Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Roesmanhadi:Akan Saya Gugat Balik!

12 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAUT muka Roesmanhadi tampak lelah. Kantong air kecil tampak menggantung di bawah kedua kelopak matanya. Barangkali ini karena sepekan terakhir mantan Kapolri itu menghadapi tudingan sebagai otak korupsi senilai ratusan miliar rupiah di tubuh kepolisian.

"Saya menyesalkan laporan itu jatuh ke tangan wartawan, padahal belum diklarifikasi kebenarannya," ujar Roesmanhadi seraya merapikan jaket merah hati Sespim Polri yang membungkus badannya. Penggemar mobil kuno dan motor besar ini mengaku sedang tidak enak badan, tapi dengan sabar malam itu bapak dua anak ini meladeni semua pertanyaan yang diajukan oleh Karaniya Dharmasaputra, Widjajanto, dan Donny Metri dari TEMPO di rumahnya di bilangan Tirtayasa, Jakarta Selatan. Petikannya:


Apa yang Anda lakukan setelah mendengar bocornya hasil pemeriksaan itu?

Saya menghadap Menteri Pertahanan dan Kapolri untuk meminta pembentukan tim yang mengklarifikasi laporan tersebut. Temuan itu belum tentu benar.

Anda dipandang tahu soal dana operasional SIM (DOS) senilai Rp 300 miliar….

Itu dari total DOS sejak 1992 hingga sekarang. Padahal, pada 1992 saya mungkin baru menjadi kolonel. Kalau memang harus bertanggung jawab, mestinya pada periode saya menjabat Kapolri saja. Lagi pula, DOS itu bukan dana APBN ataupun non-APBN, tapi dari keuntungan kerja sama kami dengan CPP (Citra Permatasakti Persada, milik Jimmy Widjaya), yang dimulai sejak 1997 dan diperpanjang hingga 2002. Sebagai Kapolri, saya kumpulkan DOS ini dari kepolisian daerah se-Indonesia. Besarnya sekitar Rp 2 miliar per bulan.

Tetapi sekarang tudingannya DOS itu masuk ke kantong pribadi Anda….

Kalau benar mengantongi Rp 300 miliar, saya enggak tinggal di sini. Bukan di Pondokindah juga, tapi barangkali di mbah-nya Pondokindah.

Dalam klarifikasi nanti, apakah rekening pribadi Anda boleh diaudit?

Silakan! Enggak masalah. Saya mengambil keputusan penggunaan DOS melalui rapat staf.

Lalu bagaimana awal mula keterkaitan Anda dengan Jimmy Widjaya dalam kasus mobil Timor dan pembangunan gedung Markas Polri?

Beberapa Kapolri sebelumnya tidak bisa membangun markas komando. Lalu saya adakan rapat staf untuk menghitung dan ketemu angka Rp 58 miliar, yang kita tawarkan ke pemborong. Catur Gatra Eka Perkasa (CGEP, juga milik Jimmy Wijaya) yang berani menjawab permintaan kami. Itu pun kami membayarnya dengan mencicil.

Bukan penunjukan langsung Anda?

Tidak. Kalau di luar Jimmy ada yang lebih murah, silakan. Saya kenal Jimmy sudah lama. Tapi Kapolri-Kapolri sebelumnya juga kenal dia.

Lalu, kok, CGEP juga yang muncul dalam kasus pembelian mobil Timor?

Usul pembelian 100 dan 213 unit mobil Timor itu dari Direktur Logistik Polri, Brigjen Bambang Susetyo, untuk menjawab kebutuhan 2.400 mobil bagi jajaran Polri. Katanya, CGEP memiliki seribu unit mobil sebagai penggantian biaya apa begitulah. Tentu mereka (CGEP) ingin menjual mobilnya supaya mendapat uang.

Dalam proses pembelian muncul tudingan Polri membeli mobil bodong (tanpa faktur pembelian). Ya, akhirnya kita tunda sampai muncul putusan pengadilan yang memberikan mobil itu kepada CGEP. Putusan pengadilan ini yang kami jadikan sebagai pengganti faktur. Kami baru mengambil mobil itu setelah ada putusan pengadilan.

Mengapa polisi sempat mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus Jimmy Widjaya?

SP3 itu menyangkut urusan dia pribadi. Saya juga tidak ada kepentingan apa pun dengan Jimmy. Saya yang minta gelar perkaranya di Mabes Polri.

Kabarnya, polisi menemukan unsur pidana dalam kasus Jimmy, tapi kok tetap keluar SP3? ini bentuk intervensi Anda?

Saya tidak bisa mengintervensi! Masalah hukum adalah hak penyidik.

Anda juga dituduh menyingkirkan beberapa pejabat yang terkait dengan kasus ini….

Ha-ha-ha…, itu masalah intern kami. Keputusan pemindahan jabatan itu hasil rapat Dewan Jabatan dan Kepangkatan. Saya anggap mereka tidak dapat bekerja sama sehingga mesti diganti. Kerja sama bukan berarti harus asal-bapak-senang, tapi tetap sesuai dengan peraturan. Kalau begini tetap dianggap KKN, berarti Gus Dur KKN juga karena mengangkat orang-orang dekatnya.

Ada yang mengatakan, 60 persen proyek di Mabes Polri jatuh ke tangan keluarga Anda….

Silakan periksa, selama saya menjabat, perusahaan mana saja yang mendapat proyek. Saya selalu menekankan jangan sampai kita yang diatur oleh rekanan seperti dulu.

Putra Anda bekerja di CPP?

Ia bekerja di CPP bukan dalam proyek SIM. CPP itu punya banyak anak perusahaan. Ia pernah menggarap peralatan keamanan. Tapi, setelah ada ribut-ribut, saya minta keluar.

Benarkah Anda mendapat kado mobil Jaguar dari beberapa proyek di Polri?

Saya memang penggemar mobil kuno, tapi bukan didapat dari hadiah. Berapa, sih, keuntungan mereka sampai memberi saya Jaguar?

Apakah Anda sudah mempersiapkan tim pembela?

Ya. Mudah-mudahan dari Polri sendiri ada tim pembela. Kalau perlu, saya akan menggugat balik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus