Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Petarung di Bursa Tribrata

Pencopotan Nana Sudjana memanaskan pemilihan Kepala Polri. Geng Solo menyisakan mantan ajudan Jokowi.

21 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran (tengah) memberi keterangan pers dan mendukung tindakan Pangdam Jaya yang memerintahkan prajurit TNI menurunkan baliho Habib Rizieq . (Foto: Antara)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pencopotan dua kepala polda dilakukan setelah Presiden Jokowi bertemu dengan Kepala Polri Jenderal Idham Azis.

  • Rotasi di kepolisian terjadi lebih cepat dibanding rencana semula, seusai pemilihan kepala daerah 9 Desember.

  • Peluang Nana Sudjana menjadi Kepala Polri dinilai mengecil.

BERTANDANG ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Senin, 16 November lalu, Mayor Jenderal Dudung Abdurachman langsung bertemu dengan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana. Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta itu menanyakan pencopotan Nana dari jabatannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Dudung, Nana bercerita bahwa dia tidak mengetahui kesalahan yang membuat dia diganti. “Saya sampaikan, harus tegar. Ini sudah keputusan pimpinan, kita harus siap dicopot,” ujar Dudung menirukan percakapannya dengan Nana kepada Tempo, Jumat, 20 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nana dimutasi menjadi Koordinator Staf Ahli Kepala Kepolisian RI. Posisinya diisi oleh Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran.

Hari itu Markas Besar Polri juga mengganti Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi dengan Asisten Logistik Kapolri Inspektur Jenderal Ahmad Dofiri. Rudy kini menjabat Widyaiswara Kepolisian Utama TK II Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono, pencopotan dua jenderal bintang dua itu dilakukan karena mereka tak menjalankan perintah menegakkan protokol kesehatan. “Maka diberikan sanksi berupa pencopotan,” ucapnya.

Tiga pejabat pemerintah menuturkan, pencopotan Nana dan Rudy ini buntut dari kemarahan Presiden Joko Widodo terhadap kerumunan yang menyertai agenda pentolan Front Pembela Islam, Muhammad Rizieq bin Hussein Syihab. Puluhan ribu orang memadati bandar udara saat Rizieq tiba di Indonesia pada Selasa, 10 November lalu. Polisi juga disebut tak maksimal mencegah kerumunan saat Rizieq datang ke Megamendung, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 13 November lalu, serta acara Maulid Nabi dan pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Barat, sehari kemudian.

Sumber yang sama bercerita, pencopotan itu dilakukan setelah Kepala Polri Jenderal Idham Azis bertemu dengan Presiden Jokowi seusai rapat kabinet terbatas, Senin, 16 November lalu. Kepada Idham, kata seorang sumber yang mengetahui isi pertemuan itu, Jokowi mengatakan pejabat kepolisian yang dipilih harus berani, menjadi petarung, dan tak takut kehilangan jabatan. Pesan Jokowi pun disampaikan Idham dalam rapat pimpinan Markas Besar Polri.

Idham kemudian memanggil Fadil Imran, yang sedang berada di Jakarta. Sumber yang sama menyebutkan Kepala Polri menyatakan tak ada orang selain Fadil yang bisa menjadi Kepala Polda Metro Jaya. Nama Fadil dan Ahmad Dofiri disampaikan ke Istana dan tak mendapat penolakan dari Presiden. Sejumlah anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dan petinggi kepolisian menyebutkan Fadil kerap dianggap sebagai orang dekat Idham Azis.

Anggota Komisi Hukum, Trimedya Panjaitan, mengaku mendengar informasi serupa. “Dicari yang nyalinya bagus dan bisa tegas,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu kepada Tempo, Jumat, 20 November lalu. Menurut Trimedya, kabar pencopotan Kepala Polda Metro Jaya dan Kepala Polda Jawa Barat terdengar di Komisi Hukum DPR sejak Jumat, 13 November lalu.

Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudy Sufahriadi di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/11/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Inspektur Jenderal Nana Sudjana belum bisa dimintai tanggapan. Panggilan telepon dan pesan dari Tempo tak mendapat respons. Namun, dalam acara program ketahanan pangan di Kampung Ledug, Kota Tangerang, Banten, Nana mengatakan berpindah posisi jabatan merupakan hal biasa. “Jadi mutasi adalah suatu hal yang biasa,” tuturnya pada Kamis, 19 November lalu. Kepala Polri Jenderal Idham Azis dan Fadil Imran juga tak menjawab panggilan telepon dan pesan yang dilayangkan Tempo.

Adapun pihak Istana belum memberikan komentar. Hingga Sabtu, 21 November, juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, tak merespons pertanyaan Tempo. Dalam rapat kabinet terbatas pada Senin, 16 November lalu, Jokowi mengingatkan jajarannya untuk tegas dalam penegakan disiplin terhadap protokol kesehatan. Jokowi juga meminta Kepala Polri, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menindak pelanggar pembatasan sosial berskala besar. “Pandemi ini telah kita putuskan pembatasan-pembatasan sosial, termasuk pembubaran kerumunan,” ujar Jokowi.

•••

PERGANTIAN dua kepala kepolisian daerah terjadi lebih cepat dari rencana semula. Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Supriansa, mengatakan komisinya mendapat informasi bahwa rotasi besar akan dilakukan seusai pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember mendatang. “Dipertahankan untuk pengamanan di daerah,” kata politikus Partai Golkar ini.

Seorang petinggi kepolisian dan tiga anggota Komisi Hukum DPR dari partai pendukung pemerintah yang dihubungi Tempo menilai perombakan tersebut ikut memanaskan bursa pemilihan Kepala Polri. Jenderal Idham Azis akan pensiun pada akhir 2021. Dengan dicopotnya Nana Sudjana, kata mereka, peluang dia memimpin Korps Bhayangkara hampir pasti pupus. Nana—lulusan Akademi Kepolisian tahun 1988—dianggap berpeluang menggantikan teman satu angkatannya itu. Salah satu alasannya: Nana, yang baru pensiun pada Maret 2023, dianggap dekat dengan Presiden Joko Widodo. Pada 2010, Nana menjadi Kepala Kepolisian Resor Surakarta saat Jokowi menjabat wali kota.

Menurut tiga politikus dari partai pendukung pemerintah itu, orang dekat Jokowi yang dianggap masih berpeluang menjadi Kepala Polri tinggal Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Seperti Nana, Sigit pernah menjadi Kepala Polres Solo pada 2011. Setelah Jokowi memenangi Pemilihan Umum 2014, Sigit—yang menjalani tes sebagai ajudan—terpilih menjadi asisten presiden.

Baik Nana maupun Sigit kerap disebut masuk “Geng Solo”—sebutan untuk mereka yang pernah bersama Jokowi di kota itu. Praktis tinggal Sigit yang menjadi calon kuat dari kelompok itu. Sigit tak merespons permintaan wawancara. Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Desember 2019, Sigit menyatakan tak berpikir soal jabatan yang lebih tinggi dan memilih berfokus menjalankan tugas sebagai Kepala Bareskrim.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (3/11/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Anggota Komisi Hukum, Trimedya Pandjaitan, mengatakan, selain Sigit, saat ini ada sejumlah nama kuat yang berpeluang menjadi calon Tribrata-1—istilah untuk Kepala Polri—menggantikan Idham Azis. Mereka adalah Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono dan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto. Trimedya mengatakan terpilihnya Fadil Imran sebagai pengganti Nana Sudjana juga membuat peluangnya menjadi Kepala Polri meningkat.

Arsul Sani, anggota Komisi Hukum dari Partai Persatuan Pembangunan, membenarkan jika nama-nama itu dan jenderal bintang dua lain dinilai berpeluang menjadi Kepala Polri. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini mengatakan komisinya masih menunggu calon pilihan Jokowi. Bisa saja Presiden menyurati DPR soal calon pilihannya pada Desember atau awal 2021. “Bisa juga mendadak,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, RAYMUNDUS RIKANG, ANDITA RAHMA, M. JULNIS FIRMANSYAH, M.A. MURTADHO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri

Hussein Abri

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus