Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalur Pintas Menyerap Beras

Polisi menuding Indo Beras mematikan perusahaan penggilingan kecil. Bulog kesulitan membeli gabah sesuai dengan harga acuan. Kementerian Pertanian pernah meminta anak usaha Tiga Pilar menyuplai pasokan.

31 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STEFANUS Joko Mogoginta semestinya memimpin dua rapat di Lantai 17, Plaza Mutiara, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Senin pekan lalu. Tapi sepagian itu Joko menghabiskan waktunya di jalan. Penyebabnya, harga saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, perusahaan yang dia pimpin, terperosok. ¡±Enam belas menit pertama perdagangan saham pada Senin itu, saya cuma muter-muter terus di jalan," kata Joko di kantornya, Jumat pekan lalu.

Dibuka pada harga Rp 1.275 per lembar, harga saham Tiga Pilar sempat terjungkal di angka Rp 905, tak lama setelah pembukaan perdagangan di Bursa Efek Indonesia. "Dua rapat yang seharusnya berlangsung di kantor akhirnya saya pindahkan ke rumah," ujar Joko. Direktur Utama Tiga Pilar itu memanggil sejumlah karyawan ke rumahnya. Sambil memimpin rapat, ia terus memantengi pergerakan harga saham. Hari itu, saham AISA berhasil bangkit dan ditutup di harga Rp 1.255.

Reaksi negatif pasar saham terhadap emiten berkode AISA ini bermula ketika Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menyebut PT Indo Beras Unggul, pabrik beras milik Tiga Pilar di Bekasi, mengoplos beras subsidi, lalu menjualnya sebagai beras premium. Pernyataan itu keluar setelah Satuan Tugas Pangan yang dipimpin Kepolisian RI menggerebek Indo Beras pada Kamis malam dua pekan lalu.

Tito mengklaim, kecurangan itu menimbulkan kerugian ratusan triliun rupiah. Polisi kemudian menyegel beras sebanyak 1.160 ton sebagai barang bukti. Besok paginya, harga saham Tiga Pilar langsung sempoyongan. Dibuka di harga Rp 1.605 per lembar pada perdagangan Jumat pagi, saham AISA ditutup di Rp 1.205.

Saat penggerebekan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman hadir di sana. "Mereka meraup untung tidak wajar," kata Amran. Caranya: menjual beras IR64 yang biasanya seharga Rp 9-10 ribu menjadi Rp 23-26 ribu per kilogram, yang dikemas dengan merek Cap Ayam Jago. Disparitas harga di tingkat petani dan konsumen, menurut Amran, mencapai 300 persen.

Dalam rapat kerja dengan Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin pekan lalu, Amran merevisi perkara mengoplos beras itu. "Yang kami maksud subsidi itu adalah subsidi input, juga subsidi benih yang nantinya dihasilkan menjadi gabah," ujarnya. Amran mempermasalahkan kenapa Indo Beras menjual beras jenis IR64 dan turunannya yang mendapat subsidi pupuk dan benih itu dengan harga tinggi.

Belakangan, anak usaha Tiga Pilar itu juga dituding memperluas usaha dengan cara curang. Caranya: membeli gabah di atas harga acuan pemerintah, dari Rp 3.700 menjadi Rp 4.900 per kilogram. Strategi ini membuat harga gabah di tingkat petani terkerek naik. Akibatnya, perusahaan penggilingan kecil banyak yang mati karena tidak mampu bersaing. Polisi menjerat Indo Beras dengan Pasal 383 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 141 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Pasal 382 bis KUHP tentang Perbuatan Curang.

Tingginya harga gabah di pasar juga membuat Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) kesulitan memenuhi pasokan. Wakil Ketua Komisi Pertanian dari Fraksi Demokrat, Herman Khaeron, mengatakan harga gabah kering panen saat ini rata-rata Rp 4.000-4.900 per kilogram. Menurut dia, harga gabah di tingkat petani sedang bagus karena panen saat musim panas. "Gabah kering panen yang petani jual sekarang sama harganya dengan gabah kering giling," ujar Herman saat dihubungi pada Kamis pekan lalu.

Berdasarkan Instruksi Presiden tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, Bulog hanya bisa membeli gabah kering panen dengan harga maksimal Rp 3.700 per kilogram. Adapun harga pembelian beras maksimal Rp 7.300 per kilogram. "Bulog dipaksa membeli sesuai dengan harga acuan," kata Herman. "Padahal harganya sudah tidak relevan."

Akibatnya, Bulog sukar memperoleh pasokan. Menurut Herman, mampetnya suplai ke Bulog terjadi dalam dua bulan belakangan. Stok Bulog diperlukan--selain buat beras untuk rakyat prasejahtera (rastra)--buat operasi pasar ketika harga beras melonjak. Bila Bulog tidak kunjung mendapat pasokan tambahan, pilihan terakhirnya adalah mengimpor beras. Padahal, kepada sejumlah media, Amran berkali-kali mengatakan tidak akan mengimpor beras pada tahun ini.

Agar Bulog bisa membeli gabah kering sesuai dengan harga acuan, Kementerian Pertanian membentuk Akselerasi Serapan Gabah (Sergab) bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia. Mengacu pada data yang dirilis Kementerian Pertanian, sepanjang Januari-Maret 2017, Sergab sudah menyerap 754.330 ton gabah atau setara dengan 377.165 ton beras. Gabah-gabah petani itu, kata Herman, dibeli dengan harga acuan pembelian pemerintah.

Masalahnya, menurut Herman, tidak ada aturan yang mewajibkan petani menjual gabah dan beras sesuai dengan harga acuan pemerintah, meskipun petani mendapat subsidi berupa pupuk, benih, dan alat pertanian dari pemerintah. Harga acuan, kata Herman, dipakai sebagai instrumen intervensi bila harga di pasar sedang jatuh untuk melindungi petani.

Amran menampik kabar bahwa Bulog kekurangan stok. Di depan Tempo yang menemuinya pada Selasa pekan lalu, Amran menelepon Direktur Pengadaan Bulog Tri Wahyudi Saleh, menanyakan stok Bulog. Amran mempersilakan dua wartawan Tempo berbicara langsung dengan Tri melalui telepon selulernya. Menurut Tri, stok Bulog saat itu--lima hari setelah penggerebekan Indo Beras--sudah 1,7 juta ton, cukup untuk delapan bulan ke depan.

Untuk memenuhi pasokan, Kementerian Pertanian sempat mengumpulkan para penggiling dan pabrikan beras di Bandung, awal tahun ini. Semuanya, termasuk Tiga Pilar, diminta membantu memasok beras buat Bulog. "Tapi tidak ada komitmen angka," ujar Direktur Independen Tiga Pilar Sejahtera Jo Tjong Seng, yang biasa dipanggil Asen.

Akibat ada mesin yang rewel, suplai Tiga Pilar buat Bulog tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Produksi beras Tiga Pilar juga ikut turun. Menteri Pertanian periode 2004-2009, Anton Apriantono, yang kini menjadi Komisaris Utama Tiga Pilar, membenarkan ada permintaan pasokan beras buat Bulog. "Tapi, kalau harus sekian banyak, ya enggak mungkin" kata Anton.

Asen mengatakan Tiga Pilar sempat membuat komitmen memasok beras untuk Bulog pada 2015. Saat itu, Amran mengumpulkan 2.000 penggiling gabah dan pabrikan beras di kantornya, di Ragunan, Jakarta Selatan. Produsen permen Gulas dan snack Taro itu berkomitmen memasok 20 ribu ton beras untuk Bulog selama empat bulan. Pasokan itu berasal dari tiga pabrik di Bekasi, Karawang, dan Sragen.

l l l

SATU pekan seusai libur Lebaran, Satgas Pangan, yang terdiri atas Kepolisian, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertanian, menggelar rapat di kantor markas Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta. Seorang anggota Satgas Pangan yang tahu isi rapat itu mengatakan Amran memaparkan data yang mengerucut pada tudingan mengenai kecurangan Indo Beras dan induk usahanya yang mematikan perusahaan penggilingan kecil. Operasi bisnis Indo Beras dituding mengerek harga gabah dan beras di tingkat petani dan penggilingan. "Menteri Pertanian memberikan data-data," ujar pejabat tersebut.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Agung Setya membenarkan kabar bahwa Amran memasok data mengenai Tiga Pilar seusai libur Lebaran. "Kami meminta penjelasannya karena kapasitas Kementerian Pertanian saat itu sebagai ahli," kata Agung di ruang kerjanya, Rabu pekan lalu. Rapat itu, menurut Agung, sekaligus mengevaluasi kerja Satgas menghadapi gejolak harga pangan dan bahan kebutuhan pokok selama Lebaran.

Agung membantah kabar bahwa Badan Reserse Kriminal baru bergerak setelah ada dorongan dari Kementerian Pertanian. Menurut dia, polisi sudah lama menyelidiki laporan kecurangan operasi bisnis Indo Beras dan induknya. Laporan itu, kata Agung, berasal dari perusahaan-perusahaan penggilingan gabah dan pedagang beras skala kecil di Karawang, Jawa Barat. Kendati berdiri di Bekasi, operasi Indo Beras merembet ke Karawang, kabupaten tetangga, yang merupakan salah satu sentra penghasil padi di Jawa Barat. "Banyak penggilingan padi gulung tikar. Pedagang kecil enggak bisa bersaing karena ulah mereka," ujar Agung.

Kepolisian, kata Agung, menjerat Indo Beras dengan Pasal 382 bis KUHP karena memperluas kegiatan usaha dengan cara curang dan merugikan orang serta konkuren lain. "Itu persangkaan kami," ujarnya. Kepolisian juga menjerat Indo Beras dengan pasal pembohongan kepada konsumen karena memuat informasi palsu pada kemasan. Tudingan soal pengoplosan beras subsidi yang disebut-sebut sebelumnya gugur di tengah jalan.

Beberapa hari sebelum penggerebekan, Agung Setya sempat bertemu dengan perwakilan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), yang juga Ketua Asosiasi Pedagang Beras Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Nellys Soekidi, di kantor Badan Reserse Kriminal. "Mereka berkoordinasi menyiapkan penggerebekan," kata pejabat perusahaan pangan milik negara. Nellys adalah salah satu pedagang beras besar di Pasar Induk Beras Cipinang. Dia juga memiliki penggilingan gabah di Ngawi, Jawa Timur.

Agung mengakui sudah beberapa kali melakukan rapat dengan Nellys dan Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso. Menurut Agung, tudingan kecurangan operasi bisnis Indo Beras antara lain berasal dari Perpadi. "Sejak tahun lalu, kami melakukan rapat terus dengan Asosiasi," kata Agung. Bukan hanya kepolisian, Amran Sulaiman juga mendapat informasi tersebut dari asosiasi itu. "Indo Beras membeli gabah dan beras lebih tinggi. Kelihatan petani untung, tapi membunuh kiri-kanan," tutur Amran.

Nellys membantah info bahwa laporan kecurangan bisnis Indo Beras berasal dari Perpadi. "Perpadi tidak pernah melaporkan bisnis orang lain," ujarnya. Ia membenarkan, Badan Reserse Kriminal mengundang Perpadi dan pelaku usaha lain setelah Lebaran. Namun pertemuan itu hanya membahas harga eceran tertinggi beras yang akan direvisi. "Sekaligus mengucapkan apresiasi karena tidak ada gejolak harga saat Lebaran kemarin."

Billy Haryanto, rekan Nellys di PIBC, mengatakan sudah lama Tiga Pilar menjadi musuh bersama perusahaan penggilingan dan pedagang beras kecil. "Mereka membeli gabah dan beras jauh lebih mahal. Mau tidak mau, kami mengikuti harga mereka kalau mau mendapat gabah," ujar Billy di Gelanggang Olahraga Rawamangun, Selasa pekan lalu.

Billy mengatakan dia salah satu "korban" Tiga Pilar. Ia sudah kadung membuat pabrik penggilingan gabah di Sragen, Jawa Tengah, sekitar 500 meter dari PT Sukses Abadi Karya Inti, anak usaha Tiga Pilar. "Tidak bisa jalan," kata Billy. "Akan saya jadikan lapangan badminton saja, cukup untuk enam lapangan."

Selain punya Indo Beras dan Sukses Abadi, Tiga Pilar memiliki satu pabrik beras lagi di Karawang, yaitu PT Jatisari Srirejeki. Kapasitas produksi ketiganya mencapai 480 ribu ton per tahun dari total produksi beras nasional sekitar 42 juta ton per tahun.

Wakil Ketua Komisi Pertanian DPR Herman Khaeron menyebutkan matinya perusahaan oleh pabrik besar itu karena tidak adanya pembatasan untuk melindungi perusahaan kecil. Herman berpendapat, dalam tata niaga beras, kalau memang swasta tidak boleh besar dan menguasai pasar, pemerintah harus segera membatasi kapasitas produksinya. Dalam kasus penggerebekan ini, kata Herman, Satgas Pangan langsung bergerak sebelum ada peraturan baru tentang pembatasan swasta.

Lima hari setelah Satgas Pangan menggerebek pabrik Indo Beras di Bekasi, para penggiling gabah berkumpul di pendapa Kabupaten Sragen. Menurut Billy, mereka mengadakan syukuran. "Besok saya mau menyusul ke sana," ujar Billy, Selasa malam pekan lalu. "Kawan-kawan di Sragen bersemangat lagi untuk menggiling."

Khairul Anam, Ayu Prima Sandi, Agus Supriyanto, Anton Aprianto, Hisyam Luthfiana (Bekasi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus