Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Presiden jimmy carter

Jimmy carter dilantik jadi presiden as. tak semua orang menyukai carter. pidato pelantikannya tidak mengesankan. carter sangat berkesan pada buku the ugly american.

19 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK semua orang menyukai Jimmy Carter. Tak semua orang suka pada seorang yang terlampau banyak senyum meringis dan tiba-tiba jadi presiden Amerika. Amerika adalah negeri besar dan kaya - dan orang memang tak mudah bersimpati kepada sesuatu yang besar dan kaya dan tersenyum terus-menerus. Mencurigakan. Tapi mungkin sebab itulah Jimmy Carter diamat-amati dan disimak. Orang memperhatikannya bahkan sejak mulai pagi itu, di rumahnya di kota kecil Plains, setelah isterinya membikin dadar telor dan Jimmy menggoreng ham, dan keduanya sarapan, lalu siap berangkat ke Washington D.C., setelah mematikan kran dan listrik dan menitipkan rumah. Hari itu ia dilantik jadi presiden. Pidato pelantikannya tak mengesankan. Yang mungkin diingat orang ialah bahwa ia, orang Kristen salih dari Georgia ini, mengutip Wasiat Lama, pada ucapan Mikah tentang keadilan, belas-kasih dan kerendahan hati. Menurut ceritanya sendiri kemudian, ia sebetulnya ingin mengutip ucapan Sulaiman - tentang perlunya rakyat merendahkan hati, berdoa, dan berpaling dari perbuatan jahat mereka. Tapi staf Carter menentang itu. "Seolah-olah anda, begitu terpilih jadi presiden, menghukum orang lain di negeri ini", begitu kritik mereka. Mereka tak mau Carter tampil sebagai Sulaiman dan mengatakan bahwa "semua orang Amerika jahat". Carter mengalah. Tapi mungkin ia tetap merasa: semacam pengakuan dosa perlu bagi orang Amerika kini. Di sebuah pidato ringkas 27 Jauari 1977, di depan Annual National Prayer Breakfast ke-25, ia berkata, bahwa salah satu buku yang sangat berkesan padanya adalah The Ugly American. Buku ini, menurut Carter, bercerita tentang "orang-orang dari negeri kita sendiri, yang seraya merasa unggul tanpa dasar, menimbulkan kekacauan di mana-mana di dunia, dan dengan sikap yang megah meremehkan orang lain karena mereka bukan orang Amerika". Bagi Carter, Amerika telah banyak berbuat salah. Memang inilah saatnya bangsa itu merasakan apa yang dirasakan bangsa Eropa sehabis perang dunia. Setelah melalui rawa-rawa Indocina dan liku-liku gelap skandal Watergate, mereka seakan bicara seperti penyair Soebagio Sastrowardojo dalam Daerah Perbatasan: "Lewat dosa hanya kita bisa dewasa". Dewasa memang satu proses pertemuan (kadang pahit) dengan diri sendiri. Mungkin dari sinilah kita bisa menebak, kenapa banyak bangsa baru yang belum mampu menderita dalam kritik, dan melihat tangannya sendiri yang bergetah kotor. Si bekas terjajah, yang baru dijahanami orang lain. seolah yakin kesucian telah terjamin di pihaknya. Tapi sampai kapan? Sampai kekerasan dan pembunuhan baru, sampai dosa berulang lagi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus