Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DISKRESI menjadi tempat berlindung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam menjawab tudingan adanya penyimpangan di balik kebijakan menerima di muka kontribusi tambahan pengembang Teluk Jakarta.
Menurut dia, ketika sebuah peraturan tidak ada, pejabat boleh membuat kebijakan yang menjadi kewenangannya. Misalnya pengenaan sanksi koefisien luas bangunan terhadap pengembang Mori Building Company di Semanggi, Jakarta. "Kenapa itu tidak diributkan?" katanya Kamis pekan lalu.
Jawaban berkelit Basuki ini menuai polemik, apakah bisa dijerat pasal pidana korupsi. Salah satu argumen yang memberatkan adalah kebijakan itu dibuatnya ketika payung hukum diskresi, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, belum disahkan.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan Basuki bisa dipidana jika berniat jahat pada keputusan diskresi itu. Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu menyelidiki apakah ada niat jahat itu. "Ini yang mesti dibuktikan penyidik," ujarnya Rabu pekan lalu.
Dia mengatakan, jika kebijakan diskresi yang diambil seorang pejabat publik tidak ada niat jahatnya tapi merugikan negara, kebijakannya perlu dievaluasi. Pihak yang mengevaluasi tentu atasan pejabat tersebut. Dalam kasus Gubernur DKI Jakarta, yang berhak melakukan evaluasi adalah Menteri Dalam Negeri.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menyebut diskresi sebagai keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pejabat bisa mengambil diskresi dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, atau ada stagnasi pemerintahan.
Namun penggunaan diskresi mesti didasari tujuan yang jelas dan terbatas. Pasal 22 ayat 2 menyatakan tujuan diskresi adalah melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, serta mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Pelaksanaan diskresi juga membutuhkan sejumlah syarat. Di antaranya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Diskresi juga mesti didasari alasan yang obyektif, tak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilandasi iktikad baik.
Pasal 386 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga menyatakan, "Dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi." Namun pelaksanaan inovasi mesti memenuhi sejumlah syarat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.
Ahli tata negara Universitas Padjadjaran, Indra Prawira, mengatakan, jika kebijakan diskresi melampaui wewenang dan mengakibatkan kerugian negara, penyidik internal seperti inspektorat atau penyidik eksternal seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan bisa mengadukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Di pengadilan itu, pejabat bisa membela diri. "Bila putusan inkrah dan dinyatakan bersalah, pejabat publik harus mengembalikan kerugian itu," ujar Indra.
Sama seperti Refly, Indra mengatakan jerat pidana baru bisa dikenakan pada pejabat pembuat diskresi jika ditemukan niat jahat. "Niat jahat itu bisa untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya," ujarnya.
Sunudyantoro, Mitra Tarigan
Ijon Kontribusi Pengembang Reklamasi
PENGUSUTAN perkara dugaan korupsi pembahasan peraturan tentang daerah reklamasi pantai utara Jakarta masuk babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya pembayaran di muka oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Agung Podomoro Land, kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk 13 pekerjaan proyek. Transaksi ini dinilai janggal karena tidak memiliki dasar hukum. Rancangan peraturan daerah yang disiapkan sebagai dasar hukum pungutan itu batal disahkan setelah terungkap ada suap dalam pembahasannya.
Temuan Baru
Hasil Penggeledahan
Bukti pengeluaran dana untuk sejumlah proyek sebagai pengurang perhitungan kontribusi tambahan ditemukan saat kantor Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, di lantai 43 Podomoro City, Jalan S. Parman Kaveling 28, Jakarta Barat, digeledah pada 1 April lalu.
Notulen Rapat
Rapat 18 Maret 2014
Lokasi
Ruang kerja Wakil Gubernur DKI Jakarta
Peserta
Pemerintah DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Wakil Gubernur)
Sarwo Handayani (Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang)
Sri Rahayu (Kepala Biro Hukum)
Benny Agus Chandra (Kepala Bagian Penataan Ruang)
Vera Revina Sari (Kepala Biro Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Jakarta)
Pengembang
Tiga petinggi PT Agung Podomoro Land mengaku mewakili empat perusahaan yang tengah mengajukan permohonan izin pelaksanaan:
Materi Rapat
Basuki meminta empat pengembang itu memberikan kewajiban atau kontribusi tambahan pengendalian banjir di kawasan utara Jakarta.
Kewajiban itu akan diperhitungkan sebagai kontribusi tambahan atas pemberian izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi serta akan diperhitungkan sesuai dengan formulasi yang ditetapkan kemudian dengan keputusan atau peraturan gubernur.
Sambil menunggu izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi diterbitkan Gubernur DKI Jakarta, empat pengembang itu akan memulai pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas daratan di kawasan utara Jakarta.
Kontribusi Tambahan
1. PT Jakarta Propertindo
Pemilik izin Pulau F seluas190 hektare
2. PT Muara Wisesa Samudra
Pemilik Pulau G seluas 161 hektare
3. PT Taman Harapan Indah
Pemilik izin Pulau H seluas 63 hektare
4. PT Jaladri Kartika Pakci
Pemilik izin Pulau I sebelah barat seluas 202,5 hektare
Beragam Kewajiban Pengembang
Para pengembang pulau reklamasi diberi sejumlah kewajiban oleh pemerintah DKI Jakarta. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi. Di luar proyek reklamasi, para pengembang juga dibebani bermacam kewajiban.
Reklamasi
1. Kewajiban
2. Kontribusi
3. Kontribusi tambahan (tertuang dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Jakarta yang batal disahkan)
Di Luar Reklamasi
1. Kompensasi
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015, kompensasi diberikan terhadap pengembang yang mengajukan koefisien lantai bangunan hingga 14 persen. Khususnya untuk gedung yang dilintasi angkutan umum berbasis rel.
2. Corporate social responsibility
Sumbangan pengembang secara sukarela atau semacam hibah dan tanpa perjanjian dengan pemerintah DKI Jakarta. Contohnya pembangunan sejumlah ruang publik terpadu ramah anak.
3. Pembangunan Rumah susun
Menurut Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangunnya.
Naskah: Anton Aprianto Sumber: Wawancara, dokumen pemeriksaan, PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo