Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengizinkan beberapa titik trotoar di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, sebagai Lokasi Sementara bagi Pedagang Kaki Lima (PKL). Berdasarkan pengamatan Tempo kemarin, di sejumlah titik merebut jatah pejalan kaki.
Tempo menyambangi empat lokasi mulai dari Atrium Setiabudi atau Jalan H.R. Rasuna Said sampai Jalan Denpasar Raya yang bersimpangan dengan Jalan Prof. DR Satrio. Di Jalan Kuningan Madya, misalnya, meja-meja kayu ditata berjajar. Wastafel pun disiapkan.
Di bagian depan dipasang pengumuman lokasi usaha kaki lima bernomor JS 48. Belum tampak PKL berdagang di lokasi yang disediakan bagi 37 pedagang. Di sana lebar trotoar untuk pejalan kaki hanya disisakan tak sampai 1 meter
Di Loksem PKL belakang Lippo Plaza dan depan Gedung Dharma Wanita Persatuan Pusat bahkan tidak memberikan ruang bagi pejalan kaki. Semua digunakan untuk berdagang. Terpaksa para pejalan kaki meluber ke ruas jalan raya melewati parkiran sepeda motor pinggir jalan.
Beberapa pejalan kaki menyatakan tak nyaman dengan kebijakan Pemerintah DKI tersebut. Mereka harus berjalan di pinggir jalan persis di samping kendaraan yang melaju.
"Tapi PKL juga kebutuhan sih buat pekerja yang mau beli makan dan lain-lain," kata seorang pengguna trotoar, Anggita, kemarin.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, menilai tidak tepat keputusan DKI yang mengizinkan PKL di trotoar. Selain PKL merebut hak pejalan kaki, kebijalan itu melabrak regulasi. "Memang niatnya baik menyediakan lapangan kerja tapi seharusnya tetap sesuai aturan," ucapnya.
Aturan mengenai hak dan kewajiban pejalan kaki di trotoar tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Ada juga Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Ketertiban Umum.
Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna, menyarankan DKI mengajak pemilik perkantoran atau pusat perbelanjaan untuk berpartisipasi menampung PKL, misalnya, dengan membangun pusat jajan serba ada (pujasera) di lingkungan kantornnya. Selama ini pemerintah daerah beralasna PKL dibutuhkan oleh para pekerja kantoran sehingga dilegalkan mengokupasi trotoar.
Yayat menunjuk Kota Surabaya sebagai percontohan, yakni menata PKL di taman-taman wisata sehingga mereka sekaligus bertugas menjaga taman.Contoh lain adalah trotoar di Jalan Malioboro, Yogyakarta. "Di sana PKL ditempatkan di depan pertokoan sehingga trotoar tetap untuk pejalan kaki.”
Wali Kota Jakarta Selatan, Marullah Matali, mengatakan trotoar di dekat Menara Imperium, Kuningan, sudah lama dikuasai PKL maka pemerintah menata agar ada ruang bagi pejalan kaki. Dia memastikan PKL di trotoar Kuningan hanya sementara sampai ada lokasi lain yang lebih representatif bagi para PKL.
"Kami paksa dan minta supaya ada spare setengah meter sampai satu meter untuk pejalan kaki," ucap Marullah, kemarin.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Bina Marga DKI, Harry Hamdani, menyatakan bekerjasama dengan Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta Perdagangan untuk mencari lokasi untuk PKL. Dia ingin pejalan kaki diprioritaskan. Inge Klara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo