Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Reklamasi Ancol yang berada di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara mencuat setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan izin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies Baswedan meneken Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) Seluas sekitar 35 hektare dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas 120 hektare pada 24 Februari 2020.
Pemerintah DKI Jakarta tak memaknai perluasan itu sebagai reklamasi Ancol. "Bukan pulau. Itu hanya memperluas daratan," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Kota Heru Sunawan, dikutip dari Koran Tempo edisi 30 Juni 2020.
Sekretaris Daerah DKI Saefullah menyatakan reklamasi Ancol di pantai timur dan barat Ancol berdiri di atas tanah hasil pengerukan sungai Ibu Kota. Pada 2009, dilakukan pengerukan tanah di lima waduk dan 13 sungai Jakarta. Tujuannya untuk menanggulangi banjir.
Berdasarkan laporan dari program Jakarta Emerging Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP), kata Saefullah, lumpur yang dihasilkan dari pengerukan sungai itu mencapai 3.441.870 meter kubik. Lumpur yang dibuang kemudian mengeras dan menghasilkan tanah seluas 20 hektare (ha).
"Penumpukan tanah tersebut pada akhirnya akan membentuk area baru karena proses pemadatan yang dilakukan untuk menjaga agar tanah tidak tercecer ke dasar laut secara tidak teratur," jelas Sekda DKI Saefullah dalam rekaman video Pemprov DKI Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020.
Untuk itulah, dia melanjutkan, daratan baru di Ancol itu sudah lebih dulu ada dan terpisah dari reklamasi yang akhirnya dibatalkan. Menurut dia, area baru yang terbentuk dari tanah kerukan ini harus diatur pemanfaatannya demi kepentingan publik.
Hal ini yang mendasari Anies mengeluarkan Kepgub 237/2020. Izin pelaksanaan reklamasi Ancol digunakan untuk mengurus hak pengelolaan (HPL) atas lahan yang sudah ada di Ancol timur. Saefullah mengutarakan, pemerintah sedang mengurus pembuatan sertifikat lahan seluas 20 hektare.
"Selama beberapa tahun ini memang sudah terdapat kurang lebih 20 hektar 'tanah timbul' yang ada di Ancol timur. Dihasilkan dari lumpur hasil pengerukan sungai-sungai di Jakarta," jelas dia.
Sejumlah kapal nelayan berada di dekat lokasi perluasan alias reklamasi kawasan Ancol, Jakarta, Rabu, 1 Juli 2020. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam terbitnya izin reklamasi untuk PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk seluas 150 hektare untuk perluasan kawasan rekreasi. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pro dan kontra atas keputusan ini kemudian muncul. Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Syarif, mendukung reklamasi Ancol untuk pengembangan kawasan wisata di tempat rekreasi itu. Menurut anggota Komisi D Bidang Pembangunan ini, reklamasi Ancol berbeda dengan janji politik Anies.
"Menurut saya ini bukan reklamasi yang janji politik Gubernur Anies Baswedan. Sebab, konteks reklamasi yang menjadi perbincangan itu yang 17 pulau dan sudah gagal kan," kata Syarif saat dihubungi, Kamis, 2 Juli 2020.
Syarif menuturkan pemerintah mengizinkan reklamasi Ancol atas latar belakang kerja sama DKI saat dipimpin Fauzi Bowo dengan PT Pembangunan Jaya Ancol pada 2009. Saat ini, DKI bekerja sama untuk program dumping site atau pembuangan hasil kerukan dari 13 sungai di Ibu Kota.
Lumpur hasil kerukan sungai di DKI, itu dijadikan material untuk mereklamasi pantai.
Hasil reklamasi dari pengerukan sungai tersebut telah terbentuk pulau seluas 20 hektare di sisi timur Ancol. Adapun reklamasi di sisi timur direncanakan seluas 120 hektare. "Jadi melihat reklamasi Ancol harus liat riwayatnya dulu."
Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam Kepgub Anies. Izin reklamasi Ancol dianggap bertentangan dengan janji Anies saat kampanye Pilkada DKI 2017.
Sejumlah kapal nelayan berada di dekat lokasi perluasan kawasan Ancol, Jakarta, Rabu, 1 Juli 2020. Keputusan ini diteken Anies pada 24 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Dia menilai, praktik komersialisasi kawasan pesisir di Teluk Jakarta justru diperkuat dengan pemberian izin tersebut.
Lebih dari itu, Susan khawatir perluasan daratan Ancol bakal merusak kawasan perairan Ancol serta kawasan tempat pengambilan material pasir untuk bahan pengurukan.
“Ekosistem perairan semakin hancur, ekosistem darat akan mengalami hal serupa. Inilah salah satu bahayanya reklamasi,” ucapnya.
Menurut Saefullah, reklamasi Ancol diperuntukkan kepentingan masyarakat dan tidak mengganggu kepentingan nelayan. Perluasan tersebut dimanfaatkan sebagai lahan untuk membangun tempat bermain anak dan museum internasional sejarah Nabi Muhammad SAW dan peradaban Islam. Peletakan batu pertama atau groundbreaking berlangsung pada Februari 2020.
IMAM HAMDI | ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini