PUSAT Kesenian Padang (PKP) akan dikembangkan menjadi Taman
Budaya. Tak banyak orang tahu apa beda Pusat Kesenian dengan
Taman Budaya itu nanti. Padahal rencana Departemen P&K itu
kabarnya akan dilaksanakan juga di 11 kota lain. Seperti Medan,
Yogya, Surabaya, Bandung, Ujung Pandang -- yang sudah memiliki
Pusat Kesenian. Yang pasti para seniman Kota Padang itu ribut
awal April ini.
Dalam sidang DPRD Sumatera Barat akhir bulan lalu, AA Navis,
seniman yang duduk di lembaga tersebut menyebut PKP sering
menjadi penginapan hostes dan tempat judi. Bahkan diingatkan,
pernah terjadi skandal sex tertangkap basah para pemuda
sekitarnya. Menurut Navis, "perlu perbaikan personalia, rencana
dan pengelolaan kesenian di daerah ini."
Drs Mursal Esten sebagai pimpinan PKP segera menjawab lewat
surat kabar mingguan Singgalang: apakah Navis seorang moralis?
Kepada TEMPO Mursal mengatakan, ia menghargai Navis, karena
karangan dan umurnya. "Tapi dalam hal kepemimpinannya, sikapnya
sebagai politikus tidak saya senangi," Mursal menambahkan.
Mursal mengakui, para seniman kerap kali main domino di PKP. Itu
katanya sekedar kongkow mengisi waktu senggang tatkala tak ada
kegiatan. Skandai sex? "Itu terjadi di mana-mana," jawab Mursal
seraya mengatakan tuduhan pemakaian PKP sebagai penginapan
hostes "tidak benar sama sekali."
Di belakang Navis dan Mursal sejumlah seniman lain. Dari sekian
banyak yang terlibat ribut tidak menyangkut urusan kesenian ini
umumnya menyesalkan Navis sebagai "keterlaluan" Sementara
Walikota Padang, drs Hasan Basri Durin kepada TEMPO mengemukakan
penilaian bahwa ribut-ribut tadi positif. "Tanda semua mencintai
sarana keseniandan kesenian itu sendiri," katanya. Menurut
Hasan Basri semua ributribut itu akan reda jika proyek P&K
berupa Taman Budaya sudah sampai tingkat pelaksanaannya. Tapi
dari sekian banyak yang menanggapi ucapan Navis, hampir tak ada
yang biara soal kegiatan kesenian PKP itu sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini