Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ranjau Sang Pendiri Partai

Kelompok pro-Anas ingin mendongkel Yudhoyono dari kursi ketua dewan pembina. Ditangkal di aturan main.

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH sesumbar mewakafkan nyawa untuk Anas Urbaningrum, kini Tri Dianto bertekad maju sebagai kandidat ketua umum pada kong­res luar biasa Partai Demokrat. Bekas Ketua Demokrat Cilacap itu sengaja datang ke rumah Anas di Duren Sawit, Jakarta, pada Rabu pekan lalu untuk meminta dukungan sang patron. "Saya sudah direstui Mas Anas," katanya Rabu pekan lalu.

Tri mengklaim di belakangnya sudah ada dewan pimpinan cabang di 99 kabupaten dan kota. Ia percaya diri dukungan bakal bertambah karena, menurut dia, mayoritas cabang adalah penyokong Anas. Dalam kalkulasinya, loyalis Anas menguasai 390 dari 496 cabang. Itu belum termasuk sejumlah dewan pimpinan daerah di provinsi. "Dengan restu Mas Anas, semoga suara loyalis beralih ke saya," ujarnya.

Tetap saja kader Demokrat yang berseberangan dengan Anas memandang sebelah mata ke arah Tri Dianto. Bagi mereka, walau paling keras membela Anas, Tri bukan siapa-siapa. Mereka justru gentar terhadap pencalonan Saan Mustopa, wakil sekretaris jenderal, orang dekat Anas. Sehaluan dengan Anas sejak di Himpunan Mahasiswa Islam, boleh dibilang Saan mewarisi dukungan untuk Anas di kepengurusan sekarang. "Banyak dukungan dari DPD dan DPC," kata Saan ihwal pencalonannya.

Sepeninggal Anas, Demokrat terjepit peraturan Komisi Pemilihan Umum. Daftar calon anggota legislatif sementara wajib diteken ketua umum definitif plus sekretaris jenderal. Daftar selambat-lambatnya diserahkan pada 15 April nanti. Mau tak mau, Demokrat mesti mencari pengganti Anas Urbaningrum melalui kongres luar biasa, yang rencananya digelar di Bali akhir bulan ini.

Menurut seorang politikus Demokrat, Ketua Majelis Tinggi sekaligus Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya tak menghendaki kongres luar biasa. Kongres bisa membuat partai kembali terbelah oleh rivalitas kandidat. Alasan lain, kongres menyuburkan amplop. Bukan tak mungkin, praktek politik uang seperti pada kongres di Bandung 2010 terulang. Tapi kongres hampir tak terhindarkan. "Harus kongres luar biasa meski risikonya tinggi," ujar politikus itu.

Risiko sebenarnya bukan di sana. Kekhawatiran terbesar: Yudhoyono terlempar dari kursi ketua dewan pembina. Bila betul kekuatan Anas sebesar klaim Tri Dianto, bukan tak mungkin ada yang menggiring kongres tak hanya untuk memilih ketua umum, tapi juga ketua dewan pembina. Seorang penyokong Anas menceritakan skenario tersebut. Mereka kesal karena Yudho­yono terlampau mendominasi partai. Kongres bisa menjadi arena untuk merebut partai dari tangan sang pendiri.

Mencegah kongres bergulir liar, pemilihan akan dilakukan secara aklamasi. Kontestan adalah orang yang lolos dalam penjaringan oleh majelis tinggi. Dengan begitu, filter sudah dipasang sejak awal. Aklamasi diyakini bisa mengikis praktek politik uang seperti yang kerap terjadi dalam pemungutan suara. "Voting itu alternatif terakhir," kata anggota dewan pembina, Syarif Hasan.

Seorang anggota majelis tinggi mengatakan calon dari kubu Anas bakal terganjal sejak dini. Majelis tinggi menutup peluang calon yang dianggap bakal memperpanjang kisruh di jero partai. Tak hanya bagi kubu Anas, hal itu berarti berlaku buat kubu Marzuki Alie—yang sejak kongres di Bandung 2010 berseberangan dengan Anas. Yudhoyono cenderung memilih calon yang tak masuk pusaran konflik.

Calon dari dalam antara lain Direktur Eksekutif Totok Riyanto. Selama ini, alumnus terbaik Akabri Angkatan Udara 1973 itu lebih banyak berperan di belakang layar. Adapun Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo bisa jadi calon luar partai. Ipar Yudhoyono ini hampir pensiun dari militer. Nama lain yang belakangan masuk bursa adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md.—pensiun pada 1 April nanti. Namun wakil ketua umum yang juga anggota majelis tinggi, Max Sopacua, mengatakan calon tak akan diambil dari luar partai.

Filter lain adalah memastikan sejak awal bahwa permusyawaratan luar biasa hanya memilih ketua umum. Dengan begitu, tak ada peluang menggeser Yudhoyono dari kursi ketua dewan pembina. Sebagaimana aklamasi, aturan yang ini pun belum final diputuskan majelis tinggi.

Persoalan di kongres bisa ditangkal lewat aturan main. Di luar itu, kisruh masih seperti bara dalam sekam. Anas, yang mundur dari jabatan ketua umum setelah menjadi tersangka, meninggalkan kegundahan di hati Yudhoyono. Ini tentang kalimat "baru halaman pertama" yang disampaikan Anas melalui wawancara di sebuah stasiun televisi, lima hari setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam wawancara itu, Anas menyebutkan ada aliran dana dari Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Demokrat, ke sejumlah orang. Menurut Anas, hal itu diketahui dari pengakuan Nazaruddin ketika diperiksa Dewan Kehormatan pada 2011. Di televisi, Anas tak menyebut siapa saja penerima dana tersebut. Hanya, kata Anas, "Jawaban Nazaruddin mengejutkan."

Pewawancara lalu bertanya apakah salah seorangnya Edhie Baskoro. "Yang pas menjelaskan itu Pak Amir," Anas malah menyebut nama mantan Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin, yang menginterogasi Nazaruddin. Tak tegas menjawab, Anas membuat publik berpikir bahwa Ibas betul menerima duit Nazaruddin. Inilah yang membuat Yudhoyono tersinggung. Apalagi, setelah itu, beredar dokumen yang menyebutkan Ibas menerima dana proyek Hambalang, yang sebelumnya menyeret Anas.

Belakangan, Yulianis, pengelola keuangan Nazaruddin, membenarkan ada dana mengalir kepada Edhie Baskoro. Kata Yulianis, Ibas setidaknya menerima US$ 200 ribu pada akhir April 2010. "Terkait dengan kongres di Bandung pada 2010," ujarnya setelah bersaksi di pengadilan tindak pidana korupsi, Kamis pekan lalu. Kepada Tempo ketika pertama kali berita itu tersebar, Ibas membantah menerima duit dari Nazaruddin.

Yudhoyono sampai meminta nasihat ahli hukum Yusril Ihza Mahendra soal kasus yang mungkin menimpa Ibas. Dimintai konfirmasi oleh Aryani Kristanti dari Tempo, politikus Partai Bulan Bintang itu tak menyanggah bertemu dengan Yudhoyono hingga tiga kali. Topik pembicaraan, kata dia, "Soal masalah-masalah kenegaraan yang mendasar."

Segudang persoalan yang merongrong di luar urusan kabinet itu tampaknya masih akan menyita perhatian Yudhoyono. Setelah kongres luar biasa, mungkin saja ia bakal disibukkan oleh persoalan hukum putranya, walau para pendukungnya menganggap ringan tuduhan ini.

Anton Septian, Sundari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus