Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Md. bertemu empat mata dengan Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Jozua Mamoto di ruang kerjanya, sekitar Agustus 2022. Mereka tengah membicarakan jalan keluar penyelesaian kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menyeret Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kala itu, penyidikan berjalan seret karena Sambo diduga masih dilindungi sejumlah polisi berpangkat rendah hingga perwira menengah, khususnya yang berdinas di Divisi Propam. Benny mencetuskan ide “bedol desa” kepada Mahfud. Ia memperkirakan, jika ada mutasi besar-besaran, penyidikan kematian Yosua akan tuntas. Mahfud setuju. Ia meminta Benny langsung menemui Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menyampaikan ide tersebut malam itu juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, kepada Benny, Mahfud juga menyiapkan siasat seandainya Sigit menolak. Caranya, Mahfud menitipkan pesan berisi “gertakan” untuk Sigit lewat Benny. Isinya: jika Sigit menolak usul itu, Mahfud akan menghadap Presiden Joko Widodo. “Saya akan minta Presiden perintahkan Kapolri membuat mutasi besar-besaran," kata Mahfud, menceritakan ulang kejadian tersebut kepada Tempo di kantornya di Jalan Kramat, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Juli 2024.
Rupanya, ide tersebut disambut Jenderal Sigit. Sekitar pukul 20.00, Sigit meneken telegram rahasia yang berisi mutasi 24 personel Polri di Divisi Propam, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, serta Kepolisian Resor MetroJakarta Selatan yang ditengarai ikut menutupi pembunuhan Yosua. Mereka dimutasi ke Bagian Pelayanan Markas Polri.
Hingga Rabu, 24 Juli 2024, Benny Mamoto tak merespons permintaan wawancara yang dikirimkan ke nomor teleponnya perihal pertemuannya dengan Mahfud itu. Namun Komisioner Kepolisian Nasional lain, Poengky Indarti, membenarkan ide Benny soal “bedol desa” tersebut. Ia mengatakan Benny menyampaikan usul itu di ruang kerja Sigit. "Kapolri langsung setuju," ujar Poengky.
Prahara di Markas Besar Polri dimulai sejak kasus Ferdy Sambo. Pertama kali dalam sejarah Polri, seorang jenderal ditangkap dalam kasus pembunuhan. Di tengah proses hukum skandal Sambo, meledak tragedi Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022. Sebanyak 135 penonton pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara klub Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, meninggal terinjak-injak dan kehabisan napas. Polisi yang menjaga pertandingan dituding serampangan menembakkan gas air mata. Akibatnya, paparan gas air mata membuat ribuan penonton panik hingga berebut keluar dari stadion.
Baru berjalan dua pekan, tepatnya pada 14 Oktober 2022, Korps Bhayangkara kembali diguncang skandal. Personel Divisi Propam menahan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa yang dituduh menggelapkan barang bukti sabu seberat 5 kilogram. Teddy adalah jenderal pertama yang ditangkap dalam kasus narkotik.
Beberapa jam sebelum penahanan Teddy, Presiden Joko Widodo memanggil semua pejabat Polri hingga kepala kepolisian resor se-Indonesia ke Istana Negara. Mereka dikumpulkan karena citra Polri tengah anjlok setelah munculnya kasus Sambo dan tragedi Kanjuruhan. "Saat ini tingkat kepercayaan publik kepada Polri menjadi rendah," tutur Jenderal Listyo Sigit Prabowo setelah menghadap Jokowi dalam acara itu. Sambo dan Teddy akhirnya dihukum bui seumur hidup.
Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi (tengah) menyerahkan bantuan kepada warga yang terkena dampak gempa bumi di Lebo, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, 8 Juli 2024./Antara/Harviyan Perdana Putra
Ketiga peristiwa itu mematahkan upaya polisi yang sedang memoles diri. Poengky Indarti mengatakan ada tiga peraturan Kapolri yang sudah dibuat jauh hari untuk mendukung reformasi kultural di kepolisian. Ketiganya adalah aturan tentang kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara, usaha bagi anggota Polri, dan kepemilikan barang mewah.
Namun, kata Poengky, ketiga peraturan Kapolri itu tak mampu mengubah watak dan tindakan anggota kepolisian agar lebih diterima publik. Prosedur penanganan perkara juga tak berkembang. "Masih ada anggota yang menggunakan kekerasan berlebihan, arogan, dan koruptif," ucapnya.
Dalam beberapa kasus, ada personel kepolisian yang malah melayani kepentingan tertentu. Contohnya penguntitan Jaksa Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah oleh personel Detasemen Khusus 88 Antiteror di Cipete, Jakarta Selatan, pada 19 Mei 2024. Ditemui secara terpisah, dua sumber yang mengetahui peristiwa itu mengatakan penguntitan tersebut dilatari penanganan kasus korupsi tata niaga timah yang sedang ditangani Jampidsus.
•••
P RESIDEN Joko Widodo melantik Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Polri pada 27 Januari 2021. Jebolan Akademi Kepolisian tahun 1991 itu menggantikan Jenderal Idham Azis yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1988. Artinya, Jokowi melompati dua angkatan lain dengan memilih Sigit.
Saat Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo pada 2011, Listyo Sigit Prabowo menjadi Kepala Polres Kota Surakarta. Surakarta merupakan nama administratif untuk Solo. Karena sering bekerja sama, keduanya lantas menjadi akrab. Karier Sigit di Trunojoyo—sebutan untuk Markas Besar Kepolisian RI—lantas meroket setelah Jokowi menjadi presiden pada 2014. Sigit juga pernah menjadi ajudan Jokowi.
Bukan hanya Sigit, karier Kapolresta Surakarta pada 2010, Nana Sudjana, juga ikut moncer. Meski sudah pensiun, Nana kini ditunjuk menjadi penjabat Gubernur Jawa Tengah. Sedangkan karier Wakil Kepala Polresta Surakarta yang mendampingi Sigit saat itu, Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, juga ikut terkerek. Luthfi bukan jebolan Akademi Kepolisian. Namun pangkatnya menanjak hingga bintang dua dan kini menjabat Kepala Polda Jawa Tengah. Dari mereka ini kemudian muncul istilah Geng Solo di Polri untuk merujuk pada polisi pilihan Jokowi karena pernah bekerja sama dengannya saat di Solo.
Laporan majalah Tempo berjudul "Tiket Murah Orang Presiden" pada 12 Mei 2024 mengungkap peran Presiden Jokowi di balik mencuatnya nama Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dalam pemilihan kepala daerah Jawa Tengah mendatang. Kepada sejumlah orang dekatnya, Luthfi mengaku mendapat instruksi dari Jokowi untuk bersiap menjadi calon gubernur. Sedangkan Nana sejak awal sudah disiapkan menjadi penjabat Gubernur Jawa Tengah.
Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan Presiden Jokowi memang memiliki hak prerogatif untuk menunjuk pejabat kepolisian. Namun adanya orang-orang spesial seperti Geng Solo di tubuh Polri akan mengganggu prinsip meritokrasi. Kelompok itu akan menerima privilese tertentu dan menjadi preseden buruk di masa depan. “Sayangnya, Presiden membiarkan fenomena itu,” ucapnya.
Pendapat yang sama disampaikan peneliti dari Murdoch University di Perth, Australia, Jacqui Baker. Ia menambahkan, Jokowi memanfaatkan polisi yang pernah dekat dengannya untuk kepentingan eksekutif. Barterannya adalah jenjang karier. Baker menganggap cara ini akan menjadi pesan buruk di tubuh Polri. “Akan muncul pemikiran karier mereka akan lebih lancar dengan berteman dengan pejabat ketimbang menjadi polisi yang berprestasi,” katanya.
Jokowi juga “memanjakan” polisi. Pada pengujung masa jabatannya, Jokowi membuat surat presiden sebagai restu atas revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Revisi ini penuh kontroversi karena, selain menambah usia pensiun polisi, menambah beragam kewenangan di tubuh Korps Bhayangkara. "Revisi ini makin mendekatkan peran kepolisian menjadi superbody investigator," ucap Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho tak menjawab permintaan wawancara perihal kinerja polisi dan tudingan adanya Geng Solo. Ia meminta Tempo mengkonfirmasi hal tersebut ke Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko. Hingga Rabu malam, 24 Juli 2024, Truno belum bisa memberikan penjelasan karena sedang berada di luar kota. "Saya sedang di Kendal, belum bisa jawab karena butuh data," kata Truno.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo