Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGENAKAN topeng berwarna putih, DJ Laker memasuki panggung selepas grup musik tipe -X menyudahi penampilannya. Sang disc jockey sudah bersiap siaga di depan meja sambil memutar mixer yang bersebelahan dengan laptop dan turntable. Alunan denting piano yang ia ramu mulai terdengar mengalun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak lama berselang, Yonanda Frisna Damara dan Fajar Ari menyusul ke panggung. Dua penggawa grup dangdut NDX A.K.A. itu langsung menyapa puluhan ribu penonton yang sudah memadati panggung Pekan Gembira Ria Volume 6 di Parkir Barat Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu, 2 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Buat kalian yang diduakan pacarnya, nyanyi lagu ini malam ini, ya,” kata Yonanda yang kemudian menyanyikan hit andalannya, “Lilakno Aku”. Lagu yang dalam bahasa Indonesia berarti “Relakan Aku” itu seperti membius para pasukan ambyar—sebutan untuk penikmat lagu-lagu dangdut koplo yang bertema patah hati.
Malam itu, gelanggang pertunjukan dipadati penonton yang didominasi generasi muda. Mereka menyemut di depan panggung. Ada yang membentangkan spanduk, mengangkat gawai, juga bergoyang mengikuti senggakan—vokal atau kata-kata yang menyela lagu—yang berulang kali dilontarkan Yonanda dan Fajar.
Boleh dibilang NDX A.K.A. adalah langganan panggung Pekan Gembira Ria. Grup asal Yogyakarta itu selalu tampil sejak pertama kali perhelatan dangdut tersebut digelar.
Aksi grup musik Tipe-X saat tampil di panggung Pekan Gembira Ria, JIExpo, Kemayoran, Jakarta, 2 Desember 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Dalam konser kali ini, NDX A.K.A. menyajikan daftar lagu yang berbeda. Menyusul lagu “Lilakno Aku”, Yonanda dan Fajar mengajak penonton berdendang lewat tembang “Terminal Giwangan”. Lagu ini bercerita tentang seseorang yang hanya menjadi tempat mencurahkan isi hati. Rasane ora karuan, ning ati loro tenan. Cinta matiku kau anggap dolanan.
Saat tempo dentuman musik dari DJ Laker makin tinggi, senggakan kembali dilontarkan. Suasana makin riuh ketika Fajar melantunkan rima-rima berbahasa Jawa seperti seorang rapper. Para penonton pun sontak melompat dan bergoyang mengikuti musik seperti di lantai dansa.
Selepas dua lagu awal yang masuk album NDX A.K.A., Familia (2017), itu, DJ Laker kembali memainkan perannya. Remix lagu “Mari Bercinta” milik Aura Kasih dan “Cinta Monyet” dari grup musik Goliath yang dimainkan DJ itu seperti tidak memberi jeda untuk penonton. Puluhan ribu penonton kembali melonjak-lonjak mengikuti irama musik. Sesekali, Yonanda dan Fajar melontarkan senggakan dalam bahasa Jawa: Hokya. Heik, heik, siji, loro, telu.
Yonanda, Fajar, dan DJ Laker yang tampil sejak pukul 21.00 WIB sukses menghibur penggemar mereka selama satu jam penuh. Setelah mengajak penonton berjoget dengan alunan remix lagu-lagu pop, mereka memainkan tembang patah hati berjudul “Cinta Tak Terbatas Waktu”. Penggalan lirik pembuka, andaikan malam yang sepi dapat bicara, mungkin aku tak akan kesepian, kembali mengajak penonton bernyanyi.
Dengan irama kendang yang khas dari DJ Laker, Yonanda dan Fajar berlenggak-lenggok di atas panggung diikuti para penonton. Tak jarang pula keduanya berinteraksi dengan penonton lewat banyolan-banyolan yang khas. NDX A.K.A. kemudian memainkan lagu “Ngerteno Ati” yang didedikasikan buat mereka yang bersedih karena pasangan mereka lebih dekat dengan orang lain.
Penggemar NDX A.K.A. dari Bekasi saat menonton grup musik NDX A.K.A. Familia di Pekan Gembira Ria, Jakarta, 2 Desember 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Tak hanya piawai mengajak penonton bernyanyi, NDX A.K.A. juga mampu membuat alur pertunjukan tidak membosankan. Jarak lagu satu ke lagu lain mereka selingi dengan remix musik tembang pop lain. “Ikuti gerakan kami, ya,” ujar Fajar yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi di atas pentas.
DJ Laker kemudian menghujani penonton dengan remix lagu “Punk Rock Jalanan, Yank” milik band Wali dan “Hanya Ingin Kau Tahu” dari band Repvblik. Pada momen berikutnya, penonton makin dibuat bergoyang dan berdendang dengan beberapa lagu lain, seperti “Holiday”, “Ditinggal Rabi”, “Nemen”, dan “Nyekso Batin”.
•••
SEJAK pukul 16.30 WIB, Novia Luluk, 25 tahun, sudah tiba di Parkir Barat Jakarta International Expo untuk menunggu penampilan grup idolanya, NDX A.K.A. Bersama dua rekannya, Muhammad Alif, 22 tahun, dan Fajar Aditya, 23 tahun, dia tidak langsung masuk ke gelanggang konser. Ketiganya menunggu teman-teman mereka yang tergabung dalam NDX A.K.A. Familia—sebutan penggemar grup tersebut—Jabodetabek. "Jadi beberapa hari sebelum acara kami sudah janjian," ucap Via saat berbincang dengan Tempo.
Via adalah karyawan swasta yang berdomisili di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Pada 2016, dia merantau ke Jakarta dari tanah kelahirannya, Nganjuk, Jawa Timur. Sebagai orang Jawa Timur, Via telah lama akrab dengan musik dangdut koplo.
Kegandrungannya terhadap musik dangdut makin menjadi ketika dia mendengarkan lagu-lagu NDX A.K.A. Menurut dia, sebagian besar lagu NDX A.K.A. sangat relevan dengan kisah cinta anak-anak muda: patah hati, perasaan sedih, hingga perpisahan. "Dengan tawaran musik dangdut hiphop, perasaan sedih itu bisa dirayakan dengan gembira,” tutur Via.
Selama konser berlangsung, Via terus ikut bernyanyi dan bergoyang bersama rekan-rekannya. Dia begitu menikmati momen ketika Yonanda Frisna Damara dan Fajar Ari mendendangkan lagu andalan ditambah permainan musik DJ Laker. Misalnya lagu “Nemen”, “Kimcil Kepolen”, dan “Ngerteno Ati”.
Bagi Via, mendengarkan lagu NDX A.K.A. bisa dijadikan sarana healing. "Banyak orang, termasuk saya, tertarik pada lagu-lagu ambyar itu. Makanya sekarang di mana saja konsernya pasti ramai,” ujarnya.
Senada dengan Via, Fajar Aditya yang juga penggemar musik dangdut makin getol menyambangi konser-konser serupa. Dengan datang langsung dan ikut bernyanyi, lelaki asal Tulungagung, Jawa Timur, yang merantau ke Tangerang, Banten, itu mendapat banyak pengalaman. Salah satunya dia bisa mencurahkan perasaannya dengan berdendang dan bergoyang.
Penggemar grup musik NDX A.K.A. di KoploDay, Pekan Gembira Ria di JIexpo, Jakarta, 2 Desember 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
“Setiap kali datang ke konser dan bernyanyi, rasanya seperti mencurahkan perasaan,” kata Fajar, yang menyebutkan banyak lagu NDX A.K.A. yang sangat dekat dengan kisah hidupnya.
Lewat konser dangdut, Fajar juga mendapat banyak kenalan baru. Perjumpaan dengan banyak orang itu, tutur Fajar, kerap terjadi ketika dia menyambangi konser-konser NDX A.K.A. “Lewat konser dangdut, teman saya bertambah. Ada yang dari Demak, Karawang, dan lainnya,” katanya.
Lain halnya dengan Muhammad Alif. Ia menemukan keseruan lain ketika mendatangi konser. Selain lantaran mengidolakan NDX A.K.A., Alif rutin datang ke konser dangdut karena bisa memperoleh ruang yang nyaman. Menurut dia, saat ini konser dangdut diminati beragam kalangan dengan selera bermacam-macam.
Bahkan, tutur Alif, konser dangdut saat ini bisa berlangsung secara tertib, sonder kericuhan. “Ini yang bikin saya suka datang langsung,” ucapnya. Dengan harga tiket yang terjangkau, Alif melanjutkan, animo anak muda terhadap konser dangdut makin tinggi.
•••
PEKAN Gembira Ria Volume 6 menjadi salah satu perhelatan dangdut besar yang digelar belakangan ini. Selain NDX A.K.A., ada beberapa penyanyi dan grup dangdut yang beraksi. Salah satunya Trio Darling. Grup yang beranggotakan Lara Silvy, Nada Destyara, dan Syalia itu menjadi penampil pertama pada siang. Mereka berpentas sekitar pukul 13.30 WIB.
Para personel Trio Darling mempunyai rekam jejak di jagat dangdut. Nada dan Syalia adalah lulusan program pencarian bakat besutan RANS Entertainment, Koplo Superstar. Adapun Lara adalah penyanyi yang sudah cukup lama malang melintang di panggung dangdut.
Selepas aksi Trio Darling, para penonton disuguhi penampilan Nassar Fahad Ahmad Sungkar pada pukul 15.15 WIB. Mengenakan blazer dan celana pendek berwarna hijau, penyanyi bernama panggung King Nassar itu menghibur penonton dengan tembang hit seperti “Bisik-Bisik Tetangga”, “Gejolak Asmara”, “Kereta Malam”, dan “Seperti Mati Lampu”. Dengan kepiawaian membawakan cengkok yang khas, Nassar seperti memberi warna lain sore itu.
Dewi Persik menghibur pennonton di Pekan Gembira Ria, Jakarta, 3 Desember 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Perhelatan dangdut tersebut juga menampilkan sejumlah artis lain, seperti Zoe Levana yang berkolaborasi dengan Liyan Zef, Wika Salim, Jono & Joni, Millen Cyrus yang berkolaborasi dengan CS Wijaya, Dewi Perssik, Sisca Mellyana, dan tipe -X. Konser ditutup dengan penampilan Feel Koplo.
Konser dangdut koplo itu mampu menyedot lebih dari 25 ribu penonton, yang sebagian besar generasi muda. Sejak penyelenggaraan Pekan Gembira Ria Volume 5 pada Agustus lalu, animo terhadap genre dangdut boleh dibilang makin tinggi. “Puncaknya yang Volume 6, kami suguhkan full ambyar,” kata Angryanto selaku promotor kepada Tempo, Rabu, 6 Desember lalu.
Kata “ambyar” merupakan bahasa Jawa yang berarti “bercerai-berai” atau “berpisah”. Kata tersebut populer belakangan ini. “Ambyar” juga menjadi judul lagu mendiang Didi Kempot, musikus campursari yang tema karyanya banyak bercerita tentang patah hati. Tema-tema semacam itu kerap diangkat oleh grup musik maupun musikus dangdut, seperti NDX A.K.A., Denny Caknan, dan Guyon Waton.
Adapun tajuk “KOPLODAY” yang diusung Pekan Gembira Ria, menurut Angryanto, ditujukan untuk merespons konser Coldplay, grup musik asal London, Inggris, yang berlangsung pada November lalu. Konser band yang dimotori Chris Martin itu seperti memberikan fenomena baru atas semarak dan antusiasme banyak orang terhadap konser belakangan ini.
Angryanto menerangkan, kata “KOPLODAY” yang merupakan pelesetan “Coldplay” itu ternyata sukses mengkampanyekan tren musik koplo di tengah masyarakat. "Kami bikin kampanye dengan euforia Coldplay. Ternyata dalam kacamata kami sukses besar ya kemarin," ucapnya. “Sampai 25 ribu orang dalam satu panggung, satu tempat."
Angryanto mengamati tren musik dangdut, termasuk dangdut koplo, makin hari makin melonjak. Grup NDX A.K.A., misalnya. Jadwal manggung mereka begitu padat sepanjang November-Desember 2023.
Tidak hanya bermain di panggung dangdut, NDX A.K.A. juga merambah panggung festival berskala besar seperti Synchronize Festival dan Pestapora. Telinga penikmat genre musik lain pun akrab dengan lagu-lagu mereka. "Kemudian ada nama Guyon Waton, Jono & Joni, sampai Denny Caknan. Hampir semua bergantian mengisi panggung festival," tutur Angryanto.
Antusias penonton saat grup musik asal Jogja NDX A.K.A. tampil di panggung Pekan Gembira Ria, Jakarta, 2 Desember 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Kegandrungan generasi muda pada musik dangdut juga terlihat dari suasana ketika pertunjukan berlangsung. Menurut Angryanto, suasana yang dihadirkan grup musik dan musikus dangdut koplo seperti memberikan kesan lain bagi para penonton.
Contohnya, banyak orang yang tidak mengerti bahasa Jawa tapi bisa menikmati lagu secara utuh. “Koplo ini lebih ke vibe-nya ya, karena menurut saya sebagai fenomena kultural. Mungkin kultur masyarakat kita butuh vibe itu," ujarnya.
Tak hanya di arena-arena konser, semarak musik dangdut koplo merambat ke platform lain. Misalnya kanal Reels Instagram. Banyak lagu NDX A.K.A. yang dijadikan musik latar video dengan berbagai macam konten. Hingga Jumat, 8 Desember lalu, lagu “Holiday” berada di urutan pertama dengan 30.700 video Reels. Selanjutnya ada lagu “Pasukan Anti Prei” dengan 24.100 video, “Nemen” dengan 11.400 video, dan “Tewas Tertimbun Masa Lalu” dengan 9.600 video.
•••
SELAIN di Jakarta, konser dangdut koplo semarak di daerah lain. Peneliti dangdut koplo, Michael H.B. Raditya, menjumpai fenomena itu ketika melakukan penelitian di Yogyakarta, Semarang, sampai Banyuwangi di Jawa Timur beberapa waktu lalu. “Tidak hanya di Jakarta, tapi di beberapa kota dengan format serupa,” kata Michael kepada Tempo melalui sambungan virtual, Rabu, 6 Desember lalu.
Michael juga menjumpai beragamnya jenis penonton dalam konser-konser dangdut tersebut. Kini ada penonton grup musik atau musikus dangdut yang datang dari kalangan penggemar genre lain. Bahkan harga tiket yang berkisar Rp 150-200 ribu selalu ludes terjual.
Fenomena itu, Michael menjelaskan, berbeda dengan 10 tahun lalu ketika konser dangdut—khususnya koplo—kesulitan mendapatkan penonton. "Itu memang terjadi," ujar pria yang sedang menempuh studi doktoral di University of Melbourne, Australia, tersebut.
Dalam lanskap musik dangdut, khususnya koplo, banyak sekali hal yang tumpang-tindih. Menurut Michael, menikmati musik dangdut tak sekadar menghafalkan lirik dan memahami makna lagu. Fenomena itu mulai terlihat ketika mendiang Didi Kempot berada di puncak popularitasnya pada 2018 hingga awal 2020. Musik yang ditawarkan musikus berjulukan “Godfather of Broken Heart” itu dinikmati pendengar yang mayoritas tidak berbahasa Jawa. "Yang penting joget," ucap Michael.
Etnolog dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat, Andrew N. Weintraub, mengatakan pada dasarnya dangdut koplo bisa menerima segala macam jenis musik: pop, rock, hingga dansa elektronik. Meski ada unsur musik lain yang bercampur, terdapat eksplorasi berupa percepatan irama di dalam dangdut koplo.
“Mungkin banyak anak muda yang menggandrungi koplo karena mereka cenderung suka musik yang cepat," kata Weintraub kepada Tempo, Selasa, 5 Desember lalu.
Dangdut koplo tumbuh di Jawa Timur pada awal hingga pertengahan 1990-an. Seiring dengan waktu, musik itu makin populer. Geliatnya mulai terlihat ketika muncul Inul Daratista di kancah musik nasional pada 2000-an. Dengan mempopulerkan dangdut koplo, pedangdut asal Pasuruan, Jawa Timur, yang terkenal dengan goyang ngebor itu makin dikenal luas oleh khalayak di Tanah Air. "Ia bisa jadi musik yang populer," ucap Weintraub.
Weintraub juga menyebutkan musik dangdut koplo lekat dengan lirik bernuansa cinta. Dalam konteks ini, cinta tidak melulu soal patah hati, tapi juga cinta dalam kehidupan sehari-hari. "Memang luas sekali. Jadi lagu cinta jangan dibilang sebagai sesuatu yang tidak penting," ujar penulis buku Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Yang Muda Yang Bergoyang"