Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok TM Yusuf Syah Putra mengatakan, rencana pembuatan peraturan daerah tentang Lesbian Gay Biseksual dan Transgender atau Perda LGBT Depok sampai hari ini belum ada kelanjutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putra mengatakan, rencana perda LGBT itu diusulkan oleh DPRD periode 2014-2019. Namun, kata dia, saat ini rencana itu belum dimasukkan dalam Badan Pembentukan Peraturan Daerah sebagai tahap awal pengajuan rancangan peraturan daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Semenjak diinisiasi pada 2019 lalu, sampai sekarang belum diterusin, saya juga belum dapat laporannya,” kata Putra saat dikonfirmasi Tempo, Senin, 3 Februari 2020.
Padahal, lanjut Putra, secara regulasi aturan tersebut sangatlah dibutuhkan mengingat perilaku LGBT dewasa ini menjadi kekhawatiran dan agar terjadi keteraturan di tengah masyarakat.
“Ya dibutuhkan juga perda itu untuk bisa mengatur, harus diusulkan lagi, saya masih menunggu,” kata Putra.
Rencana pembuatan Perda ini kembali mencuat setelah Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengeluarkan instruksi untuk merazia LGBT dan membuka crisis center khusus korban LGBT. Rencana ini kemudian ditentang oleh Komnas HAM.
“Tentu saja upaya tersebut dinilai sebagai tindakan diskriminatif. Karena, sikap pemerintah daerah seharusnya melindungi semua warga negara sesuai amanat konstitusi,” kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Selasa 14 Januari 2020.
Instruksi Wali Kota Depok, Mohammad Idris untuk melakukan razia LGBT dan pembentukan crisis center khusus korban LGBT di Depok tersebut, dikeluarkan menyusul kasus Reynhard Sinaga di Inggris.
Reynhard yang divonis bersalah karena memperkosa 48 pria di apartemennya, diketahui sebagai warga Kota Depok.
“Secara kehidupan sosial dan moralitas, semua ajaran agama, pasti mengecam perilaku LGBT,” kata Idris, Sabtu 11 Januari 2020.