MENYARU jadi polisi, lalu mengadakan razia dan menarik pungli, memang bisa saja terjadi di mana-mana. Juga di Tulungagung, Jawa Timur. Dan polisi-polisian ini ditangkap bermula dari informasi Wiwiek, pelajar SPMA Tulungagung. Suatu hari di bulan Februari lalu, Wiwiek mengendarai sepeda motor bebek. Di persimpangan Silorejo, Ngunut, Tulungagung, Wiwiek disetop polisi. Surat-surat diperiksa. Eh, Wiwiek tak membawa SIM, karena terburu-buru. Ia menyerah saja. Polisi itu langsung menawarkan cara damai, tak mau menilang. "Lima ribu," kata polisi. Wiwiek, yang hanya membawa uang Rp 3.000, tentu saja menawar. "Kok Bapak tega-teganya minta duit pada anak sekolah," kata Wiwiek sembari mengeluarkan uang Rp 3.000. Polisi itu malah melotot. "Lho, kamu nggak percaya saya polisi, ya," katanya sambil menepuk dada. Nah, Wiwiek pun melihat keanehan, polisi itu tak mengenakan nama dan tanda pangkat. Sepatu yang dipakamya hanya sepatu olah raga. Wiwiek kemudian melaporkan kasus itu. Polisi Tulungagung akhirnya memasang jerat dan kemudian berhasil menangkap polisi palsu itu, namanya Supani, penduduk Desa Demuk, Tulungagung. "Kami sudah lama mencurigai ulah Supani ini," kata Lettu. Koesnan, Kapolsek Ngunut. Daerah operasi Supani tak hanya di Tulungagung, tapi sampai ke Blitar. "Selalu berpindah-pindah," kata Koesnan lagi. Akhirnya, Pengadilan Negeri Tulungagung, dalam sidangnya belum lama ini, mengganjar Supani dengan hukuman 6 bulan penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini