BANTUAN untuk Indonesia harus dihentikan. Begitu bunyi salah
satu kalimat dalam resolusi Partai Buruh Belanda di bawah pasal
"kerjasama penbangunan", akhir bulan lalu.
Resolusi yang diputuskan oleh kongres Partai Buruh (Partij van
den Arbeid) itu, merupakan bagian dari Program Pemilu '77 di
Negeri Belanda, 25 Mei yang akan datang. Menurut sumber TEMPO,
resolusi penghentian bantuan untuk Indonesia itu, hanya
dimenangkan oleh mayoritas sederhana. Tapi ditentang oleh fraksi
Menteri-Menteri Partai Buruh - termasuk Menteri Kerjasama
Pembangunan, Jan Pronk - dan pengurus Partai Buruh sendiri.
Pendukungnya adalah sayap pemuda dalam Partai Buruh yang duduk
di luar pengurus partai dan pemerintah.
Fraksi pemerintah & pengurus partai, sebenarnya punya usul lain.
Yakni supaya bantuan pemerintah Belanda untuk pemerintah
Indonesia diteruskan, tapi dengan "beberapa perubahan arah
bantuan".
Perubahan apa yang dimaksud, belum jelas. Tapi menghadapi sidang
IGGI April mendatang, pemerintah Belanda, menurut Pronk, masih
akan tetap memberikan bantuan untuk Indonesia, untuk tahun
anggaran 1977/78.
Partai Agama
Kalau pun Partai Buruh akan menang lagi dan duduk dalam
pemerintah baru selama 3 tahun mendatang (1977-1981), resolusi
itu baru akan efektif mulai tahun 1978. Tapi pemerintah yang
baru akan sukar untuk menerima dan menjalankan resolusi Partai
Buruh itu secara bulat. Sebab kalau pun Partai Buruh menang
lagi, survai pendapat umurn menunjukkan bahwa partai sosialis
itu harus tetap brkoalisi dengan partai-partai agama yang
tergabung dalam CDA (Christen Democratische Appel).
Sedang CDA -- yang diperkirakan akan menduduki lebih banyak
kursi dalam parlemen & pemerintah baru nanti - sikapnya jauh
lebih moderat menyangkut bantuan terhadap Indonesia. Jadi
terpaksa akan ada tawar-menawar. Maka usul Pronk untuk
melanjutkan bantuan terhadap Indonesia, dengan perubahan arah di
sana-sini, lebih besar kansnya untuk diterima.
Namun menurut sumber TEMPO "sulit sekali menilai seberapa jauh
bantuan Belanda, yang hanya 4% dari seluruh bantuan IGGI tahun
lalu, dapat mempengaruhi perubahan sosial di Indonesia".
Rakyat Termiskin
Sementara itu tak mudah melaksanakan ketentuan Pronk agar 25%
dari seluruh bantuan Belanda diarahkan untuk proyek-proyek
sosial, yang dapat memperbaiki nasib 40 rakyat termiskin di
Indonesia. Sampai saat ini, target Pronk itu belum dapat dicapai
karena berbagai hambatan "birokratis" dan "politis".
Dan sebelum tampil ke parlemen Pronk harus menyiapkan tangkisan
terhadap serangan-serangan politis para penentangnya. Isyu
tahanan politik, menurut pengamatan wartawan TEMPO G.Y.
Adicondro yang ke Belanda awal bulan lalu, ternyata belum mati
dengan dibebaskannya 2.500 tahanan politik awal Desember 1976.
Kendati demikian, tak sedikit suara yang mendukung gagasan
fraksi minoritas Partai Buruh untuk meneruskan bantuan pada
Indonesia, tapi dengan perubahan arah. Dalam hal ini mereka
melihat kasus Cili, yang kini tidak lagi dibantu oleh Pronk
lewat saluran resmi tapi hanya lewat saluran swasta. Khususnya
saluran gereja (Cebemo dan ICCO) dan organisasi swasta yang
tidak berpredikat agama (Novib).
Zandvoort
Sebenarnya, dasar-dasar untuk perubahan sasaran bantuan Belanda
sudah diletakkan dua tahun lalu. Waktu itu, dalam suatu
persetujuan di kota pantai Zandvoort antara Pronk dengan ketiga
organisasi swasta yang ditunjangnya, ditetapkan pergeseran
prioritas bantuan agar sasaran "40% rakyat termiskin" dapat
diperbaiki nasibnya secara lebih efektif.
Namun nyatanya, pemerintah Belanda sendiri sulit untuk
mengurangi bantuan untuk proyek-proyek besar pemerintah di
kota-kota besar. Hal ini bisa dimengerti, mengingat bantuan
pemerintah Belanda itu tidak terlepas dari kepentingan bisnis
Belanda sendiri. PMA Belanda di Indonesia misalnya, kini sudah
naik ke anak tangga ke-6, dengan jumlah modal tertanam 450 juta
gulden ($AS 180 juta). Sementara itu, jumlah bantuan tahunan
pemerintah Belanda sudah naik menjadi $AS 45 juta atau No. 3
sesudah Jepang dan AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini