Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTANYAAN pertama Ma’ruf Amin kepada Joko Widodo setelah ditunjuk menjadi calon wakil presiden singkat saja. “Saya bertanya kepada beliau, apakah saya harus ganti kostum,” ujar Ma’ruf.
Jokowi, kata Ma’ruf, memintanya tak mengubah penampilan. “Kalau orang menyebut Kiai Ma’ruf, ya, bentuknya seperti ini,” ucap Ma’ruf menirukan Jokowi. Ma’ruf melanjutkan, “Kalau saya pakai sepatu Air Jordan, nanti banyak orang yang kaget, termasuk ente.”
Ma’ruf menceritakan obrolannya dengan Presiden Jokowi kepada Teuku Adifitrian alias Tompi. “Ente” yang dimaksud Ma’ruf adalah penyanyi jazz itu. Keduanya berbincang-bincang dalam video berjudul Kiai Kita besutan Irfan Wahid alias Ipang, pengelola perusahaan konsultan pemasaran, Fastcomm.
Menurut Irfan, video berdurasi 90 detik yang diperlihatkan kepada Tempo itu dibuat untuk memperkenalkan Ma’ruf Amin secara utuh kepada masyarakat. Selama ini, Ma’ruf lebih dikenal berkat kiprahnya di bidang agama dengan aktif di Majelis Ulama Indonesia dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Di luar itu, Ma’ruf diketahui menjadi anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono. “Padahal banyak sisi Kiai Ma’ruf yang tidak diketahui saya dan masyarakat,” ujar Irfan.
Termasuk video tanya-jawab dengan Tompi, Irfan sudah membuat lima video untuk memperkenalkan Ketua Umum MUI nonaktif itu ke khalayak. Syuting dilakukan pada akhir September lalu di kediaman Ma’ruf di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat. Dari sekali syuting itu, Irfan memproduksi lima video dengan lima tema berbeda.
Sebelum syuting, Irfan berdiskusi dengan Ma’ruf. Hasil diskusi kemudian diramu menjadi skenario. Irfan dan timnya membutuhkan waktu tiga hari untuk menyusun naskah tersebut. Mereka me-meras otak agar pesan dalam video kelak sampai ke segala kalangan. Karena itu, Irfan menekankan bahasa dan gaya komunikasi yang digunakan harus renyah agar menarik dan gampang dipahami.
Irfan, yang juga Ketua Kelompok Kerja Industri Kreatif di Komite Ekonomi dan Industri Nasional, kemudian menghubungi Tompi. Ia ingin Tompi berduet dengan Ma’ruf dan berperan sebagai penanya. Tompi setuju dengan konsep tanya-jawab yang dipaparkan Irfan.
Menurut Tompi, syuting memakan waktu 45 menit. Selama pengerjaan, kata Tompi, Ma’ruf kerap memberikan masukan walaupun sudah ada arahan dari Irfan. “Walau enggak hidup dengan budaya anak muda saat ini, Pak Ma’ruf mengikuti masalah milenial. Beliau tahu persis menempatkan diri, menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dia tahu anak muda sekarang seperti apa,” tutur Tompi.
Ma’ruf rupanya tak cuma memberikan masukan saat syuting. Ia juga mencermati hasil akhirnya. Menurut Irfan, Ma’ruf pernah mengeluhkan sebuah video yang sudah selesai disunting. “Karena substansinya ternyata kurang pas. Akhirnya kami ubah lagi,” kata Irfan. Kini, kelima video hasil syuting pada September lalu itu telah rampung.
Dalam video Kiai Kita, Ma’ruf juga berbicara mengenai keberagaman. Kepada Tompi, dia menuturkan pula, jika lahir pada 1980-an, ia tak akan bisa menjadi pemuda seperti Boy dalam film Catatan Si Boy yang diperankan Onky Alexander. Film itu tayang di bioskop pada 1987. “Karena saya tidak punya mobil mewah,” ujar Ma’ruf, kelahiran 1943.
Dalam video yang lain, Ma’ruf menyinggung soal waktu menyendiri yang di kalangan anak muda dikenal sebagai “me time”. Ketika ditanyai apa kegiatannya selama “me time”, Ma’ruf menjawab, “Muhasabah.” Ini adalah istilah dalam Islam untuk introspeksi diri. Ma’ruf juga berbicara tentang aplikasi video Tik Tok yang populer di kalangan remaja. Dalam video ini, Ma’ruf tak lagi berduet dengan Tompi, tapi dengan seorang perempuan.
Hingga Jumat pekan lalu, kelima video tersebut belum disebarluaskan Irfan ke publik lewat media sosial. “Kami menunggu momen yang pas agar video ini viral,” ujarnya. Irfan menargetkan video pendek itu bisa menggaet setengah jumlah pemilih muslim milenial, yang menurut data internal mereka sekitar 40 juta orang.
Agar video tersebut viral, Irfan akan memasang iklan di berbagai media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Para pendengung atau buzzer juga digaet untuk menyebarluaskan video itu. Di Facebook, misalnya, satu video ditargetkan ditonton satu juta orang pada pekan pertama penayangan.
Irfan mengatakan video tersebut tidak akan diberi logo dan nomor Jokowi-Ma’ruf. Juga tak akan ada permintaan untuk memilih Ma’ruf. Tujuannya agar semakin banyak orang membagikan video tersebut. “Prinsip kami, konten adalah raja. Distribusi adalah ratunya. Kalau konten bagus tapi distribusi jelek dan tidak ada yang menonton, buat apa?”
Ma’ruf belum bisa dimintai tanggapan ihwal pembuatan video tersebut. Putri sulung Ma’ruf, Siti Ma’rifah, menuturkan, video yang dibuat Irfan itu untuk menggambarkan sisi lain ayahnya yang humoris. “Sebagaimana kiai lain, seperti Gus Dur,” ujarnya.
IRFAN Wahid mendampingi Ma’ruf Amin sejak pertengahan Agustus lalu. Menurut Irfan, Jokowi sendiri yang memintanya di sela-sela tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. “Saya untuk bagian media,” katanya.
Jokowi juga meminta sejumlah orang menempel pada Ma’ruf. Ada bekas Ketua Komisi Pemilihan Umum, Juri Ardiantoro; ekonom Imam Sugema; dan putri Ma’ruf, Siti Ma’rifah. Mereka disebut sebagai tim inti Kiai Ma’ruf Amin (KMA).
Menurut Juri, ia mendampingi Ma’ruf setelah diminta Jokowi langsung. Adapun Imam Sugema mengatakan ia diminta membantu secara profesional. Juru bicara Istana Kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo, menyatakan tak mendengar informasi bahwa Presiden Jokowi menugasi Juri dan Irfan mendampingi Ma’ruf. “Coba cek ke tim kampanye nasional,” ujarnya.
Tim KMA bertugas menyiapkan materi kampanye Ma’ruf, dari video hingga narasi yang perlu disampaikan ketika bertemu dengan calon pemilih. Materi kampanye, kata Irfan Wahid, dikemas sesederhana mungkin tapi tetap menarik, seperti konsep lima video pendek yang dibuatnya.
Irfan Wahid (kanan) saat berada di kediaman Ma’ruf Amin. -Dok Pribadi
Juri Ardiantoro menuturkan, dalam narasi yang disiapkan, timnya juga memilihkan diksi yang sesuai dengan kelompok yang didekati. Misalnya, Juri menyarankan Ma’ruf menggunakan kata “kolaborasi”, bukan “kemitraan”, ketika membahas ekonomi syariah di depan anak muda. “Selama ini, yang dikatakan di MUI, di NU, itu kemitraan umat. Padahal trennya itu kolaborasi,” ujar Juri, yang kini menjadi tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden.
Masukan Juri didengarkan Ma’ruf. Dalam pidato di Pesantren Bumi Shalawat, Sidoarjo, Jawa Timur, akhir bulan lalu, Ma’ruf menggunakan “kolaborasi”, bukan “kemitraan”. “Arus baru ekonomi Indonesia tidak akan membenturkan yang lemah dan yang kuat, tapi membangun kolaborasi yang saling menguntungkan,” ujar Ma’ruf dalam pidatonya.
Setiap hari, tim juga menyampaikan perkembangan isu politik hingga ekonomi kepada Ma’ruf. Juri banyak memberikan masukan dalam bidang politik, sedangkan Imam Sugema soal ekonomi. Tujuannya agar Ma’ruf tak keliru dalam memberikan pernyataan. “Ketika ada yang bertanya, jawabannya selalu orisinal dari Kiai Ma’ruf,” kata Juri.
Menurut Juri, masukan dari tim lebih sering disampaikan melalui Siti Ma’rifah, yang berada di samping Ma’ruf setiap hari. Ma’rifah membenarkan info bahwa ia kerap memberikan saran kepada Ma’ruf, yang ia panggil “Abah”. “Sebagai keluarga, ini juga masuk dalam perbincangan,” ujarnya, Kamis pekan lalu.
Tim juga, kata Juri, membahas sejumlah fatwa Majelis Ulama Indonesia yang pernah dikeluarkan Ma’ruf selama memimpin MUI dan memicu pro-kontra. Di antaranya melarang penggunaan atribut Natal oleh kaum muslim dan mengecap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat itu, menista agama terkait dengan pidatonya di Kepulauan Seribu pada September 2016—yang menyitir Surat Al-Maidah ayat 51. Gara-gara itu, Ma’ruf dianggap antikelompok di luar Islam. “Beliau punya tugas lebih berat menyapa dan menjelaskan ini,” ujar Juri.
Wakil ketua tim kampanye nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Eriko Sotarduga, menuturkan, saat ini, Ma’ruf sedang menyesuaikan diri sebagai calon wakil presiden. Gaya komunikasinya, kata Eriko, akan menjadi lebih cair ketimbang saat dia memimpin MUI. “Dulu formal betul. Sekarang kan harus bertemu dengan sembarang orang,” ujarnya.
Abdul Kadir Karding, juga wakil ketua tim kampanye nasional Jokowi-Ma’ruf, mengatakan Ma’ruf adalah pasangan yang pas bagi Jokowi karena menguasai masalah agama dan ekonomi. Tapi, menurut Karding, gayanya perlu dipoles agar bisa diterima oleh lebih banyak kalangan.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, RYAN DWIKY ANGGRIAWAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo