BALIKPAPAN dan Samarinda, dua kota utama di propinsi Kalimantan
Timur itu tak perlu takut lagi dilanda gelap. Sejak pemakaian
PLTD diresmikan Maret lalu, kedua kota itu terang benderang.
Jalannya juga sudah sip. Tak lagi megap-megap seperti beberapa
bulan lalu.
Penyempurnaan juga telah dilakukan. Tegangan semula 110 dirubah
220 V. Meski demikian, ternyata tak berarti semuanya sudah
beres. Seperti dikatakan Ery Soeparjan, Gubernur Kalimantan
Timur, 25 mega watt (MW) listrik di daerah itu belum bisa
dipasarkan. Yaitu, dari 30 MW daya yang dimiliki PLN baru 5 MW
yang terpakai.
Kelebihan itu diharapkan terjual pada hotel-hotel besar dan
industri perkayuan yang ternyata belum tertarik untuk memakai
listrik PLN. Hotel besar di Balikpapan seperti Grand Park dan
Blue Sky misalnya masih lebih senang memakai diesel sendiri.
Juga Pertamina, yang memperluas pengilangan minyaknya belum
memberi lampu hijau. "Soalnya mereka sudah terlanjur memiliki
diesel sendiri," ucap ir Suwarto, Kepala PLN Balikpapan.
Tapi menurut Suwarto kerugian tidaklah terlalu besar. Dua unit
yang dipasangnya saat ini terjual cukup. Hanya 4 unit lainnya
yang nganggur memang perlu segera dijual. "Pendekatan pada para
pengusaha masih terus kita lakukan," kata Suwarto. Namun selama
5 bulan ini titik terang belum juga terlihat.
Akhirnya Pemda turun tangan. H. Asnawi Arbain, Walikota
Balikpapan menurunkan SK: "Seluruh bangunan dan industri
diharuskan memakai listrik PLN." Tapi hasilnya tak segera bisa
dilihat. Beberapa pengusaha agaknya masih perlu berfikir
panjang.
Terlalu Komersil
Secara komersil, PLN Samarinda lebih banyak merasa rugi
dibanding Balikpapan. Kelebihan yang tak terjual rata-rata 2000
KW perbulannya. Mungkin itulah sebabnya PLN mendiamkan saja
pencurian aliran yang terjadi akhir-akhir ini. Sebab "kalau daya
terpasang tak sebanding dengan pengeluaran bisa membahayakan
mesin," ucap seorang pegawainya. Usaha menggaet pengusaha kayu
yang memiliki saw mill tampaknya tak mencapai hasil. Begitu pula
dengan perumahan buruh UKA (pelabuhan) di Mangkupalas,
Samarinda Seberang.
Perumahan buruh yang kini sudah berjumlah 700 buah itu semula
ditargetkan ir Gaja Lumban Gaol, Kepala PLN Samarinda, agar
menyedot kelebihan. (TEMPO 22 April 1978). Tapi sampai saat ini
belum terlihat sebiji tiang PLN pun terpancang di sana. Bahkan
beberapa buruh sudah membeli generator diesel sendiri. "Harga
PLN terlalu komersil," ucap seorang pemilik saw mill.
Bantuan Pemda seperti diharapkan Lumban Gaol hampir tak pernah
ada. "Yang penting PLN mau berdamai menetapkan tarif yang
rendah," kata Ery Soeparjan sewaktu serah terima jabatan Kepala
PLN Samarinda, pertengahan September tadi. Dan Nurkia BBE,
pengganti Lumban Gaol yang pindah ke Banjarmasin tampaknya
memahami kesulitan pemasaran listrik PLN selama ini. Seminggu
bertugas ia sudah sibuk membikin rencana. Perumahan buruh UKA
segera dilirik kembali. Termasuk 30 buah perumahan wartawan yang
akan dibangun di Temindung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini