Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Suswono Dibidik Perkara Daging
KOMISI Pemberantasan Korupsi terus menelisik permainan suap dalam pembagian kuota daging impor di Kementerian Pertanian. Setelah menciduk mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq karena menerima suap Rp 1 miliar, sekarang KPK mengusut Menteri Pertanian Suswono. Politikus PKS ini diperiksa penyidik KPK selama sembilan jam, Kamis pekan lalu. "Menteri Pertanian diperiksa untuk tersangka Luthfi," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.
Sumber Tempo mengatakan Suswono diduga mengetahui dan punya andil dalam penambahan kuota untuk PT Indoguna Utama, perusahaan importir yang menyuap Luthfi. Selain itu, sejumlah percakapan Suswono dengan Luthfi menjelang pemberian rasuah tersebut terekam penyidik.
Peran Suswono juga terungkap dari kesaksian Elda Devianne Adiningrat, saksi yang telah dicekal karena diduga terlibat pengaturan kuota. Elda lewat kuasa hukumnya, John Pieter Nazar, mengatakan Suswono dan Luthfi bertemu dengan Maria Elizabeth Liman, pemilik Indoguna, di Medan, Januari lalu. "Pertemuan itu membahas penambahan kuota Indoguna," ujarnya.
Suswono mengakui diperiksa terkait dengan pertemuan di Medan tersebut. Namun dia membantah ada pembahasan soal kuota daging. "Saya tegaskan tidak ada lagi pertemuan lain berikutnya," katanya.
Dalam Pusaran Suap
TAK berhenti di empat tersangka, penyidikan perkara suap pengaturan kuota impor daging terus bergulir. Semakin terkuak adanya permainan gelap di Kementerian Pertanian.
Baran Wirawan
Jabatan: Sekretaris Menteri Pertanian
Status: Saksi
Tuduhan: Ikut berperan mengatur pembagian kuota daging
"Saya hanya diperiksa sebagai saksi."
Ridwan Hakim
Jabatan: Anak Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin
Status: Dicegah ke luar negeri
Peran: Diduga mengetahui dan ikut mengatur penerimaan suap pemberian kuota
Maria Elizabeth Liman
Jabatan: Pemilik PT Indoguna Utama
Status: Saksi dan dicekal
Tuduhan: Memerintah memberikan suap kepada Luthfi dan Ahmad Fathanah
"Itu untuk biaya seminar di Papua."
—Kuasa hukum Maria, Denny Kailimang.
Elda Devianne Adiningrat
Jabatan: Pemilik PT Radina Niaga
Status: Saksi dan dicekal
Tuduhan: Ikut mengatur penambahan kuota impor daging untuk Indoguna
"Elda bukan broker karena tidak mendapat keuntungan."
—Kuasa hukum Elda, John Pieter Nazar.
Dua Legislator Diperiksa KPK
DUA anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Olly Dondokambey dan Mirwan Amir, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka menjadi saksi Haris Andi Surahman, tersangka korupsi dana percepatan infrastruktur daerah.
Setelah diperiksa, Olly dan Mirwan tidak kompak menjawab soal korupsi dana percepatan. Olly, yang masih menjabat Wakil Ketua Badan Anggaran, mengaku mengenal tersangka Haris. Adapun mantan Wakil Badan Anggaran Mirwan bilang tidak kenal. Menurut Olly, Haris kerap keluyuran di DPR untuk mengurus anggaran. Beberapa kali politikus Golkar itu masuk ke ruang kerjanya. "Namun itu sesuatu yang wajar," katanya.
Nama Mirwan dan Olly sempat disebut mantan rekannya di Badan Anggaran, Wa Ode Nurhayati, ikut menerima suap pencairan anggaran dana percepatan. Menurut dia, sebagai pimpinan, mereka ikut menentukan daerah mana saja yang kebagian anggaran ini.
Komandan Batalion Jadi Tersangka
Penyerbuan dan pembakaran markas Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu, Kamis dua pekan lalu, mulai melahirkan tersangka. Mereka adalah Komandan Batalion Armed 15/76 Tarik Martapura Mayor IA dan lima anggotanya.
Menurut Panglima Kodam II Sriwijaya Mayor Jenderal Nugroho Widyatomo, sang komandan dinilai gagal dalam mengendalikan anak buah. Sedangkan lima tersangka lain dijerat sebagai pelaku dan provokator penyerangan. "Tersangka dapat bertambah sesuai dengan proses penyidikan," katanya Rabu pekan lalu. Nugroho menambahkan, insiden bentrokan itu bermotif pribadi dan bukan soal institusi.
Insiden ini bermula dari tewasnya Prajurit Satu Heru Oktavianus karena ditembak seorang polisi bernama Brigadir Wijaya. Para prajurit TNI itu menilai kepolisian lamban mengusut kematian temannya. Juru bicara Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Ajun Komisaris Besar R. Djarod Padakova, mengatakan berkas Brigadir Wijaya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
Istri Nazaruddin Divonis Enam Tahun
NENENG Sri Wahyuni, istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek pembangkit listrik tenaga surya senilai Rp 8,9 miliar. Neneng sendiri tak hadir dalam pembacaan vonis Kamis pekan lalu karena mengeluh sakit perut.
Ketua majelis hakim Tati Hadianti menyebut Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara itu terbukti sengaja menggelembungkan nilai proyek. Karena itu, dia diminta mengganti kerugian negara Rp 800 juta. "Proyek PLTS telah memperkaya terdakwa Rp 800 juta serta orang lain dan korporasi Rp 1,8 miliar," katanya.
Vonis ini meleset dari tuntutan jaksa penuntut umum, yang meminta hukuman penjara tujuh tahun dan ganti rugi Rp 2,7 miliar. Jaksa menyatakan pikir-pikir atas putusan ini. Adapun pengacara Neneng, Firman Candra, menyatakan banding.
Harta Djoko di Madiun Ditelusuri
KOMISI Pemberantasan Korupsi menyisir harta kekayaan Inspektur Jenderal Djoko Susilo di Madiun, Jawa Timur. Tersangka korupsi proyek simulator kemudi di Korps Lalu Lintas Kepolisian RI pada 2011 ini diduga memiliki aset tanah dan bangunan di kota itu. Seluruh aset tersebut dikabarkan dikelola sejumlah kerabatnya.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Kota Madiun Doris Eko Prasetyo membenarkan kabar bahwa petugas KPK telah datang menelusuri keberadaan aset-aset itu. "Ada dua petugas yang meminta data ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil," katanya. Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Pusat merilis temuan aset tanah dan bangunan atas nama Djoko dan anaknya, Poppy Pemiaya, di sejumlah lokasi di Madiun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo