Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI masih pagi, pukul 07.00 WIB, ketika dia mulai menyusuri Jalan Veteran di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat dua pekan lalu. Tangan kirinya memegang magnet bulat yang diikat dengan tali pegas. Dia berjalan sambil melihat aspal. Begitu tampak paku, tangkai magnet ia gerakan ke bawah. "Kalau pagi suka dapat dua kilo. Paling banyak pernah empat kilo," ujar Rohim bin Sarman, 47 tahun.
Rohim bekerja sebagai sopir pribadi sebuah keluarga di wilayah Pluit, Jakarta Utara. Setiap hari, sebelum berangkat kerja pada pukul 09.00 WIB, dia menyempatkan diri menyapu ranjau paku. Dari rumah kontrakannya di Cengkareng, Jakarta Barat, dia melaju dengan sepeda motor menuju jembatan Roxy, Jakarta Pusat. Biasanya, lokasi itulah titik awal penyapuan. Dari sana, dia menyeret tangkai magnetnya ke kawasan Cideng, hingga ke depan Istana Negara.
Rutinitas ini ia lakukan sejak 2010. Rohim mengaku terdorong oleh pertemuannya dengan seorang ibu di halte Daan Mogot. Pada suatu hari, saat pulang kerja pada pukul 21.00 WIB, hujan lebat tiba-tiba turun. Dia menepi ke sebuah halte. Ternyata seorang ibu telah lebih dulu di situ, menggendong bayinya yang terus menangis. Tangan kanan ibu itu menggandeng seorang bocah laki-laki. Di belakang ibu muda itu, suaminya tampak kecapaian menyangga sepeda motor.
"Kata ibu itu, ban motor suaminya kempes kena paku. Kok tega orang nyebar-nyebar paku. Dari situ, saya bertekad untuk bantu orang," ujar Rohim.
Mulanya, Rohim menggunakan tangan kosong untuk memunguti paku. Lama-kelamaan, dia kewalahan dan mulai menggunakan magnet dari tempelan kulkas di rumahnya sebagai pemungut. Cara itu cukup efektif, namun lambat karena magnet yang kecil. Akhirnya, pada suatu hari, seorang kenek Metromini yang sering melihat Rohim memunguti paku memberinya magnet berukuran 1 kilogram. "Itu pas lagi nyapu di Daan Mogot. Wah, seneng banget saya," kata dia.
Rohim biasa menjual paku yang ia berhasil kumpulkan. Uang hasil penjualan ia pakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya bersama istri dan tiga anaknya. Sebagian ia sisihkan untuk membeli magnet baru. "Buat ngopi dengan teman-teman juga," katanya.
Pada 2011, Rohim bertemu dengan Siswanto, 43 tahun, seorang pengusaha yang tinggal di Jalan Kompleks Departemen Agama, kawasan Daan Mogot. "Saya suka lihat dia di depan rumah. 'Ngapain,' saya bilang. Ternyata mungutin paku," Siswanto bercerita. Keduanya berkenalan, lalu sepakat membuat komunitas Saber Paku alias Sapu Bersih Paku.
Saat ini, komunitas Saber Paku beranggotakan 40 orang, tersebar hingga Bekasi. Pada 2012, mereka mendapat penghargaan dari Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Inspektur JendralUntung Suharsono Radjab. Mereka didapuk sebagai mitra kepolisian. "Kami dikasih rompi safety dengan logo Saber Paku," ujar Rohim.
Komunitas Saber Paku juga mendapat apresiasi dari Jenderal Tito Karnavian pada 2015, saat ia menjabat Kepala Polda Metro Jaya.
Namun pekerjaan ini bukan tanpa tantangan. Suatu malam dua tahun lalu, ketika tengah menyapu paku, sebuah sepeda motor menabrak Rohim. Kepalanya bocor dan mendapat tujuh jahitan. Bekas luka sepanjang 5 sentimeter membuat kepalanya pitak, tepat di tengah atas.
Rohim curiga ditabrak penebar paku yang merasa kepentingannya terganggu. "Mereka sengaja menabrak karena disertai ancaman mau bunuh saya," katanya.
Istrinya, Siti Rahayah, 38 tahun, sempat meminta Rohim menghentikan aktivitasnya sekalipun hal itu menolong banyak orang. "Saya khawatir. Saya bilang ke dia, 'Jangan cari penyakit.'" Tapi Rohim bergeming. Dia bahkan hendak menurunkan aktivitas ini ke anak-anaknya. "Saya suka ajak mereka. Supaya mereka ada rasa kepedulian terhadap lingkungan," ujarnya.
Rohim bin Sarman
Tempat, Tanggal Lahir: Rangkasbitung, 14 Agustus 1969
Pendidikan: Sekolah dasar
Pekerjaan: Sopir
Penghargaan:
-2012, dari Wali Kota Jakarta Barat Burhanuddin
-2012, dari Kapolda Metro Jaya Untung Suharsono Radjab
-2015, dari Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo