Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdiri di atas lahan seluas setengah lapangan sepak bola, bangunan itu tampak mencolok dengan paduan warna fasad krem dan jingga. Gedung terbilang megah itu adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Jagakarsa, yang terletak di Jalan Mohammad Kahfi I, Jakarta Selatan, tak jauh dari Kompleks Pemadam Kebakaran. Sewaktu didirikan pada 1986, puskesmas itu cuma punya satu lantai. Pada 2010, bangunannya dirombak menjadi gedung empat lantai.
Puskesmas Jagakarsa merupakan salah satu pusat kesehatan teladan di Indonesia. Sejumlah penghargaan, seperti Citra Pelayanan Prima Tingkat Nasional pada 2012 dan Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Terbaik untuk Wilayah III DKI Jakarta dari PT Jamsostek pada 2013, pernah diterima oleh puskesmas ini.
Model puskesmas seperti inilah yang diharapkan memenuhi standar yang disyaratkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sesuai dengan aturan, layanan kesehatan primer, seperti klinik dokter dan puskesmas, merupakan ujung tombak layanan kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan harus mendapatkan layanan kesehatan di situ lebih dulu sebelum dirujuk ke rumah sakit.
BPJS Kesehatan menetapkan 144 jenis penyakit yang harus ditangani di layanan kesehatan primer ini, dari demam, disentri, radang pita suara, HIV/AIDS tanpa komplikasi, hingga kaki gajah dan kehamilan. Untuk menangani beragam penyakit, puskesmas harus melengkapi diri dengan berbagai layanan kesehatan, seperti kesehatan mata, gigi, dan kulit; fisioterapi; neurologi; serta rawat inap. Bila penyakitnya membutuhkan penanganan lebih lanjut atau layanannya tak tersedia di sini, barulah peserta dirujuk ke rumah sakit.
Di lantai pertama Puskesmas Jagakarsa terdapat unit layanan ibu hamil dan ruang tunggu pasien. Peralatan standar, seperti ultrasonografi, tabung oksigen, dan alat bantu bayi bermasalah, tersedia di sini. Ada pula ruang tindakan untuk membantu proses persalinan. Layanan kebidanan didukung pula oleh tiga kamar perawatan dengan sebelas tempat tidur yang dilengkapi alat penyejuk udara. Dengan fasilitas selengkap itu, tarif untuk persalinan normal dipatok tak sampai Rp 600 ribu.
Belasan poliklinik yang dilengkapi laboratorium dan peralatan radiologi terdapat di lantai 2. Tarif di sini amat murah sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 68 Tahun 2012 tentang Tarif Pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan. Contohnya, untuk semua jenis layanan dasar poliklinik, seperti mata, telinga-hidung-tenggorokan, dan paru, tarifnya sama: hanya Rp 5.000.
Pasien bisa mengetahui tarif setiap layanan melalui papan informasi yang ditempel di setiap unit layanan. Jika ada pasien membutuhkan rawat inap, puskesmas menyediakan tiga ruangan dengan puluhan tempat tidur. Kualitasnya setara dengan layanan kelas II di rumah sakit.
Puskesmas yang buka 24 jam ini juga menyediakan sejumlah layanan khusus, seperti poli anak, mata, telinga-hidung-tenggorokan, kulit, jiwa, dan kebidanan. Semuanya ditangani tenaga medis spesialis dan semi-spesialis. "Dalam sehari bisa seribu pasien. Enam puluh persen di antaranya peserta BPJS Kesehatan," ujar Kepala Puskesmas Kecamatan Jagakarsa Dewi Mustika, pertengahan Mei lalu.
Jumlah pasien sebanyak itu jelas luar biasa untuk ukuran puskesmas. Jika dirata-rata, satu pasien hanya mendapat waktu satu setengah menit. Jam layanan terpadat terjadi antara pukul 07.00 dan 16.00, yang jumlahnya bisa mencapai 700 orang setiap hari.
Puskesmas ini bersama delapan puskesmas tingkat kelurahan harus melayani setidaknya 333 ribu penduduk di Kecamatan Jagakarsa, termasuk 17 ribu peserta BPJS Kesehatan di kecamatan itu yang mendapat bantuan dari pemerintah, sehingga mereka mendapat layanan gratis. Lantaran memiliki layanan kesehatan paling lengkap, Puskesmas Jagakarsa hampir setiap hari ramai dikunjungi pasien.
Ruang pelayanan yang hanya dibatasi lorong selebar dua meter itu terasa pengap. Pasien atau pengantar tak jarang harus antre berjam-jam sambil berdiri menunggu giliran dilayani. "Kayak ikan teri dipepes," ucap Edi Susilo, 63 tahun, warga Kelurahan Jagakarsa. Siang itu, Edi duduk bersama belasan pasien lain untuk mengambil obat hipertensi yang harus dia minum secara rutin sejak setahun lalu. "Saya saja mendapat nomor 65. Padahal jumlah pasien hari ini lebih dari 80 orang," katanya.
Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, yang memperoleh sertifikasi standar kualitas internasional atau ISO 9001:2000, juga dibanjiri 500 pasien per hari. Padahal jumlah penduduk di kecamatan ini hanya 210 ribu orang. Warga Tebet umumnya adalah peserta BPJS Kesehatan dan sebagian berobat secara gratis karena menerima bantuan pemerintah. "Hingga Juni, pasien yang menerima bantuan pemerintah mencapai 100 ribu orang," ujar Kepala Urusan Pelayanan Kesehatan Puskesmas Tebet Agustinus Sanggasurya.
Jumlah peserta BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran pemerintah di kecamatan ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Kecamatan Jagakarsa, yang hanya 17 ribu orang. Perbedaan itu, menurut Agustinus, dipengaruhi demografi di tiap wilayah. "Di sini ada tiga kelurahan yang memiliki kawasan kumuh, seperti Manggarai, Kebon Baru, dan Bukit Duri," katanya. Namun ia menjamin masalah itu tidak mempengaruhi kualitas layanan.
Di sini fasilitas rawat inap digunakan untuk melayani pasien dengan diagnosis sederhana, seperti diare, demam berdarah dengue dengan kadar trombosit masih di atas 8.000, hipertensi, dan tifoid. Peserta BPJS Kesehatan yang mendapat bantuan iuran pemerintah juga dapat mengakses layanan itu tanpa harus mengeluarkan biaya satu sen pun. Begitupun bila mereka dirujuk ke rumah sakit. Puskesmas ini punya sistem rujukan menurut wilayah dan tingkat penanganannya. "Untuk beberapa kasus, pasien kami ada yang dirujuk ke Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Harapan Kita," ujar Agustinus.
Sebagai ujung tombak sistem Jaminan Kesehatan Nasional, semua puskesmas seharusnya memiliki fasilitas yang lengkap. Tuntutan itulah yang membuat pemerintah DKI Jakarta berencana menyulap semua puskesmas tingkat kecamatan menjadi rumah sakit tipe D, yang mampu memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Dari 44 puskesmas kecamatan, 29 di antaranya ditargetkan akan selesai ditingkatkan tahun ini. "Semuanya kami tingkatkan secara bertahap. Targetnya semua selesai pada 2015," ucap Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati.
Untuk keperluan itu, tiap puskesmas diminta terus bersolek melengkapi unit layanan dan ketersediaan tenaga medis serta menambah kapasitas ruang rawat inap. "Kebutuhan tempat tidur kelas III harus terpenuhi," kata Dien.
Untuk Jakarta, ketersediaan fasilitas rawat inap sebenarnya sudah melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu satu tempat tidur untuk seribu penduduk. "Saat ini rasionya 1 banding 500 penduduk," ujar Dien. Meski demikian, jumlah itu dianggap belum memenuhi kebutuhan masyarakat. "Puskesmas yang ada saat ini baru bisa menyediakan 1.600 tempat tidur. Padahal kebutuhan Jakarta itu 2.900 tempat tidur."
Layanan untuk semua rumah sakit tipe D itu nanti juga akan dilengkapi peralatan medis untuk penanganan gawat darurat, diagnosis penyakit jantung, penanganan penyakit jantung, serta penanganan kesehatan bayi dan anak. Rumah sakit itu juga akan dilengkapi unit radiologi dan laboratorium untuk keperluan diagnosis. "Unit layanan polikliniknya juga diperbanyak. Jadi, kalau sakit, tidak perlu ke rumah sakit. Cukup ke puskesmas," kata Dien.
Puskesmas dengan layanan lengkap semestinya tersedia pula di berbagai pelosok Indonesia. Saat ini ada 9.500 puskesmas di seluruh Indonesia. "Setiap bertemu dengan kepala daerah, saya selalu meminta mereka mendorong puskesmas setempat menjadi rumah sakit tipe D," ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo