Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rekayasa Genetika, Revolusi Tak Berdarah

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Revolusi, sedahsyat apa pun, selalu bermula dari sebuah langkah kecil. Dalam hal rekayasa genetika, Pendeta Gregor Mendel boleh dibilang sang pemula. Botanis (ahli tumbuh-tumbuhan) dari Austria ini terpikat pada variasi tanaman kacang polong. Berpuluh tahun kemudian, keterpikatan Mendel membuka jalan ke arah yang mengubah warna dunia: rekayasa genetika. Berikut ini sedikit rangkaian napak tilas revolusi rekayasa genetika. Mendel, 1866, menjumpai pola yang hampir ajek dalam variasi kacang polong di kebun percobaannya. Kacang polong berbiji bulat, misalnya, punya 25 persen keturunan yang berbiji lonjong. Mendel juga terheran-heran, berkali-kali persilangan dua jenis kacang polong membuahkan komposisi yang hampir sama. Tentulah komposisi ini bukan sekadar kebetulan. Nah, Mendel menyimpulkan, pasti ada materi di dalam tubuh makhluk hidup yang mewariskan sifat tertentu kepada keturunannya. Dikemudian hari, materi ini populer dengan istilah gen. Selanjutnya, langkah demi langkah terjadi. Ilmuwan dari berbagai negara terlibat dalam rangkaian panjang ini. Salah satu momen pentingnya, Hermann Muller, biolog Amerika, pada 1926 membuktikan bahwa sinar-X memicu perubahan genetis lalat buah. Temuan ini menanamkan keyakinan, gen bisa diutak-atik alias direkayasa sesuai dengan kehendak. Kemudian sampailah napak tilas pada saat paling bersejarah, pada 1953. Bintangnya adalah James Watson, ahli biokimia Amerika, dan Francis Crick, ahli biofisika Inggris. Kerja bareng mereka sukses mengidentifikasi rantai asam deoksiribonukleat (DNA) di dalam benang kromosom inti sel, tempat rantai DNA bernaung. Rantai DNA, yang berstruktur rantai ganda berpilin, terbukti membawa ribuan gen yang menentukan sifat-sifat makhluk hidup. Manusia sendiri punya 100 ribu gen yang membangun sifat dan bentuk tubuh, misalnya bermata biru atau hitam dan berambut keriting atau lurus. Di sinilah revolusi berawal. Kala itu, beredar "cita-cita" atau guyonan bahwa laboratorium bisa mengatur kelahiran perempuan yang spektakuler: secantik Marilyn Monroe dan sepintar Albert Einstein. Harapan pada penyembuhan penyakit yang menurun juga mekar. Pantaslah bila hasil kerja revolusioner Watson-Crick membuahkan Nobel Kedokteran. Sembilan tahun berikutnya, Charles Yanofsky, ahli genetika dari Universitas Stanford, berhasil membuktikan struktur DNA. Ternyata, struktur DNA tersusun atas rangkaian empat macam asam amino (zat penyusun protein), yaitu adenina (A), timina (T), guanina (G), dan sitosina (C). Jenis variasi keempat macam asam amino ini, ditambah dengan fosfat dan karbohidrat, menentukan karakteristik setiap gen. Nah, dengan utak-atik rangkaian asam amino, makin terbukalah jalan menuju rekayasa genetika. Dan pintu tersebut makin terbuka lebar ketika Stanley Cohen dan Herbert Boyer, 1973, mengambil gen dari inti sel katak dan menanamnya pada DNA bakteri. Jadi, gen antarmakhluk hidup sangat mungkin digabung-gabungkan. Lalu, pada 1978, tim ilmuwan dari Genetech, perusahaan riset rekayasa genetika pertama di San Francisco, berhasil mengisolasi gen penghasil insulin—protein yang dibutuhkan untuk mengolah gula dalam tubuh—dari pankreas manusia. Dengan temuan ini, para penderita diabetes—yang kekurangan hormon insulin—punya harapan untuk sembuh. Pada 1982, Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika (FDA) menyetujui produksi obat dari teknik rekayasa genetika, yaitu membiakkan gen insulin manusia dalam sel bakteri Maka tongkat estafet riset rekayasa genetika terus berlanjut. Peta sidik jari genetis, vaksin hepatitis-B, dan penemuan berbagai gen pemicu penyakit keturunan, secara beruntun, dipublikasikan. Pada 1989, dengan tujuan memetakan secara komplet gen manusia, sebuah proyek raksasa dilansir. Human Genome Project, nama proyek itu, dipimpin James Watson dan diharapkan kelar pada tahun 2005. Ada banyak harapan tersirat dalam proyek ini, terutama dalam terapi penyembuhan penyakit dan kelainan yang masih misterius. Sifat homoseksual, misalnya, ditengarai terkait dalam kromosom-X yang diturunkan oleh ibu. Pada 1993, dunia heboh. Seorang ilmuwan mengeklon (melipatgandakan) embrio manusia dan memeliharanya dalam cawan petri selama beberapa hari. Proyek ini mengundang protes dari ilmuwan dan pemerhati tata susila. Rekayasa genetika makin terbukti juga bisa membawa dampak mengerikan: memproduksi makhluk hidup—apalagi manusia--sekehendak hati sang kreator. Dua tahun lalu, Ian Wilmut, ilmuwan Skotlandia dari Roslin Institute, menggebrak. Wilmut berhasil mengeklon domba "Dolly", yang menghebohkan dunia. Dolly berawal dari sel susu (ambing) domba dewasa yang lantas ditanam pada rahim domba betina. Sukses Dolly membuat Richard Seeds, biolog Amerika, ingin menerapkan teknik klon pada manusia. Tak peduli hujan protes, Seeds sesumbar, "Saya akan punya setengah lusin bayi hasil klon yang sehat dan bahagia sebelum dasawarsa ini berakhir." Begitulah. Rekayasa genetika menguakkan berbagai kemungkinan yang tak terba yangkan—sebuah revolusi yang, kendati tak berdarah, berakibat begitu luas bagi masa depan manusia dan kemanusiaan. Mardiyah Chamim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus