JENDERAL Wiranto salah kamar. "Kecelakaan" itu terjadi Jumat malam, 22 Oktober lalu, saat sang Jenderal akan menghadiri rapat penting penggodokan draf Kabinet Persatuan Nasional. Menurut rencana, kata Wakil Sekjen Partai Amanat Nasional Al Hilal Hamdi, pertemuan akan berlangsung di kamar 3609 Hotel Mulia. Di sana, Ketua MPR Amien Rais, Ketua DPR Akbar Tandjung, dan Hilal telah menunggu.
Lama ditunggu, Wiranto tak muncul juga. Usut punya usut, rupanya sopir membawa sang mantan panglima TNI "nyasar" ke Hotel Crowne Plaza. Wiranto, yang sedang ngantuk berat, langsung menuju kamar 609, yang dikira kamar Amien. Sang Jenderal baru sadar setelah Akbar meneleponnya.
Alhasil, "dapur kabinet" itu berhasil mengegolkan susunan final Kabinet Persatuan Nasional. Wiranto sudah dipatok Gus Dur di pos Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam), seperti diumumkan Selasa pekan lalu di Istana Negara.
Jabatan Menkopolkam seperti jadi "jatah" TNI sejak dulu. Tapi banyak orang bertanya: adakah penempatan sejumlah jenderal di departemen juga "salah kamar"? Di lis kabinet memang ada dua jenderal bintang tiga—pangkat yang biasanya siap dipromosikan ke kursi Panglima TNI. Mereka adalah Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, yang duduk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, serta Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen Agum Gumelar, yang ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan. Keduanya ramai disebut segera memegang jabatan pucuk di Cilangkap. Agum, kabarnya, kandidat kuat Panglima TNI sepeninggal Wiranto. Sedangkan SBY—begitu nama Yudhoyono biasa disingkat—hampir dipastikan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang baru, menggantikan Jenderal Subagyo H.S.
Dari segi usia, keduanya masih tergolong "muda" untuk terus berkarir di TNI. Desember nanti, Letjen Agum baru berusia 54 tahun. Begitu pula halnya dengan Bambang. Jenderal berbintang tiga kelahiran Pacitan, Jawa Timur, itu September kemarin bahkan baru berusia 50 tahun—masih lima tahun dari usia pensiun normal. Dan selama ini ia kondang sebagai tokoh pemikir kalangan baju hijau dan dikenal luas di dunia internasional.
Alkisah, menurut Al Hilal, garis nasib kedua mereka ditentukan pada rapat penggodokan kabinet bersama Presiden Gus Dur, Ahad, 24 Oktober silam, di Wisma Negara. Hadir saat itu Jenderal Wiranto, Amien Rais, Alwi Shihab dari PKB, dan Tosari Widjaja dari PPP. Pada malam itulah Wiranto melaporkan perkembangan yang terjadi di Cilangkap. Sepeninggal Wiranto, Panglima TNI diputuskan dialihkan ke Wakil Panglima TNI Laksamana Widodo A.S. Agum, yang semula menjadi calon kuat di posisi itu, diusulkan masuk kabinet sebagai Menteri Tenaga Kerja. Belakangan, Agum dirokade ke pos Menteri Perhubungan. Soalnya, menurut dua petinggi Golkar, ada kekhawatiran latar belakang "jenderal bola" yang masih memimpin PSSI itu bakal kurang disukai lembaga buruh internasional semacam ILO.
Lalu ke mana "gerbong kereta" TNI akan bergerak? Menurut kabar terbaru, posisi KSAD akan diserahterimakan ke Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) Letjen Tyasno Sudarto. Tapi ada yang tersodok. Jabatan untuk Tyasno ini semula diplot untuk SBY. Karena itulah SBY lalu diusulkan Wiranto menempati Menteri Pertambangan dan Energi.
Dengan duduk di kabinet, Agum dan Bambang bisa dipastikan tak akan mendapat tambahan satu bintang di pundak mereka. Bukan cuma itu. Keduanya juga mesti melepas seragam militernya. Sesuai dengan ketentuan TNI, anggota militer yang masuk kabinet mesti mengambil pensiun dini. Dan itu berarti karir militer mereka langsung tamat.
Seorang analis melihat bahwa posisi di kabinet untuk dua letnan jenderal itu tak lebih dari strategi untuk memasukkan kedua perwira tinggi itu ke dalam kotak. Seorang menteri yang terlibat dalam penyusunan kabinet mengungkapkan soal kompetisi antara Wiranto dan dua jenderal itu. Wiranto, kabarnya, bersedia melepas tongkat komandonya jika Bambang dan Agum juga "disipilkan".
Asisten Perencanaan Umum Panglima TNI, Mayjen Agus Wirahadikusumah, melihat teori "masuk kotak" itu boleh jadi betul, walaupun, "Tidak benar seratus persen." Ia menunjuk kasus masuknya nama Laksamana Muda Freddy Numberi sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Padahal, mantan Gubernur Irianjaya itu dianggap tak sebarisan dengan Wiranto. Cuma, menurut seorang petinggi Lemhannas, Freddy dipilih lebih karena alasan perimbangan kedaerahan ketimbang faktor "paket Wiranto". Hal yang sama terjadi pada golnya Letjen (Purn.) Surjadi Soedirja sebagai Menteri Dalam Negeri. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu masuk melalui saku Gus Dur, dan tak goyah ketika Wiranto menyodorkan nama Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Ryaas Rasyid, yang akhirnya menjabat Menteri Otonomi Daerah.
Bagaimana cerita dari sisi dua letjen tadi? Jenderal Bambang semula menampik posisi itu. Ia baru mengangguk setelah ditegaskan melalui jalur komando. "Setahu saya, dia tidak begitu bahagia menjadi menteri. Kabarnya, ia sempat menolak," kata pengamat militer Salim Said. Yusuf Faishal, orang dekat Gus Dur yang diplot sebagai Sekretaris Dewan Ekonomi Nasional, mengaku mendengar keberatan SBY itu.
Bambang sendiri terang-terangan mengaku kurang menguasai seluk-beluk pos barunya itu. Ia juga mengatakan tak tahu persis latar belakang pengangkatannya. Toh, kepada TEMPO, ia tegas-tegas menyatakan kesiapannya. "Sebagai prajurit, tidak tepat jika memilih-milih jabatan. Tapi, sebagai manusia, tentunya wajar jika saya masih ingin melanjutkan pengabdian di lingkungan TNI," katanya mencoba menyembunyikan kekecewaannya.
Jenderal Agum pun tak urung terkaget-kaget. Tapi ia menyangkal adanya skenario untuk membarikade karir militernya. Lalu kenapa dia ditempatkan di pos yang sama sekali asing baginya? "Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang," kata pembina grup lawak Srimulat itu, sambil tersenyum kepada Dyah Prabandari dari TEMPO.
Sayang, konfirmasi dari Jenderal Wiranto tak dapat diperoleh. Adapun Amien tak bersedia menjawab. "Saya tidak ikut pertemuan itu. Dan saya yakin, TEMPO sudah tahu jawabannya," katanya diplomatis. Presiden Wahid sendiri tegas menampik berbagai nada sumbang itu. "Saya hanya menampung orang-orang TNI yang terlalu berpikiran politis di bidang politik. Begitu saja. Yang berpikiran militer, ya, di bidang militer," kata sang Panglima Tertinggi TNI saat bertemu pimpinan media massa, Kamis pekan lalu.
Kejutan lain datang dari pengangkatan Laksamana Widodo A.S. sebagai panglima. Kini, untuk pertama kalinya dalam sejarah TNI, posisi puncak itu ditempati kalangan non-Angkatan Darat. Fenomena ini amat menarik karena jumlah personel TNI AD mencapai 220 ribu, sebelas kali lipat dari personel AL, yang cuma beranggotakan 20 ribu. Di mata Jenderal Wirahadikusumah, naiknya Widodo berdampak positif. Momentum ini akan membuat gerak gerbong TNI lebih variatif dan tak lagi didominasi baju hijau. Cuma, lelaki kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, 55 tahun lalu itu sebenarnya sudah memasuki masa pensiun sejak Agustus lalu. Artinya, jika tak diperpanjang, ia tak akan bertahan lama di pucuk komando.
Kalau lokomotif bergeser, semua gerbong akan mengikutinya (lihat infografik). Jenderal Wirahadikusumah menyodorkan beberapa proyeksi. Menurut dia, mata rantai komando TNI akan segera diisi para bintang dari angkatan 1970-1973. Menurut seorang petinggi Cilangkap, jika posisi wakil panglima dipertahankan, jabatan yang baru saja ditinggalkan Widodo itu akan ditempati oleh Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Sugiono.
Tongkat komando Angkatan Darat juga akan segera diserahterimakan dari Jenderal Subagyo H.S. ke Kepala Bais, Letjen Tyasno Sudarto. Seorang petinggi di Cilangkap membenarkan skenario itu. Tapi, saat dikonfirmasi, Tyasno mengaku belum diberi tahu. "Saya tahunya malah dari koran," katanya kepada Arief Kuswardono dari TEMPO, sambil tergelak.
Tapi, menurut Wirahadikusumah, untuk sementara jabatan Kepala Bais masih akan dirangkap Tyasno. Ini sehubungan dengan tengah digodoknya rencana peleburan jabatan Kepala Bakin dan Kepala Bais. "Jabatan intelijen seharusnya ditangani jadi satu supaya tidak ngawur," katanya. Rupanya, menurut seorang jenderal, hal itu disebabkan sepak terjang seorang kepala badan intelijen yang dinilai telah menyalahgunakan kewenangannya untuk mendukung operasi suatu tim sukses presiden.
Letjen Luhut Panjaitan, kini Dubes RI di Singapura, juga dinominasikan sebagai Kepala Bais. Sementara itu, Letjen (Purn.) Z.A. Maulani akan menyerahkan jabatannya sebagai Kepala Bakin kepada Irjen Dephankam Letjen Farid Zainuddin.
Kursi Gubernur Lemhannas, yang lowong ditinggalkan Agum, akan segera diisi oleh Komandan Sesko TNI Letjen Agus Widjojo. Kaster baru adalah Letjen Jhonny Lumintang, Wakil KSAD. Info lain mengatakan posisi ini akan diduduki Kapuspen Mayjen Sudrajat. Jabatan Kasum juga akan bergeser ke Asisten Operasi Kasum TNI Mayjen Endriartono Sutarto atau Mayjen Wirahadikusumah. "Buat saya pribadi, mau ditaruh di mana saja, terserah. Yang penting, bisa mengabdi," kata Wirahadikusumah.
Yang juga penting, ia tentara yang bisa diajak "bicara".
Karaniya Dharmasaputra, Hani Pudjiarti, Edy Budiyarso, Darmawan Sepriyossa, Ali Nuryasin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini