Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kontroversi Diskresi Basuki

23 Mei 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DISKRESI menjadi tempat berlindung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam menjawab tudingan adanya penyimpangan di balik kebijakan menerima di muka kontribusi tambahan pengembang Teluk Jakarta.

Menurut dia, ketika sebuah peraturan tidak ada, pejabat boleh membuat kebijakan yang menjadi kewenangannya. Misalnya pengenaan sanksi koefisien luas bangunan terhadap pengembang Mori Building Company di Semanggi, Jakarta. "Kenapa itu tidak diributkan?" katanya Kamis pekan lalu.

Jawaban berkelit Basuki ini menuai polemik, apakah bisa dijerat pasal pidana korupsi. Salah satu argumen yang memberatkan adalah kebijakan itu dibuatnya ketika payung hukum diskresi, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, belum disahkan.

Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan Basuki bisa dipidana jika berniat jahat pada keputusan diskresi itu. Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu menyelidiki apakah ada niat jahat itu. "Ini yang mesti dibuktikan penyidik," ujarnya Rabu pekan lalu.

Dia mengatakan, jika kebijakan diskresi yang diambil seorang pejabat publik tidak ada niat jahatnya tapi merugikan negara, kebijakannya perlu dievaluasi. Pihak yang mengevaluasi tentu atasan pejabat tersebut. Dalam kasus Gubernur DKI Jakarta, yang berhak melakukan evaluasi adalah Menteri Dalam Negeri.

Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menyebut diskresi sebagai keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pejabat bisa mengambil diskresi dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, atau ada stagnasi pemerintahan.

Namun penggunaan diskresi mesti didasari tujuan yang jelas dan terbatas. Pasal 22 ayat 2 menyatakan tujuan diskresi adalah melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, serta mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Pelaksanaan diskresi juga membutuhkan sejumlah syarat. Di antaranya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Diskresi juga mesti didasari alasan yang obyektif, tak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilandasi iktikad baik.

Pasal 386 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga menyatakan, "Dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi." Namun pelaksanaan inovasi mesti memenuhi sejumlah syarat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Ahli tata negara Universitas Padjadjaran, Indra Prawira, mengatakan, jika kebijakan diskresi melampaui wewenang dan mengakibatkan kerugian negara, penyidik internal seperti inspektorat atau penyidik eksternal seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan bisa mengadukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Di pengadilan itu, pejabat bisa membela diri. "Bila putusan inkrah dan dinyatakan bersalah, pejabat publik harus mengembalikan kerugian itu," ujar Indra.

Sama seperti Refly, Indra mengatakan jerat pidana baru bisa dikenakan pada pejabat pembuat diskresi jika ditemukan niat jahat. "Niat jahat itu bisa untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya," ujarnya.

Sunudyantoro, Mitra Tarigan


Ijon Kontribusi Pengembang Reklamasi

PENGUSUTAN perkara dugaan korupsi pembahasan peraturan tentang daerah reklamasi pantai utara Jakarta masuk babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya pembayaran di muka oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Agung Podomoro Land, kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk 13 pekerjaan proyek. Transaksi ini dinilai janggal karena tidak memiliki dasar hukum. Rancangan peraturan daerah yang disiapkan sebagai dasar hukum pungutan itu batal disahkan setelah terungkap ada suap dalam pembahasannya.

Temuan Baru

Hasil Penggeledahan

Bukti pengeluaran dana untuk sejumlah proyek sebagai pengurang perhitungan kontribusi tambahan ditemukan saat kantor Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, di lantai 43 Podomoro City, Jalan S. Parman Kaveling 28, Jakarta Barat, digeledah pada 1 April lalu.

Notulen Rapat
Rapat 18 Maret 2014
Lokasi
Ruang kerja Wakil Gubernur DKI Jakarta

Peserta

Pemerintah DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Wakil Gubernur)
Sarwo Handayani (Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang)
Sri Rahayu (Kepala Biro Hukum)
Benny Agus Chandra (Kepala Bagian Penataan Ruang)
Vera Revina Sari (Kepala Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Jakarta)

Pengembang

Tiga petinggi PT Agung Podomoro Land mengaku mewakili empat perusahaan yang tengah mengajukan permohonan izin pelaksanaan:

  • Ariesman Widjaja (Presiden Direktur Agung Podomoro) mewakili PT Jakarta Propertindo (Pulau F) dan PT Taman Harapan Indah (Pulau H)
  • David Halim (Kepala Direktorat Perizinan Agung Podomoro) mewakili PT Muara Wisesa Samudra (Pulau G)
  • Hardy Halim (pegawai Direktorat Operasional Strategis Agung Podomoro) mewakili PT Jaladri Kartika Pakci (Pulau I)

    Materi Rapat
    Basuki meminta empat pengembang itu memberikan kewajiban atau kontribusi tambahan pengendalian banjir di kawasan utara Jakarta.
    Kewajiban itu akan diperhitungkan sebagai kontribusi tambahan atas pemberian izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi serta akan diperhitungkan sesuai dengan formulasi yang ditetapkan kemudian dengan keputusan atau peraturan gubernur.
    Sambil menunggu izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi diterbitkan Gubernur DKI Jakarta, empat pengembang itu akan memulai pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas daratan di kawasan utara Jakarta.

    Kontribusi Tambahan

    1. PT Jakarta Propertindo

    Pemilik izin Pulau F seluas190 hektare

  • Pembangunan rumah pompa
  • Pengadaan pompa untuk Kali Kamal, Jakarta Barat
  • Revitalisasi Waduk Pluit, Jakarta Utara
  • Revitalisasi rumah susun Muara Angke, Jakarta Utara
  • Pembangunan tanggul baru program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)

    2. PT Muara Wisesa Samudra

    Pemilik Pulau G seluas 161 hektare

  • Pembangunan rumah pompa
  • Pengadaan pompa Kali Angke, Jakarta Utara
  • Pembangunan rumah susun Daan Mogot, Jakarta Barat
  • Revitalisasi dermaga Muara Angke, Jakarta Utara
  • Boulevard Pluit, Jakarta Utara
  • Mebel dan renovasi rumah susun Marunda, Jakarta Utara
  • Pembangunan tanggul baru NCICD

    3. PT Taman Harapan Indah

    Pemilik izin Pulau H seluas 63 hektare

  • Pembangunan rumah pompa
  • Pengadaan pompa Kali Karang, Jakarta Utara
  • Pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di lahan pemerintah daerah DKI Jakarta
  • Pembangunan tanggul baru NCICD

    4. PT Jaladri Kartika Pakci

    Pemilik izin Pulau I sebelah barat seluas 202,5 hektare

  • Pembangunan rumah pompa
  • Pengadaan pompa Kali Marina, Jakarta Utara
  • Peninggian tanggul Kali Sentiong, Jakarta Utara
  • Pembangunan rumah susun Muara Baru, Jakarta Utara
  • Pembangunan balai kesehatan Penjaringan, Jakarta Utara
  • Pembangunan tanggul baru NCICD

    Beragam Kewajiban Pengembang

    Para pengembang pulau reklamasi diberi sejumlah kewajiban oleh pemerintah DKI Jakarta. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi. Di luar proyek reklamasi, para pengembang juga dibebani bermacam kewajiban.

    Reklamasi

    1. Kewajiban

  • Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas dasar yang dibutuhkan untuk setiap pulau
  • Penyediaan infrastruktur penghubung antarpulau
  • Pengerukan sedimentasi sekitar pulau reklamasi secara berkala

    2. Kontribusi

  • Penyerahan lahan seluas 5 persen dari luas total lahan

    3. Kontribusi tambahan (tertuang dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Jakarta yang batal disahkan)

  • Kontribusi yang ditetapkan dalam rangka penataan kembali kawasan utara Jakarta dan penataan kembali daratan Jakarta secara umum; besarnya dirancang 15 persen dikali NJOP, dan lahan bisa dijual pengembang

    Di Luar Reklamasi

    1. Kompensasi
    Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015, kompensasi diberikan terhadap pengembang yang mengajukan koefisien lantai bangunan hingga 14 persen. Khususnya untuk gedung yang dilintasi angkutan umum berbasis rel.

    2. Corporate social responsibility
    Sumbangan pengembang secara sukarela atau semacam hibah dan tanpa perjanjian dengan pemerintah DKI Jakarta. Contohnya pembangunan sejumlah ruang publik terpadu ramah anak.

    3. Pembangunan Rumah susun
    Menurut Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangunnya.

    Naskah: Anton Aprianto Sumber: Wawancara, dokumen pemeriksaan, PDAT

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus