Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Disebut Ada Barter, Memangnya Saya Goblok

23 Mei 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BASUKI Tjahaja Purnama terseret pusaran perkara dugaan suap pengembang reklamasi karena keputusannya memberlakukan kontribusi tambahan tanpa dasar hukum. Gubernur DKI Jakarta ini beralasan diskresi dalam kontribusi tambahan diperlukan demi percepatan pembangunan.

Menurut dia, kewajiban kontribusi tambahan sebagai prasyarat izin reklamasi bukan barter. "Barter itu kalau saya mendapat untung," katanya. Menolak diwawancarai secara khusus, Basuki hanya bersedia menjawab pertanyaan Ananda Teresia dan Erwan Hermawan dari Tempo dalam dua kesempatan, Rabu dan Kamis pekan lalu.

* * * *

Apa dasar Anda mengenakan kontribusi tambahan?

Ada, kok, peraturan gubernur.

Dasar mengeluarkan diskresi?

Ketika sebuah peraturan itu tidak ada, pejabat boleh membuat kebijakan sendiri. Misalnya pengenaan sanksi koefisien luas bangunan Mori Building Company di Semanggi, Jakarta. Kenapa itu tidak diributkan? Pengembang mau tambah tingkat gedung, saya kasih izin dengan membuat peraturan memakai perhitungan nilai jual obyek pajak (NJOP). Apakah itu barter? Bukan, dong. Itu namanya kontribusi tambahan. Kenapa mau? Karena ada persetujuan dan kesepakatan. Apalagi kalian memfitnah saya, seolah-olah saya barter mendapat Rp 300 miliar seperti yang tertulis di kertas yang tidak jelas sumbernya. KPK juga tidak mengakui. Katanya, itu saya tukar dengan menghilangkan kontribusi tambahan 15 persen. Kalaupun itu barter, memangnya saya goblok. Itu satu pulau nilainya triliunan. Masak, ditukar hanya Rp 300-an miliar?

Tapi soal diskresi baru ada dasar hukumnya pada September 2014?

Anda menggunakan undang-undang itu untuk mengejar saya. Sewaktu terbit keputusan presiden tentang reklamasi yang lama, disebutkan pengembang harus berkontribusi mengatasi banjir dan lain-lain. Tapi kan itu tidak jelas. Kami tidak ingin membuat pulau tapi membebani anggaran daerah. Mengurus banjir di sini saja tidak beres, masak iya mau bikin pulau dengan mengeluarkan anggaran sendiri? Anda mau berbalik, seolah-olah saya salah mengeluarkan itu sebelum ada undang-undang tentang diskresi. Kalau saya tidak merumuskan angka 15 persen, tapi saya memberikan izin kepada mereka, rugi tidak pemda DKI? Kalau rugi, bukan barter, dong.

Jadi apa tanggapan Anda soal diskresi ini?

Pertanyaan ini cocok untuk membela pengembang. Anda mulai menghasut pengembang agar jangan bodoh dengan menyoal kontribusi tambahan 15 persen dari NJOP. Tidak ada dasar hukumnya, mari gugat gubernur.

Dalam rapat 18 Maret, ada izin reklamasi empat pengembang, kontribusi tambahan jadi syarat izin keluar. Ini bukankah barter?

Bukan. Itu kontribusi tambahan. Dalam kamus bahasa Indonesia, barter berarti saling tukar untuk mendapatkan sesuatu. Misalnya, kalau ada peraturan 15 persen lalu saya kasih izin dengan menghilangkan 15 persen dan saya mendapat sesuatu, itu bisa dituduh barter. Ini kan tidak karena saya tetap mempertahankan yang 15 persen itu.

Tapi kontribusi tambahan kan jadi syarat izin reklamasi keluar?

Kalau ditulis saya melakukan barter dengan menggunakan angka yang tidak jelas, dan saya benarkan, itu namanya bodoh. Terus, soal Kalijodo, saya dituduh mendapat Rp 6 miliar. Kalijodo bangunnya pakai dana corporate social responsibility, kok. Masak iya bisa ditukar dengan menghilangkan 15 persen.

Bagaimana dengan permintaan turun jadi 5 persen itu?

Sebaliknya yang mereka minta 15 persen hilang. Jadi bukannya dia lebih gila lagi. Kenapa saya marah, karena angka 15 persennya dibuang. Buat bangun tanggul, semua ditukar dengan tanah kami yang 5 persen yang sudah diatur pemerintah pusat.

Apakah itu artinya dikonversi?

Itu namanya mati, dong. Tanggul makin turun. Setelah dua tahun, tanah pulau tambah mahal tidak? Nanti tidak imbang dong tukar tanah.

Karena tidak ada dasar hukumnya?

Makanya, kalau bicara begitu, mengapa (mereka) terima duit juga. Anda harus tanya, dong. Saya yang ngotot memperjuangkan ini ditambah, kok, dituduh ada barter. Kalau mau menuduh itu harus konsisten. Satu sisi menyebut kebijakan pengenaan 15 persen itu tidak ada dasar hukumnya karena aturan diskresi baru keluar pada akhir September 2014. Kenapa di sisi lain Anda menuduh saya melakukan barter dengan menghilangkan 15 persen?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus