangan bagian keuangan dan akuntansi Agung Podomoro Land di lantai 45, Podomoro City, Jalan S. Parman, Slipi, Jakarta Barat, 1 April lalu. Dari penggeledahan itu, termasuk terhadap ruang kerja Ariesman di lantai 46, disita sejumlah dokumen yang dibawa dalam dua kontainer plastik berukuran sedang.
Kepada penyidik, Ariesman membenarkan, 13 proyek yang dikerjakan pada 2013-2016 itu kewajiban tambahan proyek reklamasi yang diminta Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Menurut dia, ada proyek yang sedang dan sudah dikerjakan. "Hal tersebut akan diperhitungkan ke kontribusi tambahan," ujar Ariesman, seperti tertulis dalam dokumen hasil pemeriksaan pada 2 Mei lalu, yang salinannya diperoleh Tempo.
Laporan itu memuat kontrak 13 pekerjaan Muara Wisesa senilai Rp 392,6 miliar. Total biaya yang sudah dikeluarkan Rp 218,7 miliar. Sedangkan jenis pekerjaan yang digarap antara lain pembangunan dan pengadaan mebel rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, pengadaan rumah pompa dan fasilitasnya, serta penertiban kawasan prostitusi Kalijodo.
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan kabar tentang temuan lembaganya itu, yang sudah ditanyakan ke Ariesman. "Sedang didalami apa dasar hukum kebijakan itu. Dari sini kami melangkah," ujarnya. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga tidak menyangkal. "Saya percaya Tempo akurat," katanya.
Adardam membantah pengakuan kliennya tanpa memberikan penjelasan. "Itu tidak benar," ujarnya. Adapun General Manager Pemasaran Agung Podomoro Land Alvin Andronicus menampik kabar bahwa sebagian besar dari 13 proyek itu dikerjakan perusahaannya. Ia hanya menyebut pembangunan rusunawa di Daan Mogot yang terkait dengan penerbitan izin reklamasi. "Itu atas dasar kompensasi sesuai dengan izin," katanya.
Seorang penegak hukum di KPK mengatakan kebijakan penerimaan kontribusi tambahan dari pengembang reklamasi berpotensi menyimpang karena tidak memiliki landasan hukum. Ketentuan ini baru diusulkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Pembahasan aturan tersebut alot karena DPRD DKI Jakarta meminta kontribusi tambahan yang diusulkan Basuki sebesar 15 persen dihapus atau paling tidak turun menjadi 5 persen.
Belakangan, Dewan menunda pembahasan hingga 2019 setelah KPK menangkap salah satu anggotanya, Mohamad Sanusi. Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Gerindra ini dibekuk setelah menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Ariesman lewat anak buahnya, Trinanda Prihantoro, di Mal FX Sudirman, Jakarta, akhir Maret lalu. Penangkapan ini terjadi sepekan sebelum sidang paripurna pengesahan Raperda.
Komisi antikorupsi menetapkan ketiganya sebagai tersangka dan mereka langsung ditahan. Selain itu, Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah pemilik Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, dan anaknya, Richard Halim Kusuma, ke luar negeri. Status serupa dikenakan pada Sunny Tanuwidjaja, anggota staf khusus Gubernur Basuki.
Hasil pemeriksaan Ariesman pada awal Mei lalu membuka lembaran baru kasus suap reklamasi. Setelah Ariesman diperiksa, menurut sumber di KPK, ada dua kali gelar perkara pimpinan dan penyidik di lantai 3 gedung KPK, Kuningan, Jakarta, membahas ini. Gelar terakhir pada Rabu tiga pekan lalu menyepakati temuan itu menjadi bahan untuk membuka penyelidikan baru. Pimpinan KPK meminta penyidik memperkuat bukti unsur menguntungkan pihak lain dan benar-benar mengkaji apakah temuan itu ada unsur kerugian negaranya. "Sejauh ini, unsur menjanjikan, barter, dan tidak ada dasar hukumnya cukup kuat," kata sumber itu.
Penyidik, menurut penegak hukum ini, terus menyisir proyek lain Podomoro yang masuk biaya kontribusi tambahan. Proyek yang ada dasar hukumnya dianggap tak bermasalah. Temuan semacam itu, kata sumber ini, misalnya proyek pembangunan gedung parkir delapan lantai Kepolisian Daerah Metro Jaya senilai Rp 70-80 miliar, Maret lalu. Dana pembangunan merupakan kompensasi Podomoro yang meminta penambahan jumlah lantai bangunan di pulau reklamasi. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015.
Menurut dia, KPK menduga proyek kontribusi tambahan itu sebagai barter penerbitan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G yang diterbitkan Basuki pada 23 Desember 2014. Dugaan ini didukung juga dengan temuan dokumen berita acara rapat Basuki dengan pihak pengembang pada Maret 2014 dan dokumen izin reklamasi. "Tim sedang mencari bukti ada atau tidaknya niat jahat untuk menentukan ada atau tidaknya unsur pidana," ujar penegak hukum itu.
Agus Rahardjo mengatakan lembaganya serius menyoroti temuan itu dan berharap penyelidikannya bisa segera dimulai. "Sedang kami selidiki dasar hukum barter itu," kata Agus. "Mudah-mudahan segera diumumkan."
Basuki membantah temuan itu. Menurut dia, penertiban Kalijodo seperti tertulis dalam dokumen itu tidak didanai Podomoro. Perusahan properti papan atas hanya mendanai pembangunan jalan inspeksi Kalijodo senilai Rp 6 miliar.
Mantan Bupati Belitung Timur ini juga menyangkal ada barter di balik proyek kontribusi tambahan tersebut. Menurut dia, Podomoro memang dibebani kewajiban ini sebagai syarat penerbitan izin berupa pembangunan rumah susun, tanggul, dan pompa. "Podomoro sudah menyetorkan Rp 200 miliar kepada kami," ujarnya.
RAPAT itu digelar di ruangan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 18 Maret 2014. Basuki masih menjadi wakil Joko Widodo, Gubernur Jakarta saat itu. Selain Basuki, ada empat anak buahnya yang ikut hadir. Salah satunya Kepala Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Jakarta Vera Revina Sari.
Berdasarkan dokumen rapat yang salinannya diperoleh Tempo, diketahui ikut hadir tiga petinggi Podomoro, salah satunya Ariesman, dalam rapat tersebut. Mereka tercatat mewakili empat pengembang pulau reklamasi, yaitu PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, PT Muara Wisesa Samudra, dan PT Jaladri Kartika Pakci. Dari empat itu, hanya PT Muara Wisesa yang merupakan anak usaha Agung Podomoro.
Menurut pengakuan seorang peserta rapat, dalam pertemuan kurang dari dua jam itu, Basuki meminta pengembang membangun sejumlah proyek kontribusi tambahan yang ketentuannya akan diatur peraturan gubernur. Belakangan, kontribusi tambahan 15 persen ini diusulkannya masuk Raperda. Basuki berkukuh pada angka 15 persen, sedangkan pimpinan DPRD meminta nilai itu dihapus atau menjadi 5 persen. Dewan dan Basuki akhirnya sepakat Raperda tetap mengatur kontribusi tambahan. Sedangkan besarannya akan ditetapkan dalam peraturan gubernur.
Peserta rapat itu mengatakan, dalam pertemuan tersebut, muncul usul klausul proyek dihitung sebagai bagian pelunasan utang fasilitas umum dan sosial serta pembangunan rumah susun. Tapi, menurut dia, klausul ini ditolak pengembang. "Mereka menganggap lebih untung kontribusi tambahan," ujarnya.
Dalam dokumen berita acara rapat, tertulis proyek kontribusi tambahan ini untuk membantu mengendalikan banjir di kawasan utara Jakarta. Jenis pekerjaannya antara lain pengadaan pompa dan rumah pompa, pembangunan rumah susun dan jalan inspeksi, pengerukan dan peninggian tanggul kali, serta pembangunan rumah susun beserta kelengkapannya. Basuki dan para pengembang sepakat pekerjaan proyek bisa berubah sewaktu-waktu, tergantung kebutuhan lapangan. Kewajiban ini belakangan juga dicantumkan dalam keputusan gubernur tentang izin pelaksanaan reklamasi empat pengembang yang diteken Basuki.
Saat pemeriksaan pada awal Mei lalu, Ariesman juga menyinggung rapat 18 Maret itu. Menurut salinan dokumen pemeriksaan, saat pemeriksaan, ada bagian penyidik mencecar Ariesman tentang bagaimana Basuki meminta PT Muara Wisesa mengeluarkan biaya kontribusi tambahan di muka. Atas pertanyaan itu, Ariesman menjawab bahwa Basuki mengirim memo kepadanya agar menggarap sejumlah proyek. Untuk mengeksekusi memo itu, Ariesman berkoordinasi dengan kepala dinas terkait. Setelah selesai, proyek itu akan diserahterimakan dengan pemerintah DKI Jakarta.
Belakangan, penyerahan proyek kontribusi tambahan bermasalah. Seorang pejabat di Balai Kota DKI Jakarta mengatakan pejabat Bagian Aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menolak menerima proyek yang sudah selesai karena belum adanya dasar hukum atas pembiayaannya. Misalnya terjadi dalam proyek rusunawa di Daan Mogot, Jakarta Barat.
Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Rias Askaris membenarkan hal itu. "Bukan kami menolak. Harus clear dulu persyaratan fisik maupun administrasinya," ujarnya. "Kalau tidak, bisa bahaya."
Vera Revina Sari, yang membenarkan hasil rapat pada 18 Maret 2014 itu, mengatakan Basuki punya alasan kenapa mengenakan kewajiban kontribusi tambahan di muka. Gubernur, menurut dia, tak mau mengulangi praktek yang selama ini terjadi, yakni menetapkan kewajiban untuk pengembang setelah proyek rampung. "Sebab, mereka tak pernah membayar."
Basuki mengaku, dalam rapat, tak cuma menagih di muka, tapi mengikat komitmen pengembang dengan surat perjanjian. Tujuannya agar pengembang tak mengelak dari kewajiban. Ia mengaku sempat mengancam tak bakal menerbitkan izin empat pengembang itu sebelum mereka mengerjakan kewajiban kontribusi tambahan. "Yang mau bikin duluan saya kasih izin," ujarnya. "Yang tak mau bikin, saya batalkan izinnya."
Dasar pengenaan kontribusi tambahan, kata Basuki, diskresi gubernur atau keputusan pejabat daerah karena situasi mendesak dan belum ada aturan hukumnya. Dia juga membenarkan pernah mengirim surat ke Ariesman untuk urusan proyek kontribusi tambahan. "Bukan memo, tapi draf teknis."
Basuki percaya diri tak melakukan kekeliruan. Ia lalu mengutip Kitab Amsal umat Kristen ayat 4:18 guna menggambarkan polemik yang timbul dari keputusannya tersebut. "Jalan orang benar itu seperti cahaya fajar yang kian bertambah terang sampai tengah hari," ujarnya.
Anton Aprianto, Erwan Hermawan, Muhamad Rizki, Reza Aditya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo