Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Saat Arsitek Strategi Turun Tangan

Perseteruan antara Sarekat Islam Putih dan Merah diselesaikan dengan kebijakan disiplin partai. Pimpinan yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia mundur.

14 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sarekat Islam terbelah dua. Faksi yang berhadapan, yakni SI Yogyakarta yang berhaluan Islam dan SI Semarang yang berpaham komunisme, terus beradu kekuatan. Pimpinan pun berinisiatif menggelar pertemuan pengurus SI pada 17 Januari 1921 di Yogyakarta.

Beberapa pejabat organisasi yang hadir adalah perwakilan kedua kubu. Perwakilan Yogyakarta yang tampak antara lain Soerjopranoto (Wakil Ketua SI), Agus Salim (Sekretaris SI), dan Marco (Wakil Sekretaris SI). Tokoh SI Semarang antara lain Semaoen (komisaris SI), Darsono (propagandis SI), dan Piet Bergsma.

Dalam pertemuan diputuskan untuk mengakhiri pertikaian dan mengadakan kongres lanjutan pada Maret 1921 di Yogyakarta dan Oktober 1921 di Surabaya. Dari kedua kongres ini, Agus Salim menyampaikan butir-butir perjuangan, yakni asas organisasi, bentuk, dan sifat serta disiplin partai. "Perubahan itu bukanlah berubahnya sesuatu seperti dalam kodok menjadi ular. Hanya mempertegas yang selama ini belum tegas," kata Salim, yang kerap menjadi bintang dalam kongres, seperti dikutip Kustiniyati Mochtar dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim.

l l l

Semaoen, pemuda berusia 18 tahun, tampil mencolok di antara pemuda sebayanya. Dalam usia yang masih belia, dia telah berhasil mengambil alih pimpinan SI Semarang pada 1917. Dia sukses menggerakkan pemogokan, dan menjadikan SI Semarang organisasi paling radikal. Semaoen, murid Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet yang paling berbakat, sukses berkarier sebagai propagandis yang belajar Marxisme sekaligus cara mengorganisasi buruh dan pemogokan. Sneevliet adalah warga Belanda yang memasukkan ideologi Marxisme ke Indonesia.

Lahir pada 1899 di Mojokerto, Jawa Timur, sebagai anak buruh kereta api, Semaoen bukan keturunan priayi. Dia dibesarkan zaman Politik Etis sehingga menikmati pendidikan Barat. Dia lulus dari "sekolah angka satu" dan bergabung dengan SI sebagai juru tulis pada 1912 di usia 13 tahun. Semaoen memimpin SI Semarang sekaligus Vereeniging voor spoor en Tramwegpersoneel (VSTP), organisasi buruh kereta api bentukan Sneevliet.

Posisi Semaoen semakin kuat ketika, dalam kongres 1918, dia ditunjuk sebagai komisaris dan Abdul Moeis sebagai propagandis SI. Penunjukan ini merupakan kemenangan besar pihak ISDV—cikal-bakal Partai Komunis Indonesia, yang didirikan oleh Sneevliet.

Tapi orientasi Semaoen yang Marxis di bawah pengaruh ISDV kerap berseberangan dengan SI yang dipimpin Tjokroaminoto dan kawan-kawan, yang berorientasi pan-Islamisme. Semaoen berkampanye menentang Indie Weerbaar dan partisipasi SI dalam Volksraad pada 1917. Kritiknya kepada SI membuat Tjokro naik pitam. Dalam kongres SI pada Oktober 1917, SI memutuskan hubungan dengan ISDV.

Kongres SI pada 1919 menjadi titik balik gerakan SI. Menurut Takashi Shiraishi dalam buku Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, keberadaan Afdeling B (divisi SI Komunis) dan pengawasan ketat terhadap SI lokal di Jawa Barat membuat para pengikut setia SI—orang-orang Arab, pedagang pribumi muslim putihan—lari ketakutan. Inilah yang meruntuhkan basis kekuasaan Tjokroaminoto. Selain itu, Tjokro kehilangan dukungan dari elite Belanda.

Runtuhnya basis dukungan itu membuat Tjokroaminoto kian tersingkir. Pada Mei 1920, persoalan bertambah: SI dibelit krisis ekonomi. Muncullah ide memurnikan SI, yang dilontarkan dalam kongres 1920 dan diterjemahkan sebagai usaha mendisiplinkan partai.

Persoalan pelik ini membuat Agus Salim, pendukung setia Tjokroaminoto, turun tangan. Salim dikenal sebagai arsitek strategi SI. Menurut Shiraishi, Salim jadi komisaris SI dan penasihat kunci Tjokroaminoto dalam kongres SI pada 1919 karena memiliki hubungan yang ekstensif dan sempurna dengan Belanda.

Sesudah kongres 1919, bersama Hasan Djajadiningrat, Salim mencoba membangun koalisi anti-PKI/SI Semarang dan membimbing SI dengan basis Islam. Langkah pertama diambil pada 1920, Tjokroaminoto dan Salim mengadakan perjanjian dengan pemimpin Muhammadiyah untuk saling bantu melawan PKI/SI Semarang.

l l l

Kongres SI pada Maret 1921 diadakan di Yogyakarta dihadiri oleh 57 SI lokal dan berakhir menurut rencana yang disusun SI. Kedua pihak menandatangani deklarasi yang dianggap mewakili dua kelompok.

Deklarasi itu di satu pihak menyatakan SI berdasarkan prinsip-prinsip Islam, tapi SI juga percaya pada kejahatan dominasi penguasa ekonomi akibat kapitalisme. Isi deklarasi juga menyebutkan rakyat di koloni harus dibebaskan dari kejahatan dan melawan kapitalisme. Jika perlu dengan seluruh tenaga dan kemampuan, terutama oleh persatuan serikat buruh dan petani. Kelompok Semarang puas terhadap deklarasi ini karena mengandung gagasan komunisme.

Sebaliknya unsur SI Yogyakarta sangat puas karena komunisme termaktub dalam bahasa Islam. Dan mereka pun dapat berbalik melawan komunis dengan mengatakan bahwa komunis tidak percaya kepada Tuhan dan agama Islam.

Seusai kongres, pemimpin SI Putih memperkuat posisi mereka. Salim membantu pemimpin Muhammadiyah memperluas jaringan organisasinya dari Karesidenan Yogyakarta. Dalam waktu singkat, Muhammadiyah memiliki divisi baru di Surabaya, Madiun, Garut, dan tempat lain.

Kongres SI dilanjutkan pada Oktober 1921 di Surabaya untuk membahas disiplin partai. Kongres didominasi oleh Salim dan Abdoel Moeis. Kelompok kiri, seperti Semaoen dan Tan Malaka, meminta perkecualian bagi PKI dalam pelaksanaan disiplin partai. Namun Salim dan Moeis mengabaikannya.

Salim memaparkan argumen dengan mengatakan cita-cita dan usaha bermula dari perserikatan rakyat untuk meminta keadilan kemudian menjadi persatuan golongan yang berusaha keras menuntut keadilan. Dalam mengajukan tuntutan itu terbawa pula elemen pendukung, asas, maksud, dan tujuan organisasi. Semua ini tak tergarap saat SI sebagai perserikatan. "SI perlu diganti menjadi partai, demi terlaksananya cita-cita yang luas dan mendalam," katanya, seperti termaktub dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim.

Dia memperkenalkan gagasan disiplin partai: bahwa keanggotaan SI dapat dirangkap dengan organisasi atau perkumpulan lain semacam Muhammadiyah atau Budi Utomo. Namun keanggotaan tak bisa dirangkap dengan keanggotaan partai lain atau pegawai pemerintah. "Bagi yang sudah telanjur, silakan memilih: melepas keanggotaan partai lain atau lepas dari SI sama sekali."

Berbagai alasan Semaoen dan Darsono ditangkis oleh Salim, yang mengatakan disiplin partai semata demi kepentingan perjuangan. Lewat pengambilan suara, usulannya mendapat suara terbanyak. Akhirnya Semaoen, Darsono, dan Muhammad Kasan mundur dari SI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus