Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pengajaran Bahasa Indonesia ...

Depdikbud menyamaratakan penggunaan metoda strukturil analitis sintetis, untuk murid sd. kenyataannya ada 2 golongan murid yang berbeda penguasaan bahasa. kita masih harus mencari metoda yang mudah & cepat.

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Pengajaran Bahasa Indonesia ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BERTEPATAN dengan Hari Sumpah Pemuda, di Jakarta akan diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III. Dulu di Medan kita mengadakan kongres bahasa Indonesia yang terakhir dalam tahun 1954. Sekarang -- sesudah 24 tahun berlalu -- kita akan berkongres lagi! Dalam 24 tahun telah banyak perubahan yang kita lihat dalam perkembangan bahasa Indonesia. Kata dan pola Bahasa Melayu Umum, yang di zaman kolonial Belanda diajarkan di sekolah melalui buku Matahari Terbit, sudah banyak yang ditinggalkan orang. Ungkapan seperti: mengenakan topi, mengendarai kereta angin, sudah diganti dengan memakai topi, naik sepeda. Kata-kata seperti: dawat, pekan, lepau, pinsil, panggung, sudah tergeser oleh: tinta, minggu, warung, potlot, pentas. Sebaliknya dewasa ini banyak sekali dipakai orang kata-kata dari dialek Betawi (Jakarta), yang dalam Kamus Purwadarminta diberi tanda "J", seperti: brewok, dekil, dongkol, enjot-enjotan, gegabah, setru bebuyutan, getol, jambret, ngaco, nongkrong, nyengir, ringsek, nyelonong. Sebagian berasal dari bahasa Sunda, yang dipakai orang di pinggiran kota Jakarta. Demikian juga bahasa Jawa telah memperkaya perbendaharaan kata Indonesia dengan kata-kata baru, yang dalam Kamus Purwadarminta diberi tanda "Jw", seperti: alit, antek, cantol, kesandung, lugu, luwes, meringis, semrawut, sembrono, tuntas, gembleng, sesepuh, trampil, ugal-ugalan. Yargon "dunia kampus" pun tidak ketinggalan memberikan andilnya dengan kata-kata seperti: ngebut, nyentrik, nyontek, asoy, cowok, bloon. Harus diakui betapa besar jasa dan peranan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam membina perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya dengan berbagai macam keterangan yang diberikan oleh Dr. Yus Badudu melalui siaran TV-RI. Tapi yang paling meluas dan paling kuat masih tetap pengaruh Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah, dimulai dari SD. Maka sepantasnya Masalah Pengajran Bahasa Indonesia harus menjadi acara terpenting, yang harus dibahas secara mantap dan tuntas dalam Kongres Bahasa Indonesia itu. Tepatkah Penyamarataan? Kini Dep. P&K masih menyamaratakan atau menggeneralisasikan pengajaran bahasa Indonesia itu. Untuk seluruh Nusantara hanya disusun dan dibagikan satu macam seri buku pelajaran bahasa Indonesia, dan memakai hanya satu macam metoda, yang disebut metoda Strukturil Analitis Sintetis untuk semua murid SD di seluruh Indonesia. Apakah kebijakan itu tepat dan cocok untuk kita yang mempunyai keaneka-ragaman bahasa daerah, dan keadaan situasi serta kondisi lingkungan hidup anak-didik kita dengan perbedaan yang sangat besar itu? Untuk menjawab pertanyaan dan mempertimbangkan kebijakan penyamarataan metoda dan bahan pelajaran itu marilah kita analisa dua masalah yang besar sekali pengaruhnya, yang sebaiknya harus diteliti dahulu dcngan seksama sebelum kita menentukan pemilihan metoda dan bahan pelajaran yang paling tepat dan cocok untuk keperluan anak didik kita. Pertama: Kenyataan adanya 2 macam golongan murid SD dengan perbedaan kemampuan penguasaan bahasa Indonesia yang menyolok sekali. Yaitu: (a). Murid SD yang di dalam lingkungan hidupnya sehari-hari tidak pernah berbahasa Indonesia, lagi pula jarang sekali mendengar orang berbicara Indonesia. Mereka hidup di kampung-kampung yang agak jauh dari kota dan dari jalan besar, sehingga mereka itu tidak mendapat kesempatan untuk berkomunikasi dengan "dunia luar". Untuk murid SD dari golongan ini yang paling cocok adalah metoda pengajaran bahasa kedua, yang dalam bahasa Inggeris disebut teaching a language as a second language. Kita tidak boleh mengingkari kenyataan bahwa bahasa Indonesia untuk mereka itu merupakan bahasa kedua sesudah bahasa daerah yang dikuasainya sebagai bahasa ibu. Seperti dalam pelajaran bahasa Inggeris as a second language pelajaran bahasa itu sebaiknya harus dimulai dengan memperkenalkan dahulu beberapa kata dasar, dan baru kemudian secara bertahap disusun menjadi kalimat-kalimat sederhana. (b). Murid SD yang dalam kehidupan sehari-hari sudah terbiasa berbahasa Indonesia. Mereka terutama didapat di kota-kota, di lingkungan masyarakat yang bersifat heterogin, terdiri atas beberapa keluarga dari berbagai macam suku bangsa, seperti misalnya yang tinggal di kompleks perumahan ABRI, atau di kalangan keluarga dengan ibu-bapak yang berasal dari suku bangsa yang berbeda. Untuk mereka pengajaran bahasa Indonesia itu dapat diberikan dalam metoda bahasa ibu. Sebab anak-didik dari golongan ini sudah cukup pandai berbahasa Indonesia dan sudah mengenal cukup banyak kata dasar, pengajaran bahasa Indonesia itu dapat langsung diberikan dalam bentuk cerita pendek. Kira-kira sama seperti isi buku pelajaran bahasa daerah (sebagai bahasa ibu murid), yang sedari dulu hingga sekarang biasa dipakai di negeri kita. Atas pertimbangan sosial-politis, untuk menghindari timbulnya pertentangan, tidak menyalahi ilmu jiwa maupun ilmu pendidikan, jika pelajaran bahasa Indonesia itu di semua SD diseluruh Indonesia diberikan pada waktu yang sama, misalnya mulai murid itu masuk bersekolah. Yang harus berbeda, dan harus disesuaikan dengan kemampuan penguasaan bahasa Indonesia dari murid SD itu hanya bahan pelajaran dan cara (metoda) mengajarkannya saja. Kedua: Kenyataan adanya pengaruh interferensi yang kuat sekali dan bersifat timbal-balik antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, yang menjadi bahasa ibu murid. Kesukaran yang dihadapi oleh murid SD dalam pelajaran bahasa Indonesia sebagian besar disebabkan oleh pengaruh interferensi bahasa ibu yang sudah dikuasainya, yang menimbulkan kebingungan dan kekacauan. Anak-didik itu seringkali tidak dapat membedakan antara struktur kata dan pola kalimat bahasa Indonesia baku dari bahasa daerah standar. Kesalahan yang dibuat oleh orang tua pun umumnya disebabkan oleh pengaruh interferensi bahasa daerahnya. Mereka yang berballasa ibu bahasa Jawa biasa membuat kesalahan seperti berikut: Itu gelasnya siapa, Bolehnya bicara dengan siapa, Rumah A Tjay di Pluit yang besar sendiri, Saya tidak mengerti kalau bapak saya sudah pulang, Bapak pulangnya besok kapan. Keluarnya masuk mana, dan sebagainya. Mengingat betapa kuatnya pengaruh interferensi bahasa daerah dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita harus menyusun metoda yang memperhatikan kesukaran murid yang khas sebagai akibat dari pengaruh interferensi bahasa daerah itu. Sebagai langkah pertama, baiklah kita menyusun bahan pelajaran disertai latihannya yang kita susun khusus untuk murid SD yang berbahasa ibu bahasa Jawa, bahasa Sunda dan bahasa Madura, sebagai 3 kelompok bahasa daerah dengan jumlah pemakai yang paling besar di Indonesia. 'Eta Buku Dibeuli Ku Kuring... " Dalam praktek mengajar kita ketahui bahwa sesuatu kesukaran yang sulit untuk murid di Jawa Tengah, belum tentu sukar untuk murid di Tanah Sunda. Sebaliknya murid SD di Tanah Sunda mempunyai kesukaran khas, yang tidak terasa oleh anak-didik di Jawa Tengah. Ungkapan buku itu saya beli tidak sukar untuk murid SD di Jawa Tengah, sebab dalam bahasa Jawa juga mereka mempergunakan pola yang serupa, yaitu buku iku dak tuku. Untuk anak Sunda ungkapan itu cukup sulit. Banyak yang membuat kesalahan dan mengatakan buku itu dibeli oleh saya, serupa dengan pola kalimat Sunda eta buku dibeuli ku kuring. Sebaliknya banyak anak Jawa yang membuat kesalahan dan mengatakan yang besar sendiri, terpengaruh oleh kalimat Jawa sing gede dewe. Untuk anak Sunda ungkapan itu tidak sukar, sebab dalam bahasa Sunda mereka sudah biasa mengatakan nu panggedena serupa dengan yang terbesar. Jika pengaruh interferensi bahasa itu kita perhatikan, maka sebaiknya kita memakai metoda kontrastif. Dalam bahasa Inggeris disebut a contrastive linguistic approach in language teaching, yang dipelopori oleh Prof. dr. Robert Lado dalam disertasinya Linguistic across Cultures. Dr. Yus Badudu dalam bukunya Bahasa Indonesia dalam Pembinaan TV-RI hlaman 7 - 12, dan drs. Yazir Burhan dalam karangannya Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia halaman 62 - 80 sama mendukung aliran "metoda kontrstif" itu. Dr. Yus Rusyana dalam disertasinya mengupas masalall interferensi bahasa Sunda dalam bahasa Indonesia. Karena pengaruh interferensi itu bersifat timbal balik, bahan latihan yang disusun berdasarkan metoda kontrastif, pasti akan mempunyai efek yang bierarah timbal-balik pula, misalnya dalam bentuk "latihan memperbandingkan bahasa" (languages comparison exercises), yang berlainan sekali cara, sifat serta tujuannya daripada latihan menterjemahkan dalam metoda terjemahan (translation method). Kata-kata dan ungkapan-ungkapan kedua bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa daerah) dihadapmukakan dengan tujuan agar supaya murid itu dapat mengenal, dapat membedakan, dan dapat menghafal kedua bahasa itu dalam bentuknya yang tepat dan baku. Latihan memperbandingkan bahasa itu tujuannya untuk menghilangkan keragu-raguan, agar supaya anak didik itu dapat mengatasi kekacau balauan (percampur-adukan) karena adanya interferensi. Latihan "memperbandingkan bahasa" untuk murid SD di Tanah Sunda misalnya dapat diberikan secara berikut: Bandingkanlah dan perhatikan, perbedaannya baik-baik! BAHASA INDONESIA BAHASA SUNDA daging dimasak daging dipasak tiang dipasaktihang dipaseuk menarik gerobaknarik roda rodanya rusakgilindingna ruksak lega hatinyabungangang hatena sawahnya luassawahna lega tidak sampai hatihenteu luas membeli benangmeuli bola menendang bolanyepak bal Setelah contoh di atas itu diamat-amati, jelaslah kiranya bahwa bahan latihan itu tidak saja akan menjaga kemurnian bahasa Indonesia baku, tapi sekaligus (pada waktu yang sama) akan menjaga juga kemurnian bahasa daerah standar. Mungkin di kalangan para pembaca, setelah merenungkan uraian di atas itu, timbul pikiran bahwa metoda "kontrastif' yang disarankan itu terlalu kompleks, karena akan terlalu banyak ragamnya. Apalagi jika kita ingat, bahwa jumlah bahasa daerah yang dicatatkan saja sudah melebihi 250 buah! Baiklah selalu diingat, bahwa kita sebagai pendidik dan penyusun metoda bagi murid kita dan juga bagi guru yang akan melaksanakannya, harus terus menerus mencari jalan (metoda) yang paling mudah dan paling cepat memberikan hasil yang baik, serta paling aman, dalam arti kata dapat menjaga timbulnya kekacau-balauan dan percampur-adukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus