Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rustriningsih: Lompatan Demonstran Mungil

18 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia cuma pengusaha katering dan agen koran. Kini, Rustriningsih jadi bupati wanita yang menonjol.

Suatu hari pada 1996, seorang gadis bertubuh kecil memimpin demonstrasi Partai Demokrasi Indonesia di alun-alun kota Kebumen, Jawa Tengah. Ratusan pendemo yang dijaga ketat aparat memprotes campur tangan pemerintahan Soeharto ke dalam tubuh partai. Gadis itu adalah Wakil Sekretaris PDI Cabang Kebumen, yang menyempal mendukung Megawati, ketua umum yang tidak direstui pemerintah. Dialah Rustriningsih. ”Saya seumur-umur belum pernah demonstrasi, apalagi harus di depan,” katanya, mengenang. Dengan tinggi 160 sentimeter, saat itu beratnya cuma 39 kilogram, dan tak bisa berteriak lantang. ”Keadaan memaksa saya jadi berani,” kata Rustri yang kini berbobot 45 kilogram.

Saat itu orang belum terlalu mengenal namanya sampai kemudian terjadi kerusuhan di Kebumen, 11 September 1998. Gonjang-ganjing politik sejak lengsernya Soeharto menyulut huru-hara di kota kecil di pesisir selatan Jawa itu. Ratusan orang mengamuk, toko-toko dan rumah milik warga keturunan dibakar.

Kerusuhan lalu melebar ke Gombong, beberapa kilometer di selatan Kebumen. Rustri yang membaca gelagat ini menyuruh massa PDI Perjuangan memasang atribut dan bendera partai di seluruh Gombong, kota asalnya. ”Saya bilang ke mereka, siapa yang merusak Gombong bakal berhadapan dengan saya dan kawan-kawan.”

Bersama pendukungnya, Rustri hampir bentrok dengan kelompok perusuh. ”Mereka ngotot akan membakar rumah milik warga keturunan, tapi kami tidak mau menyerah,” katanya. Ia mencoba mengulur waktu dengan bernegosiasi dan tercapailah kesepakatan. ”Mereka boleh membakar rumah, tetapi hanya satu. Tidak boleh yang lainnya,” ujarnya. Gombong pun lolos dari kerusuhan.

Pada 1999, Rustriningsih akhirnya terpilih menjadi anggota DPR RI. Setahun kemudian, ia melompat jadi Bupati Kebumen. Perempuan 39 tahun ini meraih penghargaan sebagai wanita berprestasi dalam pemerintahan lokal dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) untuk Asia Pasifik di tahun 2000. Ia juga menjadi wanita lajang termuda yang menjabat bupati. Rustri yang baru dua tahun lalu menikah, kini memasuki periode kedua jabatannya. Tahun lalu, ia menang mutlak dalam pemilihan langsung di daerah penghasil sarang burung walet tersebut.

Darah politik mengalir dalam tubuh ibu satu anak itu dari Sukamto, sang ayah, yang menjadi pengurus Partai Nasional Indonesia. Anak kedelapan dari 10 bersaudara ini adalah kawan setia sang ayah. Mereka berdua sering mengobrol soal politik di meja makan. Semua pengalaman politik sang bapak diserap oleh wanita yang diperistri seorang pengusaha ini.

Ketika kuliah di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Rustri tak banyak terlibat kegiatan mahasiswa. Setelah gagal menjadi dosen di kampusnya, ia membuka usaha katering di Kebumen. Setelah usahanya lumayan berkembang, Rustri membuka jasa agen koran. Lapak koran dibuka di muka rumahnya. Lapak inilah kantor perjuangannya. Ia mendapat informasi tentang Mega dan PDI dari berbagai koran yang diageninya. Para pendukung Mega pun tersedot ke lapaknya.

Sebagai bupati, Rustriningsih tidak mau mengobral janji untuk membangun daerahnya secara fisik. Meski begitu, Rustri berhasil mendongkrak pendapat asli daerah. Awal ia menjabat bupati, pendapatan asli daerah Kebumen cuma Rp 5,6 miliar. Kini kabupaten itu membukukan pendapatan asli Rp 38 miliar. ”Sebetulnya ini bukan sesuatu yang membanggakan. Soalnya, peningkatan itu berpotensi membebani masyarakat, terutama lewat pajak dan retribusi,” ujarnya.

Ia mencoba pendekatan lain dalam mengukur keberhasilan. ”Ukurannya, bila masyarakat mendapat pelayanan lebih baik dan semakin baik.” Sang Bupati kemudian membangun televisi lokal, Ratih TV, selain jaringan internet untuk pelayanan online. Setiap pagi, wajahnya muncul di TV lokal untuk menerima dan menjawab pengaduan masyarakat. Saran dan kritik masyarakat juga dibuka lewat pesan pendek (SMS). Saking banyaknya pesan, ia malah kesulitan menjawabnya. ”Saya sedang memikirkan cara bisa menjawab setiap pesan masuk,” kata Rustri.

Satu hal yang terus didorongnya adalah transparansi. Menurut pemegang gelar master dari Universitas Gadjah Mada ini, semua kegiatan pemerintah daerah harus bisa dicek oleh warga, termasuk neraca keuangannya. ”Neraca daerah selalu kami umumkan di media massa,” katanya. Hasilnya, Kebumen termasuk dalam 14 kabupaten yang dinilai sebagai daerah yang memiliki kemauan kuat membangun demokratisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus