Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAU cat tembok masih tercium keras dari ruangan sel berukuran 4x5 meter itu. Di dekat dinding, ada dua tempat tidur berkasur lumayan tebal. Sel itu punya kamar mandi berkloset jongkok: di situ tersedia satu ember, dua buah sabun Lux, sebuah sikat gigi Formula, dan sekantong detergen cuci. Sel yang berkode ADM-OR.2 itu terletak di paling ujung dalam deretan sel di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Pulau Nusakambangan.
Itulah sel baru Mohamad "Bob" Hasan.
Tidak ada penjagaan khusus di depan sel itu. Pintu sel hanya digembok. Tapi, petugas dari atas menara yang berjarak sekitar delapan meter bisa mengawasinya. "Sejak kedatangan Bob Hasan, pos menara tengah menjadi prioritas," kata Madjaman, Kakanwil Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah.
Sebuah perlakuan yang istimewa? Mungkin tidak. Bob Hasan tetap menjalani prosedur standar seorang tahanan yang baru pindah tempat tahanan. Pertama kali datang, kesehatan Bob diperiksa oleh dr. Muhirin, dokter khusus penjara itu. Menurut hasil pemeriksaan, Bob dinyatakan mengidap tekanan darah tinggi. Tapi, saat itu tekanan darahnya terhitung normal, yaitu 130/90. Kondisi fisik Bob dinyatakan prima. Memang ada tujuh jenis obat yang dibawa Bob, seperti salep mata, pil vitamin E, pil Norit, dan beberapa obat beresep.
Lalu, Bob diminta petugas untuk menyerahkan surat pemindahan dari Penjara Cipinang ke Nusakambangan yang dikeluarkan Departemen Kehakiman dan HAM. Petugas mencatat data diri Bob, termasuk membubuhkan nama The Kian Sengnama Bob sebelum masuk Islam. Ritual itu ditutup dengan pembubuhan cap tiga jari tangan di buku induk.
Setelah melewati lima lapis pintu gerbang, Bob, yang dikawal beberapa sipir dan petugas dari Departemen Kehakiman dan HAM, disambut meriah oleh para napi yang berkumpul usai apel pagi. Sambutan itu bukan karena para napi kenal dengan Bob Hasan, melainkan karena mereka melihat ada penghuni baru.
Bob berjalan biasa saja, sesekali tersenyum, sambil menenteng dua tas plastik hitam. Yang satu berisi dua botol air mineral dan biskuit berkalsium. Satunya lagi menyimpan empat buah kaus oblong warna putih, dua kemeja, tiga celana panjang hitam, dua celana pendek, dan enam celana dalam.
Saat pertama datang, Bob tidak ubahnya seperti kebanyakan tahanan baru bagi penghuni Penjara Batu: dia bukan siapa-siapa. Kepada wartawan TEMPO, beberapa narapidana mengaku tidak tahu siapa Bob. Tapi, karena kedatangannya begitu meriahdiantar pejabat dari Jakarta dengan pengawalan ketat, dan ada pula beberapa wartawanpara penghuni lama tahu bahwa yang datang bukan orang sembarang.
Pengetahuan narapidana di sana yang sangat terbatas itu memang bisa dimaklumi. Penjara-penjara di Nusakambanganada lima penjaramemang praktis terisolasi dari dunia luar dan sering disebut sebagai Alcatraz-nya Indonesia. Pesawat televisi hanya ada di Penjara Batu. Narapidana hanya boleh menonton televisi sampai pukul 23.30, itu pun secara bergiliran, dibagi dalam kelompok-kelompok. Pesawat telepon di kantor penjara masih dengan nomor yang diputar. Sedangkan aliran listrikdisumbang oleh Pabrik Semen Cibinong, Cilacaphanya ada dari pukul enam sore hingga dua belas jam kemudian. Para pembesuk yang datang pun harus mendapat izin dari Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM, dan hanya bisa sampai ke pulau itu dengan perahu milik departemen itu.
Pada hari kedatangan Bob, sejumlah narapidana nampak sedang berolahraga dan berkegiatan di luar sel. Hanya sedikit yang menyempatkan diri menengok ke sel penghuni baru itu. "Saya jadi penasaran dengan Raja Hutan, yang dikembalikan ke hutan," kata Daniel, narapidana asal Jakarta yang sudah menjalani separuh dari delapan tahun masa hukumannya.
Bob Hasan memang belum boleh didekati karena sedang menjalani masa orientasi selama dua minggu hingga sebulan. Bob juga belum diperbolehkan melakukan kegiatan bersama napi lainnya, seperti berolahraga. Bahkan, salat Jumat pun, Bob harus melakukannya sendiri di dalam sel. Dia juga belum mengenakan seragam biru-biru.
Pada hari ketiga tinggal di sel baru itu, Bob sudah tampak lebih menyesuaikan diri. Pagi hari, Bob mencuci baju dan beberapa peralatan lain yang kotor. Kegiatan favorit Bob adalah menyapu ruang sel.
Menurut Sutoro, Kepala Jaga LP Batu, Bob memang masih tampak melamun sembari mendengarkan radio dan membalik-balikkan majalah, pada malam sebelumnya. Sesekali, Bob tampak berjalan mendekati terali, menatap kegelapan malam. "Dia baru tidur menjelang tengah malam," kata Sutoro, yang mengamati kegiatan Bob dari menara tengah.
Bob Hasan, pengusaha besar dan bekas Menteri Perdagangan dan Industri di akhir era Soeharto, kini menjadi salah satu dari 180 narapidana di Penjara Batu. Bob juga menjadi bagian komunitas lebih luas di Nusakambangan: para bromocorah, pembunuh, penyalur narkotik, dan penjahat kelas kakap lainnya. Nah, akankah Bob menghabiskan enam tahun di Nusakambangan? "Prinsip saya, di mana-mana oke," katanya.
Bina Bektiati, Ecep Suwardani Yasa (Nusakambangan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo