Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"ASSALAMUALAIKUM" diucapkan Ma’ruf Amin di hadapan sekitar 100 pendeta di kantor pusat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Jumat sore dua pekan lalu. Setelah para pendeta membalas salam itu, juga dalam bahasa Arab, Ketua Majelis Ulama Indonesia nonaktif ini memulai sambutannya.
Anggota mustasyar atau dewan penasihat syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu sempat menyinggung kebinekaan Indonesia, termasuk soal kehidupan umat beragama di negeri ini. “Enam agama resmi di Indonesia harus dilindungi,” kata Ma’ruf, seperti ditirukan Ketua Bidang Diakonia HKBP Pendeta Martongo Sitinjak kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Menurut Martongo, Ma’ruf, yang hadir bersama istrinya, Wury Estu Handayani, dan Rais Syuriah PB NU Ali Akbar Marbun, juga berbicara soal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang dia sebut sudah final. Ma’ruf pun menyebutkan ihwal peran negara dalam permasalahan umat beragama, seperti polemik pendirian rumah ibadah.
Setelah Ma’ruf berpidato, lima pemimpin HKBP memakaikan ulos, kain khas Batak, kepada dia dan istrinya. Menurut Martongo, saat pengalungan ulos, pemimpin tertinggi HKBP, Pendeta Darwin Lumbantombing, membacakan umpasa atau sajak berisi petuah dalam bahasa Batak. “Kalau isinya diterjemahkan, artinya, ‘Ke mana pun Bapak melangkah, di situlah Bapak mendapat rezeki’,” ujar Martongo.
Kunjungan ke komunitas HKBP itu menjadi bagian dari safari politik Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo. HKBP tercatat memiliki 4,5 juta anggota jemaat dan hampir 4.000 gereja yang tersebar di berbagai wilayah. Dua anggota tim kampanye Jokowi-Ma’ruf yang mengetahui rencana kunjungan Ma’ruf ke kantor pusat HKBP mengatakan visitasi itu merupakan upaya “memulihkan” hubungan dengan kelompok minoritas.
Menurut keduanya, tim Jokowi mendeteksi kalangan kristiani mempertanyakan penunjukan Ma’ruf sebagai pendamping Jokowi. Nama Ma’ruf memang muncul belakangan sebagai calon wakil presiden. Sebelumnya, kandidat terkuat adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mohammad Mahfud Mahmodin. Sekitar satu jam sebelum partai koalisi pengusung Jokowi mengumumkan calon wakil presiden, nama Mahfud Md. terpental.
Keresahan di kalangan minoritas timbul karena sejumlah kebijakan yang dikeluarkan MUI dianggap tak tepat. Saat Ma’ruf memegang tampuk kepemimpinan MUI, misalnya, lembaga tersebut mengeluarkan fatwa pada pertengahan Desember 2016 yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa Hasanuddin A.F. Isinya melarang umat Islam menggunakan atribut nonmuslim. Sempat muncul perdebatan panjang setelah fatwa itu terbit.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom membenarkan info tentang keterkejutan sebagian anggota organisasi itu terhadap pencalonan Ma’ruf. Menurut Gomar, sejumlah anggota jemaat pun mempertanyakan komitmen Ma’ruf terhadap kelompok minoritas. Pengurus PGI berencana menanyakan langsung hal itu kepada Ma’ruf jika bertemu. “Saya kira itu komitmen yang harus dia jelaskan,” ucap Gomar.
Dua sumber yang sama mengatakan tim Jokowi mengerahkan berbagai upaya untuk mendekati kalangan tersebut. Di antaranya melalui anggota Bravo-5, kelompok purnawirawan yang dibentuk Luhut Binsar Pandjaitan—kini Menteri Koordinator Kemaritiman—yang nonmuslim. Ketua Bravo-5 Fachrul Razi tak menampik kabar bahwa anak buahnya ikut mendekati kelompok yang kecewa. “Ada klarifikasi yang lebih pas disampaikan Pak Ma’ruf, ada juga yang disampaikan Pak Jokowi, ada yang lebih pas kalau bukan disampaikan oleh keduanya,” ujar mantan Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia itu.
Menyadari resistansi tersebut, tim Jokowi pun merancang kunjungan ke kelompok minoritas. Jokowi, misalnya, berkunjung ke kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan PGI di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dua pekan setelah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum, 10 Agustus lalu. Seusai pertemuan dengan para uskup di KWI, Jokowi mengaku membicarakan Pancasila dan isu kerukunan beragama. “Kita jaga persaudaraan dan persatuan,” katanya.
Sekretaris Eksekutif KWI Siprianus Hormat membantah anggapan bahwa pertemuan itu membahas soal politik. “Kami hanya berdiskusi soal situasi bangsa dan keprihatinan beliau,” ujarnya. Sedangkan anggota staf khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo, yang hadir dalam pertemuan di KWI, menyebutkan Jokowi menyatakan akan menjaga toleransi. “Beliau bilang, ‘Kan, saya presidennya’,” kata rohaniwan yang juga mantan pengurus KWI ini.
Tak hanya mendekati kalangan minoritas, kubu Jokowi-Ma’ruf juga melobi pendukung bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Tim Jokowi mengidentifikasi kelompok ini sebagai pihak yang kecewa terhadap penunjukan Ma’ruf. Sebab, Ma’ruf menandatangani fatwa MUI pada Oktober 2016 yang menyatakan Ahok—panggilan Basuki—menista agama Islam sehubungan pengutipan Surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidato di Kepulauan Seribu. Ma’ruf juga menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus penistaan agama itu pada Januari tahun lalu.
KH Ma’ruf Amin hadir dalam sidang Lanjutan Kasus Dugaan Penistaan Agama di Auditorium Kementrian Pertanian, Jakarta, Januari 2016. -Pool/JP/Seto Wardhana
Wakil ketua tim kampanye nasional Jokowi-Ma’ruf, Eriko Sotarduga, membenarkan info bahwa pendukung Ahok perlu didekati secara khusus. Eriko menyatakan ikut mendekati sejumlah pentolan pendukung Ahok. “Mereka unik. Kelompoknya kecil, tapi solid,” katanya.
Niat mendekati pendukung Ahok juga disampaikan Ma’ruf kepada dua pentolan kelompok pendukung Ahok, Mohamad Guntur Romli dan istrinya, Nong Darol Mahmada. Berkunjung ke ruang kerja Ma’ruf di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama beberapa hari setelah deklarasi calon presiden dan wakil presiden, Guntur mengaku diminta Ma’ruf membantu memenangkannya.
“Pak Ma’ruf meminta kami menjelaskan soal keputusannya di masa lampau yang menyangkut Ahok, yaitu keputusan itu merupakan sikap lembaga, bukan individu,” tuturnya. Guntur memenuhi permintaan tersebut dengan mendekati para pendukung Ahok. Dia mengklaim, “Ahoker”- akhirnya legawa menerima pencalonan Ma’ruf. “Pendukung Ahok dan Jokowi itu satu,” ujarnya.
Upaya mendekati pendukung Ahok juga dilakukan kubu Jokowi dengan mengutus Djarot Saiful Hidayat, bekas calon Wakil Gubernur DKI, menemui Ahok yang ditahan di Markas Komando Brigade Mobil. Dihubungi Jumat pekan lalu, Djarot mengaku menjelaskan soal penunjukan Ma’ruf kepada Ahok. Menurut Djarot, Ahok tak mempersoalkan pencalonan bekas seterunya itu.
Ma’ruf belum bisa dimintai tanggapan soal pendekatannya kepada pendukung Ahok. Tapi, pada September lalu, setelah bertemu dengan Relawan Nusantara—kelompok pendukung Ahok yang dipimpin politikus Partai Golkar, Nusron Wahid—Ma’ruf menyatakan siap bertemu dengan pendukung Ahok. “Saya sekarang bergaul dengan siapa pun,” katanya.
BUDIARTI UTAMI PUTRI, AHMAD FAIZ, DEWI NURITA, PRAMONO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo