Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERKARA yang membelit Novel Baswedan menjadi pembicaraan serius dua petinggi lembaga penegak hukum. Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti bolak-balik saling telepon membahas penanganan kasus penyidik senior tersebut.
Ketika duduk satu meja dalam acara Festival Anti-Korupsi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis dua pekan lalu, Ruki dan Badrodin kembali membahas pembicaraan lewat telepon mereka. Ruki menyatakan perlu mengontak Badrodin karena Badan Reserse Kriminal Polri kembali melayangkan surat panggilan kepada Novel.
Ruki memberikan jaminan kepada Badrodin bahwa Novel akan memenuhi panggilan Bareskrim. "Saya bilang 'akan kami hadapkan'," kata Ruki. Badrodin, yang duduk tidak jauh dari Ruki, mengangguk. Ditemui sebelum meninggalkan gedung DPR, Badrodin membenarkan adanya komunikasi itu.
Pada Kamis itu, Novel digiring penyidik Bareskrim ke Kejaksaan Agung dan ke markas Kepolisian Daerah Bengkulu. Polisi hendak melimpahkan berkas perkara beserta tersangka kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya seorang tersangka pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Novel, yang dituduh terlibat perkara itu ketika menjadi Kepala Satuan Intelijen Keamanan Kepolisian Resor Kota Bengkulu, hampir ditahan.
Ruki menjelaskan alasan Novel harus mengikuti kemauan polisi. Menurut Ruki, kalau Novel tidak mengikuti prosedur hukum, polisi bisa menjemput paksa. "Ini kurang baik dan akan menimbulkan friksi," ujar Ruki. Besoknya, Ruki berbicara dengan Novel dan mendorongnya agar mau menjalani proses persidangan. "Saya sampaikan terpaksa harus dihadapi di pengadilan dengan segala risikonya," kata Ruki. Ia juga mengatakan KPK menanggung semua biaya beperkara di Bengkulu, biaya perjalanan, dan pendampingan hukum.
Sikap Ruki, kali ini, berubah drastis dibandingkan dengan ketika baru dilantik menjadi Ketua KPK pada Februari lalu. Saat itu, Ruki menyatakan akan melindungi Novel. Nyatanya, kasus Novel jalan terus. Kamis pekan lalu, Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu I Made Sudarmawan mengatakan berkas perkara Novel sudah dinyatakan lengkap oleh tim peneliti. Perkara akan dilimpahkan ke pengadilan dalam tujuh hari.
Bareskrim baru mengusut Novel delapan tahun setelah kejadian. Ketika itu, Novel menyidik korupsi pengadaan simulator kemudi yang melibatkan Kepala Korps Lalu Lintas Polri saat itu, Djoko Susilo. Ulah Bareskrim menimbulkan protes masyarakat, sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membekukan kasus itu. Bareskrim mengangkat lagi kasus yang sama setelah KPK menyidik dugaan korupsi calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang kini menjadi Wakil Kepala Polri.
Pengacara Novel, Muji Kartika Rahayu, khawatir ada tujuan politis di balik pengusutan Novel. Sebab, jika berstatus terdakwa, Novel bisa diberhentikan dari posisi penyidik. "Mungkin itu yang diinginkan pihak-pihak tertentu," kata Muji. Selain memimpin pengusutan korupsi Djoko Susilo, Novel menangani perkara suap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Novel juga menangani kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik.
Seorang pejabat KPK menuturkan Ruki merombak besar-besaran posisi di kantornya. Selain Novel, penyidik yang berprestasi justru didorong kembali ke Polri. Misalnya Nugroho Ari Setiawan, lulusan terbaik Akademi Kepolisian, peraih bintang Adhi Makayasa. Pada Juli lalu, Nugroho minta bertahan di KPK, tapi Ruki sempat menolaknya. Dia malah meminta sang penyidik kembali ke Markas Besar Polri untuk mendapatkan karier yang lebih cemerlang.
Nugroho tak mau berkomentar panjang tentang ini. "Info itu salah," ujarnya.
Tak hanya mengotak-atik penyidik lama, menurut pejabat KPK itu, Ruki juga tak ingin KPK mengangkat lagi penyidik independen. Maka anggaran KPK yang disusun pada tahun ini tidak diprioritaskan untuk penyidik. "Alasan yang dikemukakan, anggaran habis untuk pembangunan gedung," kata sumber tadi. Saat ini, KPK sedang membangun gedung yang lebih besar di Jalan HR Rasuna Said Kaveling C-4, Jakarta Selatan.
Tujuh penyidik polisi yang sebagian dalam proses beralih status menjadi pegawai KPK juga "dibiarkan" Ruki ditarik kembali oleh Mabes Polri. Seorang penyidik yang sedang mengikuti pelatihan di luar kantor malah diberi tahu secara mendadak. "Tiba-tiba saja dia ditelepon dan dikabari bahwa dia dikembalikan ke Polri," ujar pejabat tadi. Tujuh penyidik yang balik kandang itu tercantum dalam surat Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti nomor B/5131/XI/2015/SSDM tertanggal 2 November lalu.
Bukan hanya penyidik, sejumlah jaksa bernasib sama. Ruki menyetujui Deputi Penindakan KPK Warih Sadono dikembalikan ke kejaksaan. KPK menyetop pemberian gaji untuk Warih ketika ia sedang menjalani pendidikan di luar KPK. Ruki menunjuk jaksa lain sebagai pelaksana tugas Deputi Penindakan. Warih menolak berkomentar. "Di depan masih banyak yang harus saya kerjakan," katanya.
Seperti Warih, jaksa Yudi Kristiana ditarik balik ke kejaksaan. Pejabat KPK yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan Ruki menyetujui penarikan ini. "Idealnya, Ruki mempertahankan Yudi dengan mengirim surat penolakan," ujarnya. Yudi termasuk jaksa KPK berprestasi lantaran berhasil membuktikan dugaan korupsi di kasus Bank Century dan Hambalang. KPK dan Jaksa Agung sepakat menunggu Yudi menyelesaikan perkara korupsi yang melibatkan pengacara Otto Cornelis Kaligis dan bekas Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella.
Yudi merupakan orang yang berkeras agar kasus dugaan korupsi Hadi Poernomo ketika menjadi Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan digarap lagi oleh KPK. Setelah KPK kalah di sidang praperadilan melawan Hadi, komisi antikorupsi tak pernah mengangkat lagi kasus itu. Hadi adalah kolega Ruki ketika sama-sama menjadi pemimpin Badan Pemeriksa Keuangan.
Sebelumnya, Ruki mengatakan Hadi masih berstatus tersangka. "Kami tak boleh menghentikan penyidikan," ujar Ruki. Sedangkan Hadi mengatakan tidak ada alasan baginya untuk jadi tersangka. "Proses hukum sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fakta dan bukti sudah sah secara hukum," ujar Hadi.
Yudi tak mau berkomentar banyak tentang hal itu. "Saya menerima kebijakan organisasi KPK dan Kejaksaan Agung," katanya. Dia berdinas di KPK selama empat tahun. September lalu, Yudi memperpanjang masa dinasnya. "Mungkin jika pimpinannya lain, saya masih bisa mengabdi sampai dua tahun lagi," ujarnya. Surat keputusan Jaksa Agung tanggal 12 November 2015 mengangkat Yudi sebagai Kepala Bidang Penyelenggara pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan di Kejaksaan Agung. Ia dipromosikan. Pangkatnya naik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan Yudi ditarik karena kemampuannya sangat baik. "Ia dipromosikan," ujarnya. Namun penarikan Yudi membuat heran juru bicara KPK, Yuyuk Andriati Iskak. Sebab, penyidik dan jaksa bisa berdinas di KPK hingga sepuluh tahun. Yuyuk mengatakan penarikan jaksa dari KPK ke lembaga asalnya ketika sedang dalam masa tugas "baru pertama kali terjadi".
Muhamad Rizki, Linda Trianita, Larissa, Istman (Jakarta), Phesi Ester Julikawati (Bengkulu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo