DALAM urusan tembak-menembak, jangan anggap remeh polisi kita. Apalagi bila yang menjadi sasaran adalah rakyatnya. Kamis pekan lalu, dua orang mahasiswa ditembak aparat polisi yang gatal tangan saat demo menolak kenaikan harga BBM di Karawang, Jawa Barat.
Dua mahasiswa tersebut adalah Nurul Fatimah, Bendahara Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Karawang, dan Muhammad Arif, aktivis Liga Muslim Indonesia. Nurul tertembak di bagian tangan, sedangkan punggung Muhammad tertembus peluru. Selain mereka berdua, puluhan mahasiswa lainnya terluka akibat pukulan dan semburan gas air mata. "Kami mengutuk. Ini preseden buruk buat demokrasi," kata Ketua Umum HMI, Kholis Malik.
Polisi memang bertindak berlebihan. Untuk menghadapi 200-an pemuda yang mulai bergerak dari halaman Universitas Singa Perbangsa menuju Gedung DPRD Kabupaten Karawang, mereka mengerahkan puluhan petugas. Aparat juga memagarbetisi rapat-rapat pintu gerbang gedung DPRD tersebut. Ketika mahasiswa mencoba merangsek setelah tiga jam bernegosiasi tanpa hasil, tiba-tiba polisi langsung menghujani mahasiswa dengan gas air mata serta tembakan senapan laras panjang.
Toh, menurut Kepala Humas Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Faisal, yang ditembakkan hanya peluru karet. "Arahnya pun sebenarnya ke atas," kata Faisal. Lo, kok seperti peluru kendali, bisa mencari sasaran sendiri?
H. Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini