Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sukses Haji di Televisi
Sinetron religi banyak digemari penonton bahkan di luar bulan Ramadan. Cermin bahwa agama diterima dalam budaya populer.
NAMANYA Bang Sulam. Dia bersahabat erat dengan gerobak dan mangkuk bubur yang didentingkan kepada pelanggannya di sekitar Kampung Duku. Cita-citanya sederhana: mengumpulkan duit untuk beribadah haji dari hasil menjual bubur ayam.
Mudah? Tentu tidak. Penghasilan Bang Sulam (Mat Solar) yang ditabung itu terlalu lama untuk bisa mencapai jumlah yang diinginkan. Belum lagi Haji Muhidin (Latief Sitepu) siang-malam meledeknya. Tapi ternyata bank tempat Bang Sulam menabung memberikan hadiah undian sebuah mobil mewah. Mobil ditukar uang dan Bang Sulam serta Emak (Nani Wijaya) naik haji.
Ini adalah sebuah episode film televisi (FTV) produksi SinemArt berjudul Tukang Bubur Naik Haji yang ditayangkan di RCTI pada 2006 yang langsung meledak. FTV yang disutradarai Chaerul Umam ini begitu populer hingga ditayangkan berulang-ulang. Baru enam tahun kemudian, akhirnya SinemArt membuat serial Tukang Bubur Naik Haji yang menggambarkan keberhasilan Bang Sulam sebagai pengusaha yang memiliki armada gerobak Bubur Ayam Haji Sulam. "Silakan Bapak-bapak berangkat mencari nafkah. Semoga barokah dan mendapatkan rezeki melimpah dari Allah," kata pak ustad memimpin doa sebelum mereka berdagang.
Itulah awal perjalanan sinetron terpanjang di Indonesia tersebut. Dimulai pada 28 Mei 2012, Tukang Bubur Naik Haji baru berakhir pada 7 Februari 2017. Serial ini mencapai 2.185 episode. "Bagi rumah produksi, ukuran keberhasilan sebuah sinetron adalah seberapa panjang ia bisa tayang di televisi," ujar Leo Sutanto, produser SinemArt. "Tukang Bubur Naik Haji sinetron tersukses kami."
Nuansa religius dalam sinetron ini kental. Selain adegan-adegan yang melibatkan pemuka agama dan ritual Islam, dialog sinetron ini sering disisipi ajaran agama. Soundtrack pembukanya pun sangat religius, yaitu Haji, dinyanyikan oleh Opick. Lirik awal lagu ini adalah kalimat talbiyah--kata-kata yang disenandungkan saat jemaah haji menunaikan ibadahnya. Ini salah satu bukti bahwa serial bernuansa Islam tengah menikmati popularitas di kalangan penonton Indonesia.
Sejak tahun pertama mengudara, Tukang Bubur Naik Haji ditayangkan setiap hari pada pukul 18.30-19.45--masuk slot prime time, periode antara pukul 18.00 dan 23.00 yang dianggap paling banyak penonton. Berdasarkan peringkat yang disusun AC Nielsen, tayangan ini selalu masuk 10 besar program dengan rating tertinggi pada jam itu. Lalu, sejak Juni 2012, sinetron ini mulai sering ada di peringkat pertama.
Puncak pencapaian Tukang Bubur Naik Haji adalah pada 2013. Mulai Januari hingga Agustus, serial ini hampir selalu menempati posisi teratas dalam daftar program dengan rating tertinggi pada slot prime time. Sinetron ini hanya sesekali ada di peringkat kedua atau ketiga. Pada masa itu, Tukang Bubur mengalahkan sinetron non-islami, seperti Si Biang Kerok Cilik, Raden Kian Santang, Love in Paris, dan Heart Series. Semuanya ditayangkan di SCTV.
Pada tahun itu pula Tukang Bubur mulai menyalip sinetron lain dalam segi jumlah episode. Per 27 Februari 2013, sinetron ini melewati sinetron Anugerah dengan 473 episode. Dua bulan kemudian, Tukang Bubur mengalahkan Islam KTP--sinetron religi yang tayang di SCTV--dengan 558 episode.
Sinetron Tukang Bubur kemudian mengalahkan Putri yang Ditukar pada 25 Juni 2013 dengan 676 episode. Pada 28 Desember 2013, sinetron ini mengalahkan Cinta Fitri ketika mencapai 1.002 episode. Sejak itu, Tukang Bubur Naik Haji menempati peringkat pertama daftar sinetron dengan jumlah episode terpanjang.
Selain itu, selama dua tahun berturut-turut sejak 2013, Tukang Bubur Naik Haji dinobatkan sebagai drama seri terfavorit dalam Panasonic Gobel Awards--penghargaan tahunan untuk program televisi di Indonesia. Pemilihan pemenang dalam penghargaan ini dilakukan melalui poll penonton. Ini semakin menegaskan popularitas Tukang Bubur pada saat itu.
Serial religius lain yang juga menikmati sukses adalah Para Pencari Tuhan. Tayang setiap bulan Ramadan pada pukul 03.00-04.00 di SCTV, sinetron ini pertama kali mengudara pada 16 September 2007. Sejak itu, Para Pencari Tuhan secara rutin mendapat tempat pada jam sahur bulan Ramadan. Sinetron yang diproduksi PT Gisela Citra Sinema--rumah produksi yang didirikan Deddy Mizwar--ini telah 11 tahun mengudara.
Deputi Direktur Programming SCTV David Suwarto mengatakan Para Pencari Tuhan selalu menempati peringkat pertama dalam daftar rating tertinggi di slot sahur. Sinetron ini berhasil mengalahkan variety show seperti Ini Sahur di Net TV dan Opera Van Java Sahur di Trans 7.
Menurut David, saat menayangkan Para Pencari Tuhan, SCTV memang sedang bereksperimen. "Selama bertahun-tahun program sahur didominasi acara banyolan," katanya. "Kami berpikir, kenapa tidak membuat sesuatu yang baru--tetap lucu, tapi ada konten yang berisi tuntunan ajaran, hikmah, yang tidak menggurui." Ternyata eksperimen mereka berhasil.
Dengan rating yang tinggi, menurut David, SCTV pun menikmati sukses lain dari penayangan Para Pencari Tuhan: finansial. Dia mengatakan stasiun televisinya bisa mendapatkan penghasilan dari iklan tiga-empat kali lipat dari ongkos memproduksi sinetron itu. "Dalam ukuran kami, itu angka yang memuaskan," ujarnya.
Seperti SinemArt dan PT Gisela Citra Sinema, rumah produksi MD Entertainment juga menangguk keuntungan dari produk sinetron religi. Menurut produser MD Entertainment, Manoj Punjabi, sinetron religi yang tergolong berhasil adalah Hikmah. Sinetron spesial Ramadan yang dibintangi Tamara Bleszynski ini berhasil bertahan selama tiga musim dengan 153 episode. Menurut Manoj, sinetron Hikmah tergolong lebih berhasil dibanding dua sinetron mereka yang tidak bernuansa Islam, yaitu Malin Kundang dan Bawang Merah Bawang Putih. Ukurannya adalah harga per episode, yang dipengaruhi oleh rating. "Harga per episode Hikmah lebih tinggi 50 persen dibanding Malin Kundang dan Bawang Merah Bawang Putih," ucapnya.
Dengan sukses besar beberapa sinetron religi, tak mengherankan jika serial bernuansa Islam menjamur. Penulis buku Marketing to the Middle Class Muslim, Yuswohady, mencatat sedikitnya ada 21 sinetron religi setelah 1998.
Mengapa setelah 1998? Inaya Rakhmani dalam buku Mainstreaming Islam in Indonesia menganggap bahwa 1990-an adalah era kelahiran berbagai stasiun televisi swasta. Kontrol pemerintah atas siaran pun berkurang dan persaingan stasiun televisi swasta semakin ketat. Sejak 2000 hingga pertengahan 2000-an, stasiun televisi swasta mulai membidik penonton muslim secara spesifik.
Menurut Inaya, keputusan beberapa stasiun televisi memasarkan sinetron mereka untuk penonton muslim murni didorong logika bisnis. Mereka telah menyaksikan sukses sinetron-sinetron bernuansa Islam saat Ramadan dan memutuskan meneruskan menayangkan sinetron religi yang mempunyai rating tinggi di luar Bulan Suci.
Inaya menambahkan, populernya sinetron Islam di masa kini telah menggambarkan perubahan sosial yang lebih umum di Indonesia, yaitu semakin tampaknya kebangkitan identitas keislaman. Lebih lanjut dosen Universitas Indonesia itu mengatakan stasiun televisi swasta telah berhasil mengkomersialisasi kebangkitan tersebut.
Beberapa produser menolak jika dikatakan memanfaatkan kebangkitan identitas keislaman untuk tujuan komersial. Leo Sutanto dan Manoj Punjabi sama-sama sepakat bahwa faktor utama yang mempengaruhi lakunya sinetron mereka tetaplah cerita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo