Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Salah Arah Diversifikasi Pangan

Kebijakan diversifikasi pangan di Indonesia dianggap salah arah. Konsumen beralih ke produk impor.

19 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menunjukan Sorgum yang baru dipanen di Sipatana, Gorontalo, 16 April 2022. ANTARA/Adiwinata Solihin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tingkat konsumsi beras dilaporkan terus turun, sedangkan konsumsi gandum meningkat.

  • Ketergantungan pada bahan pangan impor bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari.

  • Produk olahan pangan lokal harganya cenderung lebih tinggi dibanding beras dan mi.

JAKARTADiversifikasi pangan pokok yang digaungkan pemerintah berbagai era untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sampai saat ini masih jauh dari harapan. Kendati peralihan konsumsi telah terjadi, produk yang menjadi pilihan konsumsi masyarakat justru komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti gandum dan olahannya.

Peralihan konsumsi itu terlihat dari menurunnya konsumsi beras secara nasional, yang menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat diperkirakan sebesar 0,62 persen per tahun. Dalam laporan yang sama, tahun lalu, lembaga tersebut juga menyatakan konsumsi gandum masyarakat Indonesia terus meningkat, dari 18,3 persen pada 2010 menjadi 27 persen pada 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pada jangka panjang, hal ini tidak menyelesaikan masalah, malah bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari," ujar Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Said Abdullah, kepada Tempo, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu masalah yang disebutkan Said adalah soal pasokan dan harga. Tahun lalu, harga gandum sempat bergejolak akibat konflik Rusia dan Ukraina. Pasalnya, dua negara ini termasuk produsen besar gandum dunia. Belakangan, kenaikan harga itu mereda seiring dengan melimpahnya pasokan di pasar global. 

Pekerja melakukan bongkar muat beras di pasar induk beras Cipinang, Jakarta, 18 September 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Di sisi lain, kondisi pangan di Indonesia kini tengah dibayangi tren kenaikan harga beras nasional yang tak kunjung berhenti. Panel harga Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras medium telah mencapai Rp 12.930 per kilogram dan harga beras premium mencapai Rp 14.560 per kilogram pada perdagangan kemarin.  

Menurut Said, semestinya diversifikasi pangan dilakukan dengan mengedepankan komoditas pangan lokal. Namun ia melihat hingga saat ini penyelenggaraan penganekaragaman pangan itu masih jauh dari serius karena berbagai program dan penganggaran pemerintah masih berfokus pada produksi padi. Belum lagi pelibatan berbagai pemangku kepentingan dan industri pengolahan pun masih terbatas. 

Said mengatakan kunci kesuksesan penganekaragaman pangan berada pada sisi ketersediaan dan pasar. Dari ketersediaan, harus ada kemauan petani untuk menanam serta pelaku pengolahan dan distributor agar pro-pangan lokal.

Sementara itu, dari sisi permintaan, perlu ada upaya mendorong perubahan konsumsi dari beras menjadi komoditas pangan alternatif lainnya oleh masyarakat, terutama aneka komoditas pangan yang diproduksi di dalam negeri. "Tapi saya melihat upaya diversifikasi ini tidak dikerjakan secara lintas disiplin, baik oleh kementerian maupun lembaga, dan dorongannya masih pada tingkat wacana."

Lebih Berfokus pada Ketahanan Pangan

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, sepakat mengenai fakta bahwa peralihan konsumsi beras sudah terjadi ke komoditas gandum. Buktinya, kata dia, Indonesia bisa mengimpor gandum hingga 12 juta ton dalam setahun. Adapun konsumsi beras mencapai 30 juta ton per tahun. "Jadi, sebenarnya kita sudah diversifikasi pangan, tapi dari beras ke gandum," ujar Yeka. "Masalahnya, apakah pergeseran itu baik atau tidak, kita harus lihat belakangan."

Peneliti dari Center of Reform on Economics Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan meningkatnya konsumsi produk gandum sebagai alternatif dalam diversifikasi pangan menunjukkan bahwa orientasi kebijakan pemerintah masih berfokus pada ketahanan pangan ketimbang swasembada pangan dengan mengoptimalkan potensi dalam negeri.

Hal ini, kata dia, terlihat dari program lumbung pangan yang masih berfokus ke komoditas strategis, seperti beras. Kalaupun umbi-umbian, seperti singkong, dikembangkan, penanamannya justru di tempat yang tidak sesuai dengan agroklimatnya sehingga berujung kegagalan. Akibatnya, kebijakan tersebut masih belum bisa mendukung kemandirian pangan. "Sehingga salah kaprah diversifikasinya."

Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Joko Widodo mencetuskan beberapa alternatif komoditas pangan yang berasal dari tanaman lokal, seperti sorgum dan porang. Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Bambang Pamuji, berujar bahwa saat ini dua komoditas tersebut bersama dengan aneka umbi lainnya sedang dikembangkan dan diperkenalkan kepada publik.

Berbagai komoditas tersebut, menurut Bambang, dapat diolah menjadi tepung, mi, dan bentuk pangan lainnya. Dengan berbagai alternatif pilihan pangan itu, ia yakin bahwa ketahanan pangan Indonesia sangat kuat kendati beras kini harganya sedang melambung tinggi. "Eksplorasi nilai tambah dan koneksitas penggunaannya saja yang perlu ditingkatkan," kata dia.

Bambang berujar, Kementan selama ini telah menggelar beberapa program untuk menggenjot diversifikasi pangan tersebut, antara lain menggelar lomba tepung berbasis bahan tanaman pangan lokal serta kerja sama penggunaan bahan tanaman pangan dengan hotel. "Saat ini sudah ada kerja sama dengan IPB Center, Group Hotel Savero, dan Accor Group, yang mengelola 151 hotel di Indonesia."

Namun, menurut Eliza, produk olahan dari komoditas pangan lokal itu tak seperti produk gandum yang lebih mudah ditemukan masyarakat dan harganya terjangkau. Misalnya, produk nasi dan mi porang yang hanya dijual di lokapasar tertentu serta harganya relatif lebih mahal daripada harga beras dan mi pada umumnya. Akibatnya, masyarakat pun kembali memilih produk-produk konvensional. 

Petani menunjukkan umbi tanaman Porang di Desa Kedung Sari, Gebog, Kudus, Jawa Tengah, 30 Desember 2020. ANTARA/Yusuf Nugroho

Begitu pula pada pengembangan sorgum yang saat ini produksinya tidak optimal karena terhambat serangan hama burung. Ia mengatakan masih perlu dilakukan riset dan pengembangan dengan anggaran yang memadai agar berbagai pangan lokal ini bisa menjadi alternatif dengan harga yang terjangkau. Selain itu, pemerintah perlu membuat program skala besar untuk mengenalkan pangan lokal ini sampai ke tingkat kelompok masyarakat terkecil dengan bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

"APBN semestinya menjadi captive market bagi para pelaku usaha. Saat pemerintah yang menginisiasi dan mulai beralih ke pangan lokal, maka tidak sulit rasanya untuk mengembangkan pangan lokal," kata Eliza. Apabila pasarnya sudah jelas, ia yakin petani juga akan giat menanam komoditas-komoditas ini sehingga pasokannya lebih memadai di dalam negeri. 

Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, mengatakan beras menjadi fokus pemerintah karena masih menjadi komoditas pangan utama masyarakat. Karena itu, kendati tetap mengembangkan program diversifikasi pangan ke komoditas-komoditas alternatif, pemerintah tetap berupaya menjaga produksi beras di tengah anomali iklim El Nino. 

Langkah itu dilakukan dengan percepatan penanaman padi di lokasi yang masih terdapat hujan serta penguatan cadangan beras pemerintah melalui serapan dalam negeri dan impor. Selain itu, pemerintah menyiapkan program gerakan nasional penanganan El Nino dengan penanaman padi di lahan seluas 500 ribu hektare di sepuluh provinsi di Indonesia. 

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus