Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengklaim siap meloloskan salah seorang kadernya, Agung Yulianto atau Ahmad Syaikhu, sebagai pengganti Sandiaga Salahuddin Uno di kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Mereka juga mengklaim telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mempertahankan dukungan terhadap kadernya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Masalah-masalah yang muncul itu kan lebih ke soal komunikasi saja. Saya kira nanti pasti ada pertemuan-pertemuan. Saya yakin lah semua solid, kok," kata juru bicara Dewan Pimpinan Wilayah DKI Jakarta PKS, Zakaria Maulana Arif, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PKS sejauh ini menghadapi banyak tantangan untuk meloloskan salah satu kadernya sebagai pendamping Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Selama lebih dari enam bulan, mereka berpolemik dengan rekan koalisinya, Partai Gerindra, untuk memperebutkan jatah kursi wakil gubernur yang ditinggalkan Sandiaga karena mendaftar sebagai calon wakil presiden.
Pengurus pusat Partai Gerindra kemudian menyerahkan jatah kursi kepada PKS, sebagai barter atas dukungan PKS terhadap pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga. Meski demikian, pengurus wilayah Partai Gerindra sempat melakukan pelbagai manuver yang mempersulit kader PKS.
Pengurus Gerindra DKI Jakarta, misalnya, membentuk tim panitia seleksi untuk menguji kelayakan dan kepatutan tiga calon dari PKS. Setelah panitia seleksi merekomendasikan dua nama, Gerindra DKI Jakarta masih mempersoalkan catatan khusus panitia seleksi atas setiap kader PKS. Selain itu, Gerindra Jakarta absen dalam acara penandatanganan kesepakatan hasil rekomendasi panitia seleksi.
Pengurus Gerindra Jakarta kemudian melemparkan usul penetapan calon ke pengurus pusat. Setelah itu, Partai Gerindra kembali absen saat DPW PKS menyerahkan surat rekomendasi atas Agung dan Syaikhu ke Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Syaefullah. Bahkan, pengurus Gerindra Jakarta juga dikabarkan tak pernah hadir atau terlibat dalam lobi pencalonan calon wakil gubernur ke fraksi-fraksi di DPRD.
"Ke depan, kami sudah bulat untuk dua nama calon ini. Pasti akan ada satu yang dipilih DPRD. Bukan hanya kami, para calon juga melobi ke fraksi-fraksi," kata Zakaria.
Selain berhadapan dengan rekan koalisinya, PKS belakangan mendapat protes dari organisasi masyarakat Front Betawi Rempug (FBR), yang menjadi salah satu penyokong pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam pemilihan Gubernur DKI pada 2017. Ormas ini menuduh PKS mengkhianati janji dengan memilih calon yang tak memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan budaya Betawi.
Zakaria tidak risau akan protes dan penolakan FBR. Alasannya, salah seorang kader PKS merupakan pemimpin FBR di wilayah Jakarta Utara. "Saya rasa akan bisa masuk. Dalam waktu dekat, mereka akan kami undang dan ajak bicara," ujar Zakaria.
Ketua Umum FBR, Luthfi Hakim, mengatakan organisasinya menarik dukungan untuk calon dari PKS. Menurut dia, FBR hanya satu suara mendukung PKS di wilayah Jakarta Utara. Sedangkan di wilayah lain, dia mengklaim FBR membebaskan pilihan kepada masing-masing anggotanya. Bahkan, dia memastikan organisasinya berbeda pilihan dengan PKS dalam pemilihan presiden-wakil presiden.
"Anies itu tak kelihatan keberpihakannya kepada Betawi. Tak ada program yang jelas untuk kami. Nah, ini tiba-tiba memunculkan orang sebagai wakil gubernur yang tak tahu siapa. Kami saja tak tahu mereka akan buat apa terhadap Betawi," kata Luthfi.
Ketua DPRD Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, membenarkan soal adanya upaya lobi yang dilakukan Agung dan Syaikhu kepada dirinya serta sejumlah fraksi di DPRD. Dia menilai proses itu masih dalam taraf wajar karena fraksi-fraksi di DPRD perlu mengenal calon wakil gubernur yang akan mereka pilih.
"Seperti yang saya selalu bilang. Tak mudah jadi pemimpin di Jakarta. Harus orang yang benar-benar tahu kota ini," kata Prasetyo. "Tapi proses sudah berjalan. Surat sudah saya terima dan akan diteruskan ke Badan Musyawarah." LANI DIANA | FRANSISCO ROSARIANS
Bergantung pada Suara Non-Koalisi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo