SEKAWANAN perampok memasuki rumah Suyoso, pengusaha di Purbalingga, Ja-Teng, akhir Juli lalu. Perhiasan emas uang tunai, dan sejumlah barang lain digasak. Para pencoleng bertopeng hitam ini mengikat seluruh penghuni rumah. Bahkan seorang gadis kecil, pembantu rumah, dimasukkan ke dalam . . . kulkas. Untung, akhirnya tertolong juga. Suyoso, setelah bisa membebaskan diri, mengaku kepada polisi -- dalam laporan esok harinya -- bahwa hartanya yang digondol terdiri dari tujuh ons perhiasan emas uang tunai Rp 2,5 juta, dan sejumlah barang lain. Dan ini disiarkan koran-koran Semarang. Sampai akhir Agustus polisi belum berhasil melacak para begundal bersenjatakan golok itu. Tapi tiba-tiba Suyoso menerima sepucuk surat budek, alias kaleng. Setelah dibuka, surat berstempel Temanggung itu ternyata, menurut Suyoso, surat protes. "Langsung saya serahkan kepada polisi." Siapa yang protes? Kawanan perampok itu. Menurut polisi, pihak perampok tak bisa menerima keabsahan laporan kehilangan yang dibuat Suyoso seperti yang diberitakan koran-koran itu. Juga setengah mengancam. Katanya, mereka akan datang lagi ke rumah Suyoso jika pengusaha ini membiarkan saja laporan yang tidak akurat itu -- dan menceritakan, menurut versi mereka, berapa nilai semua harta yang hilang. Pemberitaan di koran-koran harus diralat. Suyoso tak berani berkomentar. Bagaimana dengan polisi? "Perampok itu rupanya senang membaca koran. Pan, mereka belum lari jauh dari Jawa Tengah." Kok yakin? "Berita kehilangan itu 'kan hanya dimuat koran Semarang." Sialnya, kawanan itu belum juga tertangkap sampai lewat bulan Agustus. Sedang menyiapkan tindakan baru, 'kali?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini