Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Piutang pak utang

Ny. rohmah ikut serta dalam pencalonan pemilihan kepala desa cimacan, lebak, jabar. segala utang dan biaya macam-macam dibayar muchtar, lawan sekaligus suami.

12 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENANG oke, kalah pun oke. Siapa kiranya orang yang berlapang dada di zaman sengitnya orang suka rebutan pangkat ini? Dialah Nyonya Rohmah, 40 tahun, warga Desa Ciminyak, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Banten, Jawa Barat. Ibu dua anak ini sehari-hari nyonya rumah tangga, yang mendadak terjun ke gelanggang perebutan kursi kepala desa. Ciminyak, 45 kilometer dari Rangkasbitung, sembilan tahun ini dipimpin Muchtar, 44 tahun, yang kembali mencalonkan diri untuk pemilihan berikutnya. Boleh jadi, karena lumayan berpengaruh, sampai hari penutupan pendaftaran calon kepala desa, akhir Oktober silam, Muchtar masih menggelinding sendiri. Meski tanpa saingan, belum berarti jalan serba mulus. Sebab kini, menurut aturan, untuk pemilihan kepala desa tak bisa lagi main calon tunggal. Dulu bisa. Yaitu, calon tunggal sah saja melawan kotak kosong. Sentana si kotak kosong kemudian mengalahkan si calon tunggal, proses pemilihan harus diulang. Sekarang, jika ternyata calon cuma satu, pelaksanaan pemilihan kepala desa harus ditunda. Penundaan ini berarti ekstra biaya bagi sang calon tunggal. Agar urusan tak berlarut-larut itulah Nyonya Rohmah turun gelanggang. Lazimnya, ada tungkai-menungkai dalam persaingan antarcalon, tapi hal itu tidak terjadi di Desa Ciminyak ini. Bahkan Muchtar, yang sehari-hari akrab dipanggil Pak Utang, langsung memberi dukungan. Bukan sekadar semangat, tapi juga menguruskan berkas pencalonan, sampai melunasi utang sang nyonya. Pak Utang memberi piutang pada saingannya, bagai kuah tumpah ke nasi, ya, Nyonya Rohmah memang istrinya sendiri. Salah satu dari 19 syarat ikut pemilihan, si calon tak boleh punya utang. "Saya ada utang Rp 1,2 juta, ya terpaksa dilunasi dulu," cerita Nyonya Rohmah kepada Taufik Abriansyah dari TEMPO. Selain itu, ada biaya macam-macam surat, serta uang saung (uang duduk di kursi pencalonan). Total jenderal, mereka habis sekitar Rp 5 juta. Akan halnya Muchtar belum bisa ditemui. "Sedang ke luar kota. Bisnis kecil-kecilan," kata istrinya. Meski hari pemilihan kian dekat, pertengahan Desember ini, suasana desa berpenduduk 3500 jiwa itu tidaklah seriuh pemilihan kepala desa lainnya. Yang mempunyai hak pilih sekitar separuhnya. Semula ia coba merahasiakan statusnya dengan cara menuliskan alamat yang berbeda dengan sang suami. Tapi panitia menciumnya. "Pencalonan itu tetap dibolehkan, kan tak ada aturan yang melarang," kata Drs. Muslich Ilyas, juru bicara pemerintah daerah Kabupaten Lebak. Meski merasa cuma sekadar boneka, Nyonya Rohmah menyatakan siap jika kelak ternyata menang. Namun, tetap dengan catatan longgar, "Menang nggak apa-apa, kalah juga nggak apa-apa," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus