Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gairah Perburuan Gen di Indonesia

Indonesia dianggap ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara lain dalam bidang penelitian genetika

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gelombang "global" penelitian genetika bergaung di Indonesia. Sebagian "jatah" megaproyek pemetaan seratus ribu gen manusia berlabel "Human Genome Project" jatuh ke sejumlah pakar genetika Indonesia. Jatah itu berupa pemetaan genom suku-suku di Indonesia yang beraneka ragam. Meski begitu, menurut Dr. Wildan Yatim Lubis, pakar genetika Universitas Padjadjaran, Bandung, prestasi Indonesia masih ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara lain, dan beberapa langkah di belakang negeri jiran Malaysia di bidang itu. Lembaran sejarah penelitian genetika di Indonesia baru dibuka sekitar sepuluh tahun lalu. Pengaktifan kembali Lembaga Biologi Molekul Eijkman di Jakarta oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie (sekarang Presiden RI) tahun 1990 setelah "nganggur" sejak 1965 menjadi penanda geliat awal itu. Direkturnya, Prof. dr. Sangkot Marzuki, 55 tahun, pakar biokimia dan biologi molekuler lulusan Monash University di Melbourne. Lembaga itu didirikan pada 1888 oleh Dr. Cristiaan Eijkman, ahli patologi klinik dan bakteriologi berkebangsaan Belanda. Ada beberapa faktor yang membuat pengembangan penelitian genetika di Indonesia terlambat. "Kekurangan sumber daya manusia membuat kita ketinggalan dalam bidang ini dibandingkan dengan negara lain, " kata Wildan kepada Raju Febrian dari TEMPO. Menurut catatan dia, jumlah pakar genetika Indonesia hanya 15 orang. Selain itu, ada soal pendanaan yang cekak. Entah berapa jumlah anggaran pemerintah yang dikucurkan untuk mendukung penelitian bergengsi ini, yang jelas jumlahnya "ngos-ngosan" untuk bisa membeli bahan bantu penelitian, misalnya serum, juga peranti canggih yang masih harus dipasok dari luar negeri. Contoh, analisis DNA untuk identifikasi forensik dalam dunia kriminal—sesuatu yang dilakukan setiap hari di Malaysia—hanya bisa dilakukan di Indonesia sesekali. Lembaga Eijkman telah berhasil menemukan empat prosedur baru untuk diagnosis penyakit malaria, hepatitis B dan C, talasemia, dan kanker saluran cerna. Tahun 1993, Lembaga Eijkman, bekerja sama dengan tim riset Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, telah menemukan kerusakan gen sebagai penyebab penyakit keturunan talasemia (kelainan darah). Penelitian ini menemukan indikasi 100 jenis mutasi gen yang menyebabkan talasemia. Manfaat terapan dari penelitian ini, jika suami atau istri membawa sifat talasemia minimal 25 persen, janin dari pasangan itu diperkirakan menderita talasemia. Bila hal itu diketahui, langkah-langkah medis berikutnya bisa dipertimbangkan. Lembaga ini juga berhasil memetakan keanekaan genom suku-suku di Indonesia. Pemetaan ini dipakai untuk mengetahui penyebab suatu penyakit dan gen-gen yang membentuk sifat abstrak manusia, seperti homoseksualitas dan skizofrenia (gangguan kejiwaan dan emosi). Genom merupakan cetak biru informasi genetis yang mentukan sifat setiap makhluk hidup yang disandikan dalam bentuk pita molekul DNA. Pengenalan terhadap gen membuka peluang baru penanganan penyakit, termasuk diagnosis, pengobatan yang spesifik, dan pencegahannya. Pada 1998 Eijkman, bekerja sama dengan Pusat Riset Neuromuskular Melbourne, mengembangkan diagnosis penyakit neuromuskular yang ditandai dengan kelemahan otot. Stadium lanjut dari penyakit keturunan ini berupa kelumpuhan, bahkan menyebabkan kematian. Sejauh ini terapi untuk penyembuhan penyakit ini belum ditemukan. Penelitian gen diharapkan membuka harapan untuk itu. Awal 1999, Eijkman mengungkapkan temuan bahwa orang dari suku Jawa memiliki risiko terserang diabetes melitus (penyakit gula) lebih besar daripada suku lain di Indonesia. Walaupun agak terlambat, Indonesia mestinya segera menggairahkan penelitian genetika demi menyongsong revolusi bioteknologi abad ke-21. KMN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus