Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden Joko Widodo kembali menciptakan rantai komando baru penanganan Coronavirus Diseases 19 (Covid-19).
Setelah mengganti Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kini Presiden Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Ketua Badan Nasional Penanggulangan Benca
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo menilai struktur ad hoc dalam penanganan bencana kurang efektif karena tidak adanya kewenangan penuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Presiden Joko Widodo kembali menciptakan rantai komando baru penanganan Coronavirus Disease 19 (Covid-19). Setelah mengganti Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kini dia menunjuk Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo secara khusus untuk menangani sembilan daerah yang kritis Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan perhatian khusus ini diperlukan agar penanggulangan wabah segera terkendali. Daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, dan Bali.
Sembilan daerah tersebut berkontribusi terhadap 75 persen dari total kasus Covid-19 atau 68 persen dari kasus aktif. Dari 3.963 penambahan kasus kemarin, DKI Jakarta menjadi penyumbang terbanyak dengan 1.294 pasien. Disusul Jawa Timur dengan 372 kasus, Jawa Tengah dengan 340 kasus, dan Jawa Barat dengan 293 kasus. "Kalau kontributor kasus ditangani lebih cepat, otomatis secara nasional turunnya cepat," kata Wiku kepada Tempo, kemarin.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu mengatakan ada kemungkinan daerah yang menjadi prioritas khusus penanganan Covid-19 akan berubah sesuai dengan dinamika. Yang pasti, kata dia, satuan tugas menargetkan daerah prioritas harus menunjukkan perbaikan dalam dua pekan. "Harus ada komando agar terjadi penurunan kasus. Misalnya, promosi kesehatan yang masif, penegakan kedisiplinan masyarakat, testing tinggi, dan peningkatan kesembuhan dengan pendeteksian lebih dini," ujar dia.
Meski dikomandoi Luhut, Wiku memastikan sembilan daerah itu akan tetap berada dalam pantauan satuan tugas. Sebab, posisi Luhut sebagai Wakil Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, sedangkan Doni berstatus Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19. "Untuk tim tidak ada bedanya. Hanya ada tugas supaya Covid-19 cepat selesai," katanya.
Penunjukan Luhut dan Doni sebagai komandan penanganan Covid-19 di sembilan provinsi diumumkan pada Senin lalu. Ada tiga target yang mesti mereka penuhi dalam dua pekan, yakni penurunan jumlah kasus harian, peningkatan angka kesembuhan, dan penurunan angka kematian.
Sebelum memberikan instruksi kepada Luhut, Presiden Jokowi bolak-balik membentuk tim ad hoc untuk penanganan Covid-19. Dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, hingga tim pengembangan vaksin. Bertambahnya penugasan temporer dalam penanganan Covid-19 di sembilan provinsi ini pun mendapat kritik dari sejumlah pakar kesehatan dan akademikus.
Seorang narasumber yang bergerak di bidang kesehatan mengatakan pembentukan tim-tim ad hoc menunjukkan bahwa Presiden tidak percaya pada birokrasi. Terbentuknya berbagai tim sementara, kata sumber ini, akan berdampak pada tidak jelasnya arah kebijakan pemerintah. “Karena banyak komandan, jadi semua merasa berhak memerintah,” katanya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Eko Prasojo, menilai struktur ad hoc dalam penanganan bencana kurang efektif karena tidak adanya kewenangan penuh. Keputusan satuan tugas, misalnya, tidak bisa dilaksanakan sendiri dan tetap akan dikembalikan ke kementerian atau lembaga masing-masing yang memiliki anggaran. "Para pejabat tidak dengan mudah melaksanakan anggaran di kementerian atau lembaga atas keputusan satgas," kata Eko.
Menurut Eko, tim ad hoc hanya berfungsi untuk koordinasi. Dalam masa pandemi seperti ini, semestinya pemerintah memanfaatkan saja lembaga yang sudah ada, seperti Kantor Staf Presiden. Jika ingin lebih mudah dan efektif, dia melanjutkan, pemerintah bisa memperkuat program dan anggaran pada masing-masing kementerian serta lembaga sesuai dengan indikator kinerja yang akan dicapai.
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyarankan agar Jokowi langsung berkomunikasi dengan kepala daerah masing-masing provinsi daripada membentuk tim lagi. Jokowi, menurut Pandu, juga bisa melakukan monitoring dan evaluasi yang teratur agar tujuan bisa tercapai. Pandu menilai cara tersebut merupakan prinsip manajemen pemerintahan yang sangkil. “Tidak perlu komite dalam merespons pandemi," kata dia. "Tidak efektif.”
ROBBY IRFANI | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo