Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berkat Bunda dan Sahabat Amerika

Mengincar pemilih milenial, Sandiaga Uno kerap memakai baju biru. Tak akan menyerang lawan.

12 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sandiaga Uno didampingi ibunya, Mien Uno, di Jakarta, Juni 2017. -Dok. Facebook Sandiaga Uno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI debat calon presiden dan wakil presiden masih tiga bulan lagi, Rachmini Rachman alias Mien Uno sudah mengajari putranya, Sandiaga Salahuddin Uno, cara memenangi hati pemirsa. Mien, misalnya, mewanti-wanti Sandiaga agar selalu berperilaku sopan selama acara. “Bahasa yang digunakan jangan kayak debat sama teman. Harus sopan, jadi orang bersimpati sama kamu,” ujar Mien, Kamis pekan lalu, mengulangi nasihatnya untuk Sandiaga.

Mien juga meminta Sandiaga mencium tangan Ma’ruf Amin, calon wakil presiden pendamping Joko Widodo, sebelum berdebat untuk menunjukkan tata krama. “Karena dia kan kiai,” kata Mien.

Menurut Mien, putra bungsunya itu sebenarnya orang yang sopan. Tapi kesopanannya terkadang membuat orang mengerutkan kening. Pada April lalu, ketika masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga menyambangi Pasar Agung di Depok, Jawa Barat. Di pasar, kata Mien, Sandiaga tiba-tiba mencium tangan seorang pedagang ayam. Gara-gara itu, Sandiaga dirisak di media sosial. “Saya bilang, ‘Harus sopan, tapi jangan berlebihan. Nanti kamu di-bully’,” ujar Mien.

Mien sangat peduli terhadap gaya komunikasi Sandiaga. Perempuan 77 tahun itu serius mengajari Sandiaga sejak 2005. Waktu itu, Sandiaga maju sebagai salah satu kandidat Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Mien menguji putranya lebih dulu. Sambil menyalakan kamera, ia meminta Sandiaga berpidato di hadapannya. Setelah selesai, Mien meminta Sandiaga menonton video rekamannya.

Calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Salahuddin Uno, bersama warga saat di Surabaya, 27 September 2018. -ANTARA/Moch Asim

Di video itu, menurut Mien, Sandiaga terlihat belum bisa meyakinkan orang untuk memilihnya. Dalam bertutur, misalnya, kerap ada jeda yang cukup lama antar-ucapan. “Dia dulu kalau ngomong kan suka tiba-tiba berhenti. Banyak ‘hmmm... hmmm... ng...’ begitu. Saya bilang, ‘Mas, enggak gitu. Nanti malah ditinggal tidur’,” kata Mien.

Ia pun memberikan tip, dari cara mengatur ritme hingga gestur ketika bertutur. Menurut Mien, Sandiaga punya kebiasaan kurang elok. Dia suka melihat ke bawah saat berbicara di depan khalayak. Sandiaga juga terlihat agak bungkuk ketika berjalan. Mien lantas memintanya menghindari kedua hal tersebut. “Pelan-pelan Mas Sandi memperbaikinya,” ujar Mien.

Mien memahami cara berkomunikasi dan berperilaku karena lama berkecimpung di dunia pendidikan kepribadian. Ia turut mengembangkan sekolah kepribadian John Robert Powers Indonesia. Di sana, ia menduduki posisi wakil presiden eksekutif sejak 1992 hingga 2001. Selepas itu, Mien menjabat presiden direktur di sekolah kepribadian Lembaga Pendidikan Duta Bangsa—hingga sekarang.

Sandiaga mengakui bahwa ibunya adalah mentornya. ”Bu Mien membantu saya untuk public speaking,” ujar pria 49 tahun itu.

Menurut Mien, ia tak menyediakan waktu tertentu untuk mengajari Sandiaga. Biasanya, Mien memberikan “pelajaran” setiap kali putranya beranjangsana ke rumahnya. Kata Mien, mereka bisa berdiskusi selama berjam-jam tentang cara berkomunikasi dan tampil di depan umum.

Namun, sejak masa kampanye pemilihan presiden 2019 dimulai pada September lalu, frekuensinya menurun. Begitu sampai di rumah ibunya, Sandiaga langsung mengempaskan diri ke kasur. Melihat anaknya seperti keletihan, Mien biasanya memijat-mijat kaki Sandiaga. Dalam sekejap, anak keduanya itu tertidur pulas. “Sekarang, kalau datang, dia langsung tidur karena sudah keburu capek,” ujar Mien.

BERPASANGAN dengan Prabowo Subianto, Sandiaga ditugasi tim pemenangan mengail suara pemilih muda dan kaum ibu. Agar bisa menggaet kelompok milenial, tim kampanye mencitrakan Sandiaga sebagai sosok kasual dan sporty. “Anak-anak muda suka dengan gaya Mas Sandi yang seperti itu,” kata juru bicara tim kampanye Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade.

Baju yang sehari-hari dikenakan Sandiaga dipilih berdasarkan riset. Menurut Ferry Juliantono, juga juru bicara tim kampanye Prabowo-Sandiaga, riset itu berdasarkan analisis data pengguna media sosial pada Agustus lalu. Dari aktivitas pengguna media sosial, tim kampanye bisa mengetahui kecenderungan dan karakter pemilih. Dari situ, kata Ferry, diketahui bahwa sebagian besar generasi milenial menyukai gaya berpakaian kasual, yang memadukan kaus dengan sepatu kets. “Kebetulan cocok dengan karakter Mas Sandi,” ujar Ferry. Tapi Ferry enggan menunjukkan rincian hasil risetnya.

Timnya juga meneliti warna baju favorit anak muda. Berdasarkan riset tim, biru adalah warna yang paling disukai, tidak hanya bagi milenial, tapi bagi hampir semua kalangan. “Biru juga dianggap sebagai warna yang menyejukkan,” kata Ferry. Walhasil, Sandiaga kerap memakai baju biru saat menyambangi calon pemilih, terutama kelompok muda.

Potensi suara dari ceruk ini sangat besar. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, pemilih yang berusia di bawah 35 tahun mencapai 100 juta atau lebih dari separuh jumlah pemilih pada Pemilihan Umum 2019, yang mencapai 187 juta. Karena itu, tim kampanye serius menggarap segmen ini.

Menurut Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerindra DKI Jakarta, Syarif, Sandiaga sudah memermak dandanannya dari formal menjadi lebih santai sejak pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Sebelum terjun ke politik praktis, kata Syarif, Sandiaga lebih sering mengenakan kemeja atau batik ketika bertemu dengan orang ramai dalam suatu acara.

Pada masa kampanye pemilihan gubernur, Syarif pernah menemani Sandiaga menemui calon pemilih di bilangan Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Mengenakan batik, Sandiaga satu mobil dengan Syarif. Beberapa saat sebelum tiba di lokasi, Sandiaga mendadak mengganti bajunya dengan kaus biru. Rupanya, kata Syarif, Sandiaga mendapat informasi dari tim kampanye yang lebih dulu sampai di lokasi bahwa di sana tak ada orang yang berpakaian formal.

Beres soal penampilan, tim mengarahkan Sandiaga melakukan aktivitas yang digemari kaum milenial. Menurut wakil ketua badan pemenangan Prabowo-Sandiaga, Priyo Budi Santoso, dari hasil riset, olahraga basket dan lari yang digeluti Sandiaga menarik perhatian pemilih muda. “Itu kan sudah hobi Pak Sandi. Jadi kami meminta agar terus dipertahankan,” kata Priyo.

Sandiaga membantah anggapan bahwa aktivitas olahraganya merupakan pencitraan. “Aku lari dan basket sejak SD,” ujarnya.

Seperti Mien Uno, tim kampanye meminta Sandiaga tak menyerang kubu lawan. Sebab, berdasarkan survei, kata Andre Rosiade, pemilih yang belum menentukan pilihan lebih suka melihat kandidat yang menawarkan gagasan ketimbang yang saling menyerang. “Dalam sebuah diskusi, Bang Sandi juga mengingatkan agar tidak menyerang kalau mau menang,” ucap Andre.

Tak hanya memoles penampilan, tim juga menggodok isu untuk diangkat Sandiaga. Berbagi peran dengan Prabowo, Sandiaga lebih banyak mengangkat isu ekonomi dan kewirausahaan. Menurut survei internal juga, isu ekonomi yang paling diperhatikan responden adalah lapangan pekerjaan, kemudian harga bahan kebutuhan pokok. Maka, kata Andre, setiap kali Sandiaga berbicara di depan publik, topiknya tak pernah luput dari dua isu tersebut.

Perry Nagle -Dok Linkedin

Orang di belakang Sandiaga yang menyiapkan isu ekonomi antara lain Sudirman Said. Bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu bertugas mengolah data ekonomi terbaru. Data itu kemudian disampaikan kepada Sandiaga sebagai bahan materi kampanye. Sudirman mengatakan ia juga kerap berdiskusi dengan mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, dan adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, untuk merumuskan isu ekonomi yang akan disampaikan kepada Sandiaga.

Selain ibunya dan tim kampanye, orang yang kerap diajak berdiskusi oleh Sandiaga adalah Perry Nagle, warga Amerika Serikat. Menurut Andre Rosiade, Sandiaga amat mempercayai Perry, yang menjabat Direktur PT Energi Nusantara Merah Putih, perusahaan energi, sejak 2016. Profil Perry terpampang di laman sebuah firma hukum, www.djakartalaw.com.

Di situ, Perry menyebut dirinya sebagai penasihat Sandiaga yang terafiliasi dengan Messina Group, konsultan politik yang bermarkas di Washington. Belakangan, keterangan soal Messina Group hilang dari profilnya.

Ketika dimintai konfirmasi, Perry membantah menjadi konsultan politik Sandiaga. Ia juga menyanggah terafiliasi dengan Messina Group. Perry mengaku mengenal Sandiaga ketika ia bekerja di perusahaan milik keluarga Sandiaga, PT Uno Kapital, beberapa tahun lalu.

Sebagai sahabat, Perry mengaku selalu memberikan pendapat jika diminta Sandiaga. “Saya juga suka bermain basket dengan Sandi,” ujarnya.

Sedangkan Sandiaga mengatakan, selain bermain basket, ia suka berlari dan bersepeda bersama Perry. Ia menampik kabar bahwa Perry adalah konsultan politiknya.

DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus