Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tata Nanik Susanti menyimpan segumpal kenangan akan tamu-tamu kakeknya yang baik hati. Suatu hari pada 1940, sang kakek, Tan Khoen Swie, kedatangan seorang tamu istimewa dari Solo, Jawa Tengah. "Kalau besar nanti, jangan jadi pengarang seperti saya," kata tamu itu. "Mau beli sandal jepit saja tidak mampu," sang tamu menambahkan seraya berseloroh.
Kata-kata R. Tanojo-demikian tamu istimewa- itu-masih terngiang di telinga Susanti hingga kini. R. Tanojo adalah pujangga cukup masyhur pada zamannya. Di antara buah karyanya yang terke-nal adalah Suluk Wali Sanga dan Serat Nitimani. Yang disebut terakhir merupakan buku yang banyak mengulas rahasia hubungan suami-istri, termasuk membahas lika-liku bersenggama.
Menurut Susanti, kini 67 tahun, di antara tamu-tamu kakeknya sebagian besar para pujangga, Tanojo yang paling kerap bertandang. Malah-an dia pula yang paling sering menginap. "Biasa-nya dia menginap berhari-hari hingga berminggu-minggu," nenek tujuh cucu itu mengenang kejadian le-bih dari setengah abad lalu.
Selain R. Tanojo, banyak pujangga besar lainnya yang kerap menginap di rumah Tan Khoen Swie. Ki Padmosusastro, misalnya, tokoh pengarang ke-raton dan seorang wartawan. Ia pernah bekerja di koran Bromartani. Di koran berbahasa Jawa itu ia menjadi redaktur, dan Ngabehi Ronggowarsito pemimpin redaksinya. Karya-karya Ki Padmo yang terkenal, antara lain, novel Rangsang Tuban, Prabasangka, dan Kabarangin.
Memang, selain sebagai penerbit dan toko buku, kediaman Tan Khoen Swie di Kediri, Jawa Timur, kerap menjadi tempat berkiprah para pujangga. Mereka bisa tinggal berbulan-bulan di rumah yang kini telah menua itu. "Mereka menulis atau mau menerbitkan bukunya," Susanti menjelaskan.
Rumah Tan Khoen Swie di kawasan Jalan Dhoho itu berlantai tiga. Kini bangunan itu tampak tua dan kusam. Susanti dan suaminya menempati lantai dasar. Ia berjualan aneka makanan, seperti abon, kerupuk, dendeng, di bekas toko buku milik kakeknya. Menurut Susanti, biasanya para pujangga menginap di tiga buah kamar yang berada di lantai dua.
Di depan kamar-kamar itu terdapat lorong yang tepinya berjendela menghadap ke Gunung Klotok. Meski sampai sekarang jendela itu masih berfungsi, pandangan dari sana terhalang bangunan baru yang tingginya melebihi bangunan asli rumah Tan Khoen Swie. Kini dua dari tiga kamar di lantai dua itu dihuni anak Susanti, Jojo Soetjajo Gani, bersama istri dan anak-anaknya.
Sementara itu, di lantai tiga rumah itu terdapat bangunan menyerupai kelenteng. Luasnya 20 x 20 meter. Berornamen Tionghoa dan menghadap ke timur, sehingga pemandangan Gunung Kelud bisa dinikmati dengan jelas. Menurut Susanti, bangun-an itu dulunya kerap dipakai kongko-kongko para pujangga menikmati pemandangan seraya melepas penat setelah mengarang.
Yang jelas, sepanjang menginap para pujangga itu begitu akrab dan hangat dengan keluarga Tan Khoen Swie. Sang kakek juga benar-benar memperlakukan para pujangga itu sebagai tamu agung. Meski berbeda etnis dengan kakeknya, mereka se-perti tak berjarak. "Keakraban itulah yang membuat kakek saya kerap mengundang mereka," kata Susanti.
Yuriah Tanzil, 55 tahun, senada dengan Susanti. Menurut ahli waris Tan Khoen Swie itu, hubungan baiklah yang melatari para penulis itu menginap dan berkiprah di sana. Ditambah lagi, Tan Khoen Swie waktu itu hidupnya memang sudah makmur sehingga bisa membantu teman-temannya untuk menulis dan menerbitkannya dalam bentuk buku.
Toh, baik Susanti maupun Yuriah tak mengetahui persis bentuk penghargaan yang diberikan Tan Khoen Swie kepada para pujangga itu. Tapi, menurut para sesepuh yang mengenal Tan Khoen Swie, biasanya para pujangga itu berhak mendapatkan sekitar 300 buku yang telah dicetak. "Saya tidak tahu, selain buku, mereka juga mendapatkan uang," kata Susanti.
Nurdin Kalim, Dwidjo U. Maksum (Kediri)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo